Rabu, 02 Januari 2013

Kelas A Angkatan 2010 PGSD

jam

Bilangan Jam A. Pengertian Bilangan Jam Misalkan kita mempunyai sebuah lingkaran dengan lima titik pada lingkaran itu, seperti pada gambar dibawah ini. Kemudian kita bubuhkan pada titik-titik lambang-lambang bilangan dari “0” sampai “4”. Untuk menunjukkan posisi, digunakan satu jarum petunjuk yang biasanya diputar seperti pada jarum jam, yaitu ke kanan. Jam seperti itu kita sebut Jam limaan, karena hanya mempunyai lima angka dari 0 sampai 4. Contoh: 1. Pada jam tujuhan, lambang-lambang bilangan yang digunakan ialah 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. 2. Pada jam dua belasan, lambang-lambang bilangan yang digunakan ialah 0, 1, 2, 3, 4,......, dan 11. Dengan bilangan jam dapat juga dilakukan pengerjaan hitung (operasi hitung) yang membicarakan operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Pada buku paket disekolah dasar, pengerjaan-pengerjaan hitung bilangan jam tersebut biasa disebut aritmatika jam. Pada aritmatika jam ini bilangan-bilangannya tertulis pada permukaan jam tertentu itu. Diperguruan tinggi, aritmatika jam yang dibahas ini sama dengan aritmatika modular, karena pada aritmatika jam, angka untuk bilangan yang paling besar diganti dengan angka 0. Misalnya: a. Pada aritmatika jam limaan, lambang bilangan yang digunakan ialah 1, 2, 3, 4, dan 0. b. Pada aritmatika jam dua belasan, lambang bilangan yang digunakan ialah 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 0. Pada aritmatika jam 12-an inilah dimaksudkan jam untuk menentukan waktu. B. Operasi Penjumlahan Gambar di atas ini merupakan muka jam yang biasa dipakai untuk menentukan waktu. Jarum jamnya menunjuk ke arah 12, berarti menunjukkan jam 12. Bila 2 jam kemudian pelajaran selesai, jarum jam tadi menunjuk ke angka berapa? Dengan menggerakkan (memutar) jarum jam sejauh 2 langkah, jarum jam menunjukkan angka 2. Berarti menunjukkan jam 2. Bila 4 jam sesudah itu kita makan, jarum jam tadi menunjuk ke angka berapa? Dengan menggerakkan jarum jam sejauh 4 langkah, jarum jam menunjuk angka 6. Berarti menunjukkan jam 6. Sekarang pandanglah contoh diatas sebagai penjumlahan, yaitu 2 4 = 6. Kalimat itu disebut kalimat penjumlahan jam dengan suku pertamanya 2 dan suku keduanya adalah 4. Kalimat itu dapat digambarkan sebagai berikut 2 4 = 6 Perhatikan kembali kalimat-kalimat berikut ini. 1. 5 jam setelah pukul 12, Eti mandi ; 4 jam sesudah itu ia makan. Menunjukkan angka berapakah jarum jam? 2. Edi pulang dari sekolah pukul 10; 7 jam setelah itu ia belajar. Menunjukkan angka berapakah jarum jam? Kalimat-kalimat tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: (1) (2) Dengan menggerakkan jarum tadi pada muka jam, kita perhatikan, bahwa bila kita mulai dari angka 5 kemudian berputar 4 selang, kita akan sampai pada angka 9. Kalimat penjumlahannya ditulis: 5 4 = 9 Bila kita mulai dari angka 10 kemudian berputar 7 selang, kita akan sampai pada angka 5. Kalimat penjumlahannya ditulis: 10 7 = 5 Penjumlahan seperti itu, disebut penjumlahan jam. Pengertian-pengertian yang dibicarakan diatas, yaitu pengertian tentang jam yang dimaksudkan untuk menentukan waktu. Pengertian-pengertian tersebut berlaku juga untuk jam-jam yang lain. Meskipun banyaknya anggota dalam himpunan diubah menjadi kurang dari 12. Kemudian kita dapat gunakan jam tersebut untuk menunjukkan penjumlahan jam. Misalnya pada jam limaan, dimana banyak angka yang tertulis pada jam ini ada 5, yaitu angka 0, 1, 2, 3, dan 4. Untuk operasi penjumlahan pada jam limaan ini kita selalu mulai dari titik 0 bergerak ke kanan. Contoh: a. Berapakah 3 2 ? Mulailah dari titik 0 bergerak kekanan, mula-mula 3 selang, kemudian 2 selang. Akan sampai di titik 0 kembali. Jadi 3 2 = 0 b. Berapakah 4 3 ? Mulailah dari titik 0 bergerak kekanan, mula-mula 4 selang, kemudian 3 selang. Akan sampai di titik 2. Jadi 4 3 = 2 c. Berapakah 4 1 ? Mulailah dari titik 0 bergerak kekanan, mula-mula 4 selang, kemudian 1 selang. Akan sampai di titik 0. Jadi 4 1 = 0 d. Berapakah 1 1 ? Mulailah dari titik 0 bergerak kekanan, mula-mula 1 selang, kemudian 1 selang. Akan sampai di titik 2. Jadi 1 1 = 2 Dari contoh-contoh diatas ternyata: 1) 3 2 = 4 1 = 0 2) 4 3 = 1 1 = 2 Bila tiap-tiap dua angka pada jam limaan ini dijumlahkan seperti diatas, kita dapat membuat tabel penjumlahan sebagai berikut: 0 1 2 3 4 0 0 1 2 3 4 1 1 2 3 4 0 2 2 3 4 0 1 3 3 4 0 1 2 4 4 0 1 2 3 Pada sistem jam delapanan, coba perhatikan contoh-contoh berikut: 3 + 4 = 7. 5 + 3 = 0 6 + 3 = 1. 0 + 2 = 2. 4 + 7 = 3. 7 + 6 = 5. Dengan memperhatikan contoh-contoh di atas maka dapat digeneralisasi penjumlahan bilangan pada sistem jam k-an. Jika a, b, merupakan angka-angka pada jam k-an, maka akan berlaku: (a + b) < k, maka a b = a + b (a + b) > k, maka a b = a + b – k (a + b) = k, maka a b = 0 Contoh : Pada sistem jam delapanan, tentukanlah nilai dari: (1) 3 2. (2) 5 2. (3) 6 7. (4) 5 7. (5) 7 7. Penyelesaian: k = 8. (1) 3 2 = 5 , karena 5 < 8. (2) 5 2 = 7 , karena 7 < 8. (3) 6 7 = 13 – 8 = 5 , karena 13 > 8. (4) 5 7 = 12 – 8 = 4 , karena 12 > 8. (5) 7 7 = 14 – 8 = 6, karena 14 > 8. Sifat- sifat operasi penjumlahan Kita dapat menggunakan tabel penjumlahan untuk mempelajari sifat-sifat pengerjaan pada penjumlahan jam. Sifat-sifat itu adalah sebagai berikut: 1. Sifat tertutup Bila nanti kita mengajar tanyakanlah pada murid-murid pertanyaan berikut: Bayangkanlah himpunan yang berisi bilangan-bilangan 0, 1, 2, 3, dan 4. Jika kamu menjumlahkan dua bilangan yang manapun dari himpunan itu dengan menggunakan penjumlahan jam, apakah jumlahnya adalah bilangan anggota himpunan itu juga? (Ya). Bimbinglah murid-murid agar mereka mengerti, bahwa daftar tersebut berisi semua jumlah yang mungkin dan jumlah-jumlah tersebut adalah bilangan-bilangan dalam himpunan tadi. Jelaskan bahwa himpunan bilangan {0, 1, 2, 3, 4} bersifat tertutup untuk penjumlahan dengan menggunakan jam limaan. 2. Sifat pertukaran Perhatikan kembali tabel penjumlahan dengan menggunakan jam limaan tadi, kemudian tuliskan di papan tulis pasangan-pasangan kalimat seperti di bawah ini. 3 1 = a 4 2 = b 3 4 = c 1 3 = a 2 4 = b 4 3 = c Suruhlah 3 orang murid secara bergiliran menyelesaikan ketiga pasang soal itu. Kemudian tanyakanlah kepada mereka: “Berapakah 3 1 ?” (4) “Berapakah 1 3 ?” (4) “Bagaimana suku-sukunya?” (sama) “Bagaimana letak suku-sukunya?” (dipertukarkan) “Bagaimana jumlahnya?” (sama) Pertanyaan-pertanyaan seperti itu ajukanlah untuk pasangan soal-soal lainnya. Kalimat matematika untuk setiap pasangan soal itu: 3 1 = 1 3 = 4 4 2 = 2 4 = 1 3 4 = 4 3 = 2 Dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu bimbinglah murid-murid agar mengerti bahwa sifat penjumlahan jam seperti itu disebut sifat pertukaran. Secara umum jika a dan b adalah dua bilangan yang manapun dari himpunan bilangan tadi, maka a + b = b + a. Selain dengan cara mencobanya seperti diatas, kita dapat menggunakan daftar penjumlahan untuk memperlihatkan berlakunya sifat itu. 0 1 2 3 4 0 0 1 2 3 4 1 1 2 3 4 0 2 2 3 4 0 1 3 3 4 0 1 2 4 4 0 1 2 3 Dalam daftar itu dapat kita lihat bahwa bilangan-bilangan yang lambangnya tertulis di atas diagonal adalah sama dengan yang tertulis dibawah diagonal. 3. Sifat pengelompokan Dengan menggunakan tabel penjumlahan tadi kita dapat menghitung penjumlahan sebagai berikut: 3 (2 4) = 3 1 = 4 (3 2) 4 = 0 4 = 4 Jadi 3 (2 4) = (3 2) 4 Secara umum jika a, b, dan c adalah tiga bilangan yang mana pun dari himpunan tadi, maka: a (b c) = (a b) c secara umum ini disebut sifat pengelompokan untuk penjumlahan bilangan jam. 4. Sifat bilangan nol 2 0 = n 3 0 = n 1 0 = n Untuk menyelesaikan soal-soal seperti itu tidak perlu digunakan daftar penjumlahan tadi. Jika menjumlahkan bilangan cacah yang mana pun dengan nol, akan diperoleh jumlah yang sama dengan bilangan itu sendiri. Sifat ini berlaku juga pada penjumlahan jam. Dalam hal ini bilangan 0 merupakan unsur satuan bagi operasi tambah. Secara umum, jika a adalah sebuah bilangan yang mana pun dari himpunan tadi, maka a + 0 = a. Menambahkan 0 pada ilmu hitung jam, sama saja dengan tidak menggerakkan jarum jamnya. 5. Sifat berlawanan Perhatikan kembali tabel penjumlahan jam limaan tadi. Untuk setiap anggota himpunan {0, 1, 2, 3, 4} ada satu anggota lain yang jika dijumlahkan dengan bilangan yang pertama tadi jumlahnya adalah 0. 1 adalah lawan dari 4 dan 4 lawan dari 1, sebab 4 1 = 0 2 adalah lawan dari 3 dan 3 lawan dari 2, sebab 3 2 = 0 0 adalah lawan dari 0, sebab 0 0 = 0 Sifat ini disebut sifat berlawanan untuk penjumlahan bilangan jam. C. Operasi Pengurangan Jarum jam dibawah ini menunjuk ke angka 12, berarti menunjukkan pukul 12. Bila 3 jam yang lalu ani baru pergi ke sekolah, jarum tadi menunjuk ke angka berapa? Dengan menggerakkan jarum jam mundur 3 langkah, jarum jam menunjuk angka 9. Artinya ani pergi ke sekolah pada jam 9. Contoh ini dapat juga kita pandang sebagai penjumlahan 9 3 = 12 Seperti pada operasi penjumlahan, pengertian di atas berlaku juga untuk jam-jam yang lain, misalnya jam limaan, jam delapanan, dan sebagainya. Perhatikan gambar jam limaan dibawah ini. Perhatikan kalimat-kalimat penjumlahan pada jam limaan berikut ini. 2 n = 0 dan 1 n = 4 Perlu diingat bahwa n dalam masing-masing kalimat itu adalah suku yang belum diketahui. Kita dapat mencari n tersebut dengan menggunakan gambar jam limaan tadi. Untuk menunjukkan 2 n = 0, kita mulai dari titik 0 gerakkan jarum jam ke kanan sejauh 2 selang. Jarum menunjuk angka 2. Kita teruskan gerakan jarum jam tadi sampai menunjuk angka 0. Bila kita membilang banyaknya selang yang dilalui jarum jam dari titik 2 sampai titik 0, ternyata ada 3 selang. Artinya, suku yang belum diketahui ialah 3. Jadi n = 3. Untuk kalimat penjumlahan 1 n = 4, dapat kita kerjakan seperti kalimat pertama tadi sebagai berikut: Kita mulai dari titik 0. Kita gerakkan jarum jam ke kanan sejauh 1 selang. Jarum jam menunjuk angka 1. Kita teruskan gerakan jarum jam tadi sampai menunjuk angka 4. Ternyata banyaknya selang yang dilalui jarum jam dari titik 1 sampai titik 4 ada 3 selang. Artinya suku yang belum diketahui ialah 3. Jadi n = 3. Dengan mengingat kembali bahwa pengerjaan tambah itu merupakan lawan dari pengerjaan kurang, kalimat-kalimat penjumlahan di atas dapat ditulis sebagai kalimat-kalimat pengurangan sebagai berikut: a. Kalimat pengurangan untuk 2 n = 0 ialah 0 2 = n b. Kalimat pengurangan untuk 1 n = 4 ialah 4 1 = n Contoh: Misalkan kita ingin menghitung 2 4 = n pada jam limaan. Maksudnya ialah kita ingin mencari sebuah bilangan yang bila ditambahkan kepada 4 akan menghasilkan 2. Jadi kalimat penjumlahannya ialah 4 n = 2. Langkah-langkah pengerjaannya. 1) Mulai dari titik 0 jarum jam digerakkan ke kanan sejauh 4 selang. Jarum jam akan menunjuk angka 4 2) Meneruskan gerakan jarum jam ke kanan dari titik 4 sampai titik 2. 3) Membilang banyaknya selang yang dilalui jarum jam tadi dari titik 4 sampai titik 2. Ternyata ada 3 selang. Jadi, n = 3 Atau dengan cara sebagai berikut. 2 4 = 3 Mulai dari 0 melangkah sebanyak 2 selang searah jarum jam, diikuti 4 selang langkah mundur. Sampailah pada angka 3. Jadi, 2 4 = 3 Bila tiap-tiap dua angka pada jam limaan ini dikurangkan, kita dapat membuat tabel pengurangan sebagai berikut: 0 1 2 3 4 0 0 4 3 2 1 1 1 0 4 3 2 2 2 1 0 4 3 3 3 2 1 0 4 4 4 3 2 1 0 Dari tabel tersebut kita lihat bahwa operasi pengurangan pada jam limaan mempunyai sifat tertutup. Pada sistem jam delapanan, coba Anda perhatikan contoh-contoh berikut: 5 4 = 1. 7 3 = 4. 0 2 = 6. 1 4 = 5. 3 4 = 7. 4 7 = 5. Dengan memperhatikan contoh-contoh di atas, maka dapat digeneralisasi pengurangan bilangan pada sistem jam k-an. Jika a, b, merupakan angka-angka pada jam k-an, maka akan berlaku: a b = (a – b)+k, jika (a – b) < 0 a b = (a – b), jika (a – b) > 0 Contoh : Pada sistem jam delapanan, tentukanlah nilai dari: (1) 3 2. (2) 5 3. (3) 6 7. (4) 5 7. Penyelesaian: k = 8 (1) 3 2 = 1 , karena 1 > 0. (2) 5 3 = 2 , karena 2 > 0. (3) 6 7 = - 1 + 8 = 7 , karena -1 < 0. (4) 5 7 = - 2 + 8 = 6 , karena - 2 < 8. D. Operasi Perkalian Hasil kali dua bilangan jam didefinisikan seperti pada bilangan cacah, yaitu sebagai penjumlahan berulang. Contohnya: 4 2 = 2 + 2 + 2 + 2 = 8 Seperti garis bilangan, permukaan jam dapat dipergunakan untuk meragakan operasi perkalian ini. Untuk itu contoh diatas akan diperagakan dengan menggunakan permukaan jam limaan sebagai berikut: Mulai dari 0 melangkah searah dengan arah jarum jam empat langkah, masing-masing langkah terdiri dari 2 selang. Sampailah pada angka 3. Jadi 4 2 = 3 Hasil kali dua bilangan jam limaan dapat juga diperoleh dimana kedua bilangan di perlakukan terlebih dahulu sebagai bilangan cacah. Apabila hasil kalinya melebihi 4, maka hasil kali itu dikurangi dengan suatu kelipatan 5 sedemikian sehingga terdapat sisa yang kurang dari 5. Sisa itulah hasil kali yang dicari. Dalam contoh diatas, maka: 4 2 = 8, jika 4 dan 2 dianggap bilangan cacah. 8 5 = 3, 3 adalah hasilnya apabila 4 dan 2 merupakan bilangan jam limaan. Semua hasil yang mungkin diperoleh dari perkalian dengan bilangan –bilangan pada jam limaan tadi, dapat ditunjukkan dalam daftar perkalian seperti dibawah ini. 0 1 2 3 4 0 0 0 0 0 0 1 0 1 2 3 4 2 0 2 4 1 3 3 0 3 1 4 2 4 0 4 3 2 1 Kita dapat menggunakan tabel perkalian untuk mempelajari sifat-sifat pengerjaan perkalian jam. Sifat-sifat itu adalah sebagai berikut: 1. Sifat tertutup Daftar tersebut berisi semua hasil kali yang mungkin dan hasil kali tersebut adalah bilangan-bilangan dalam himpunan bilangan jam limaan tadi. Jelaslah bahwa himpunan bilangan {0, 1, 2, 3, 4} bersifat tertutup untuk perkalian dengan menggunakan jam limaan. 2. Sifat pertukaran Dalam daftar itu dapat kita lihat bahwa bilangan-bilangan yang lambangnya tertulis di atas diagonal adalah sama dengan tertulis di bawah diagonal. Bila daftar perkalian jam limaan itu dibuat pada kertas yang berbentuk bujur sangkar, kemudian dilipat sepanjang diagonalnya maka lambang bilangan 2 akan jatuh pada lambang bilangan 2, lambang bilangan 3 akan jatuh pada lambang bilangan 3, dan seterusnya. Cara ini memperlihatkan bahwa pada perkalian bilangan-bilangan jam limaan berlaku sifat pertukaran. 3. Sifat pengelompokan Dengan menggunakan tabel perkalian tadi kita dapat menghitung perkalian sebagai berikut: (4 2) 3 = 3 3 = 4 4 (2 3) = 4 1 = 4 Jadi, (4 2) 3 = 4 (2 3) = 4 Secara umum jika a, b, dan c adalah bilangan yang mana pun dari himpunan tadi maka: (a b) c = a (b c). Sifat ini disebut sifat pengelompokan untuk perkalian. 4. Sifat bilangan 1 Jika kita mengalikan bilangan cacah dengan 1, akan diperoleh hasil yang sama dengan bilangan itu sendiri. Sifat itu sebagai sifat 1 pada perkalian bilangan-bilangan cacah. Sifat ini berlaku juga pada perkalian bilangan jam. Dalam hal ini bilangan 1 merupakan unsur satuan bagi pengerjaan kali. Secara umum, jika a adalah sebuah bilangan yang manapun dari himpunan tadi, maka a 1 = 1 a = a E. Operasi Pembagian Hasil bagi dua bilangan jam didefinisikan seperti pada bilangan cacah, yaitu sebagai pengurangan berulang. Contoh berikut ini memperlihatkan pembagian pada bilangan cacah. 6 : 2 = 6 – 2 – 2 – 2 6 dikurangi 2 sebanyak tiga kali sehingga hasilnya didapat 0 Artinya 6 : 2 = 3 Dari contoh diatas terlihat bahwa bilangan yang dibagi, dikurangi bilangan pembagi berulang kali sehingga hasilnya sampai 0. Banyaknya pengurangan berulang tersebut merupakan hasil bagi dari pembagian tersebut. Konsep ini berlaku juga pada operasi pembagian dua bilangan jam. Misalnya jam limaan berikut ini. a. 3 : 1 = 3 – 1 – 1 – 1 3 dikurangi 1 sebanyak tiga kali sehingga hasilnya didapatkan 0. Artinya, 3 : 1 = 3 b. 4 : 2 = 4 – 2 – 2 4 dikurangi sebanyak dua kali sehingga hasilnya didapatkan 0. Artinya, 4 : 2 = 2 c. 4 : 3 = 4 – 3 – 3 – 3 4 dikurangi 3 sebanyak tiga kali sehingga hasilnya didapatkan 0. Artinya, 4 : 3 = 3 Pembagian-pembagian tersebut dapat diperagakan sebagai berikut: Mulai dari 3 melangkah mundur dengan masing-masing langkah terdiri dari 1 selang, sehingga sampai di 0. Ternyata banyaknya langkah ada 3. Artinya, 3 : 1 = 3 Mulai dari 4 melangkah mundur dengan masing-masing langkah terdiri dari 2 selang, sehingga sampai di 0. Ternyata banyaknya langkah ada 2. Artinya, 4 : 2 = 2 Mulai dari 4 melangkah mundur dengan masing-masing langkah terdiri dari 3 selang, sehingga sampai di 0. Ternyata banyaknya langkah ada 3. Artinya, 4 : 3 = 3 Perhatikan daftar operasi perkalian pada jam enaman dan jam limaan berikut ini. 0 1 2 3 4 0 0 0 0 0 0 1 0 1 2 3 4 2 0 2 4 1 3 3 0 3 1 4 2 4 0 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 2 3 4 5 2 0 2 4 0 2 4 3 0 3 0 3 0 3 4 0 4 2 0 4 2 5 0 5 4 3 2 1 a. Perhatikan daftar operasi perkalian jam enaman. 1 kebalikan dari 1, sebab 1 x 1 = 1 5 kebalikan dari 5, sebab 5 x 5 = 1 Tetapi 2, 3, dan 4 tidak mempunyai kebalikan, sebab bilangan-bilangan tersebut bila dikalikan dengan bilangan lainnya hasilnya bukan 1. Hal ini berarti pada bilangan jam enaman, pengerjan bagi tidak tertutup. b. Perhatikanlah daftar operasi perkalian jam limaan. Pada bilangan jam limaan itu untuk setiap bilangan (kecuali nol), ada bilangan lain yang merupakan kebalikannya, yaitu: 1 kebalikan dari 1, sebab 1 x 1 = 1 2 kebalikan dari 3, sebab 2 x 3 = 1 3 kebalikan dari 2, sebab 3 x 2 = 1 4 kebalikan dari 4, sebab 4 x 4 = 1 Hal ini berarti pada bilangan jam limaan, setelah bilangan nol dikeluarkan, pengerjaan bagi itu tertutup. Bila kita coba untuk sebarang bilangan jam n-an, kita akan dapat menyimpulkan bahwa pengerjaan bagi itu tertutup bila n merupakan bilangan prima.
VOLUME DAN LUAS PERMUKAAN KUBUS SERTA PEMBELAJARANNYA Dalam matematika dikenal beberapa bangun tiga dimensi yang memiliki panjang, lebar dan tinggi. Bangun-bangun ini tidak dapat digambar dengan pasti dalam bidang datar. Bangun ini disebut bangun ruang. Bangun ruang merupakan bangun geometri dimensi tiga dengan batas berbentuk bidang datar atau bidang lengkung. Pada bangun ruang dibedakan atas dua macam, yakni bangun ruang sisi datar dan bangun ruang sisi lengkung. Bangun-bangun ini memiliki bagian-bagian yang biasa kita kenal dengan sebutan titik sudut, rusuk, bidang sisi, luas permukaan dan volume. Pada kehidupan sehari-hari banyak ditemukan benda-benda yang terkait dengan bangun ruang seperti: dadu,rubik, kotak kue, dan lain sebagainya. Contoh-contoh tersebut merupakan aplikasi dari banguan ruang yaitu kubus. Berikut ini penjelasan mengenai kubus, volume kubus, dan luas permukaan kubus. A. Pengertian Kubus Kubus adalah suatu bangun ruang yang dibatasi oleh enam buah persegi yang sepasang-pasang sejajar dan setiap tiga persegi yang berdekatan saling tegak lurus. Kubus dibatasi oleh 6 buah bidang datar yang berbentuk persegi yang disebut bidang sisi kubus. Hal ini mengakibatkan sehingga kubus mempunyai 12 rusuk yang sama panjang. Adapun istilah-istilah yang harus kita ketahui sebelum mempelajari volume dan luas permukaan yaitu: 1 Sisi Kubus Suatu bangun ruang dibatasi oleh bidang batas. Bidang batas itu disebut sisi. Misalnya sisi atas , sisi alas / bawah , sisi tegak. Pada kubus, dibatasi oleh 6 buah bidang datar yang berbentuk persegi yang disebut bidang sisi kubus. G E Pada gambar diatas sisi-sisi kubus terdiri dari enam sisi yaitu: sisi ABCD, CDHG, ADEH, BCFG, ABEF, dan EFGH 2 Rusuk Rusuk adalah garis yang merupakan pertemuan / perpotongan dua sisi. Keenam sisi kubus masing-masing dibatasi 4 buah garis. Garis-garis yang merupakan batas sisi kubus disebut rusuk kubus. Kubus memiliki 12 rusuk yaitu rusuk AB, BC,DC,EF, FG, GH, EH, AE, BF, CG, DH. Yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini: G E D c 3 Titik Sudut. Titik sudut suatu bangun adalah pertemuan antara beberapa rusuk. Kedua belas rusuk kubus masing-masing dibatasi oleh titik-titik ujung. Titik-titik ujung dari rusuk-rusuk kubus disebut titik sudut kubus. Kubus memiliki 8 titik sudut Gambar di bawah ini titik sudut pada bangun kubus ABCDEFGH yaitu A, B, C, D, E, F, G, H. 4 Diagonal sisi Diagonal sisi suatu bangun ruang adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik berhadapan pada sisi tersebut. Jika panjang rusuk sebuah kubus sama dengan a maka panjang diagonal-diagonal sisi itu sama dengan Pada gambar di atas merupakan diagonal-diagonal sisi pada bangun kubus ABCDEFGH yaitu: a) AC dan BD pada sisi ABCD b) EG dan FH pada sisi EFGH c) BG dan FC pada sisi BCFG d) AH dan ED pada sisi ADEH e) AF dan BE pada sisi ABFE, dan f) CH dan DG pada sisi DCGH 5 Diagonal Ruang. Diagonal ruang suatu bangun ruang adalah adalah ruas garis yang menghubungkan antara dua buah titik sudut yang saling berhadapan pada sebuah kubus. Berikut ini salah satu contoh diagonal ruang pada kubus ABCDEFGH 6 Bidang Diagonal Bidang diagonal adalah bidang yang menghubungkan rusuk-rusuk yang berhadapan, sejajar, dan tidak terletak pada satu bidang suatu bangun/ bidang yang melalui diagonal alas dan rusuk tegak. Berikut ini salah satu contoh bidang diagonal BCHE pada kubus ABCDEFGH Apabila ke 4 garis tersebut di buat sebuah bidang terbentuk bidang diagonal BCHE Diagonal Kubus yang lain adalah ADGF, ABGH, CDEF, ACGE, BDHF. B. Jaring-Jaring Kubus Sebuah kubus apabila dipotong menurut rusuk-rusuknya kemudian tiap sisinya direntangkan akan menghasilkan jaring-jaring kubus. Jaring-jaring kubus terdiri dari enam buah persegi kongruen yang saling berhubungan. Adapun macam-macam jaring-jaring kubus yang lainnya adalah sebagai berikut: C. Volume Kubus Secara teori pengertian volume adalah banyaknya satuan volume yang mengisi ruang bangun tersebut. Kalau satuan volume yang digunakan cm2, maka menghitung volume artinya menghitung berapa banyak kubus berukuran 1 cm2. Volume suatu kubus adalah jumlah seluruh satuan pada kubus tersebut. Rumus umum yang berlaku untuk mencari voulme suatu bangun kubus, apabila rusuk kubus adalah s: dan untuk mencari rusuk suatu kubus apabila diketahui volumenya maka: Pembelajaran volum bangun ruang untuk siswa sekolah dasar perlu diawali dengan penanaman konsep satuan volum yang dapat didekati dengan beberapa media, seperti kubus satuan yang akan digunakan dalam menentukan volume kubus. Prosedur penanaman konsep volume kubus adalah identik, yaitu dengan bantuan alat peraga sederhana berupa beberapa kubus satuan, beberapa kubus dengan ukuran bervariasi untuk penarikan kesimpulan secara induksi. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a) Siapkan beberapa kubus satuan berukuran 1cm x 1cm x 1 cm (atau ukuran lain yang diasumsikan sebagai satuan volume) b) Siapkan bangun ruang berbentuk kubus misalnya kotak kue tang berbentuk kubus. c) Isi kotak kue tersebut dengan kbus-kubus satuan (sebaiknya saat mengisinya dilakukan kegiatan menghitung banyaknya kubus yang dimasukkan) hingga terisi penuh dan tertata rapi tak ada ruang yang kosong. d) Banyaknya kubus-kubus satuan yang mengisi kotak kue menunjukkan volume (isi) kubus. e) Bimbing siswa untuk menentukan rumus volume kubus, yaitu dengan menghitung banyaknya kubus satuan yang dimasukkan ke dalam kotak kue. Kotak Kue Kotak kue yang sudah diisi kubus satuan Gambar 03. Ilustrasi Menemukan volume kubus Contoh soal dan Penyelesaian Soal 1. Penyelesaian: 1. Diketahui : Volume kotak pesulap yang berbentuk kubus =27.000 cm3. Ditanyakan : Berapakah panjang rusuk kotak pesulap? (s=...?) Jawab: Volume kotak = 27.000 cm3 s= = = 90 cm Jadi panjang rusuk kotak pesulap tersebut adalah 90 cm. D. Luas permukaan Kubus Luas permukaan kubus adalah jumlah seluruh sisi kubus. Coba kalian ingat kembali bahwa: a) sebuah kubus memiliki 6 buah sisi yang setiap rusuknya sama panjang. b) PadaGambar di atas keenam sisi tersebut adalah sisi ABCD, c) ABFE,BCGF,EFGH,CDHG,danADHE.Karenapanjangsetiap d) Rusuk kubus s,maka luas setiap sisi kubus = s x s = s2 Mengingat kubus terdiri dari enam sisi, maka luas permukaan kubus : L = 6 x s x s = 6 s2. Ket: L = luas permukaan kubus s =panjang rusuk kubus Pembelajaran luas permukaan kubus untuk siswa sekolah dasar perlu diawali dengan penanaman konsep satuan volum yang dapat didekati dengan beberapa media, misalnya mengajak siswa mengingat kembali sifat-sifat kubus dengan membuat jaring-jaring kubus. Berikut ini cara pembelajarannya adalah sebagai berikut: a) Sediakan siswa (atau diminta membuat sendiri) 20 kertas manila berukuran 15cm x 15cm . Pada masing-masing kertas manila tersebut buatlah garis tegak dan mendatar dengan jarak 3cm, sehingga setiap kertas manila memuat 25 persegi berukuran 3 cmx 3 cm b) Kemudian siswa diminta untuk merancang jaring-jaring kubus dengan cara mengarsir enam buah persegi yang membentuk kubus. c) Selanjutnya mengajak siswa secara bersama-sama membahas sisi-sisi kubus terdiri dari enam persegi, misalnya sisi persegi=aSehingga luas persegi adalah a x a= a2 d) Membimbing siswa dari jaring-jaring yang telah dibuat ditemukan enam persegi yang kongruen, sehingga menemukan rumus luas permukaan kubus yaitu : 6 x a x a = 6 a 2 dengan satuan cm2. Berikut gambar ilustrasi pembuktian luas permukaan kubus: Contoh soal dan penyelesaian: Ibu menguras bak mandi yang berbentuk kubus dengan volume 64 cm³. Tentukanlah luas permukaan kubus tersebut ! 2. Diketahui : Volume bak mandi berbentuk kubus = 64 cm3. Ditanyakan : Luas permukaan bak mandi =.... ? Jawab: Volume bak mandi = 64 cm3 s= = = 4 cm Karena rusuk (s) diketahui 4 cm, maka Luas permukaan bak mandi: L= 6 x s x s = 6 x 4 x 4 = 96 cm2 Jadi panjang rusuk kotak pesulap tersebut adalah 96 cm2
Luas Segitiga dan Pembelajarannya 1. Luas Segitiga Segitiga merupakan bangun datar yang memiliki tiga buah sisi yang berupa garis lurus. Unsur-unsur segitiga yaitu tinggi dan alas. Tinggi segitiga sebenarnya adalah jarak antara titik puncak dan alas. Alas sendiri secara matematis tidak selalu di bawah, namun suatu sisi yang kita definisikan sebagai alas itulah yang disebut alas. Titik sudut di depan alas disebut titik puncak segitiga. Jarak antara titik puncak dan alas inilah yang kita sebut tinggi, sehingga tinggi terhadap alasnya selalu tegak lurus. Jika sebuah segitiga siku-siku hanya diketahui sisi alas dan sisi miring, kita dapat menentukan tinggi segitiga tersebut dengan menggunakan rumus dalil phytagoras. Secara umum rumus dalil phytagoras yaitu kuadrat sisi miring sama dengan penjumlahan kuadrat sisi alas dengan kuadrat sisi tegak (tinggi). Jadi untuk menentukan tinggi sebuah segitiga dapat digunakan rumus: b2 = c2 – a2 Untuk membuktikan rumus dalil phytagoras dapat diperoleh dengan menggunakan duah buah persegi yang memiliki ukuran yang berbeda. Perhitungannya : Luas persegi besar = Luas persegi kecil + 4 Luas segitiga ( b + a ) . ( b + a ) = c . c + 4 . 1/2 b.a b2 + 2 b.a + a2 = c2 + 2 b.a b2 + a2 = c2 + 2 b.a – 2 b.a b2 + a2 = c2 ↔ c2 = a2 + b2 Jika sebuah segitiga merupakan segitiga tumpul, maka untuk menentukan tinggi segitiga tersebut dapat ditarik garis lurus dari titik puncak hingga menyentuh perpanjangan sisi alas dan garis tersebut harus tegak lurus dengan alas seperti pada contoh berikut. Segitiga memiliki beberapa jenis. Jenis-jenis segitiga ditinjau berdasarkan : a. Panjang sisinya 1. Segitiga sembarang merupakan segitiga yang ketiga sisinya tidak sama panjang. 2. Segitiga samakaki merupakan segitiga yang memiliki dua buah sisi yang sama panjang. 3. Segitiga sama sisi merupakan segitiga yang ketiga sisinya sama panjang. Contoh: b. Besar Sudutnya 1. Segitiga lancip merupakan segitiga yang ketiga sudutnya adalah sudut lancip (kurang dari 900). 2. Segitiga siku-siku merupakan segitiga yang salah satu sudutnya siku-siku (900). 3. Segitiga tumpul merupakan segitiga yang salah satu sudutnya tumpul (lebih dari 900). Contoh: Dengan memperhatikan panjang sisi-sisi segitiga, kita dapat menentukan apakah suatu segitiga termasuk segitiga siku-siku, tumpul, maupun segitiga lancip. Caranya adalah segitiga berikut, misal diketahui segitiga dengan panjang sisi a, b, dan c dengan c adalah sisi terpanjang. • Jika c² = a² + b² maka segitiga tersebut merupakan segitiga siku-siku. • jika c² > a² + b² maka segitiga tersebut merupakan segitiga tumpul. • jika c² < a² + b² maka segitiga tersebut merupakan segitiga lancip. 2. Rumus Luas Segitiga a. Rumus Umum Luas Segitiga Pada umumnya semua jenis segitiga memiliki rumus luas yang sama yaitu L = ½ a x t L = luas a = alas t = tinggi Dari segitiga siku-siku di atas maka yang dimaksud dengan sisi alas adalah a, tinggi adalah b dan sisi miring adalah c. Maka, Luas segitiga = ½ a x b. Contoh soal: Hitungkah luas segitiga yang memiliki panjang alas 4 cm dan tinggi 8 cm! Penyelesaian: Dik. a = 4 cm, t = 8 cm Dit. L = …? Jawab: L = ½ a x t = ½ 4cm x 8cm = 16 cm2 3. Pembelajaran luas segitiga di SD Dalam pembelajaran geometri di sekolah dasar hendaknya siswa diajak untuk memahami konsep yang terkandung pada rumus-rumus perhitungannya. Pembelajaran konsep luas suatu bangun datar dapat disajikan berdasarkan pemahaman tentang satuan luas, perhitungan luas berdasarkan banyaknya satuan-satuan luas yang ada pada bangun, generalisasi rumus perhitungan luas secara induktif dan penyajian beberapa latihan. Pembelajaran konsep luas dapat digunakan dalam menentukan luas bangun datar seperti persegi panjang, persegi, segitiga, trapesium, belah ketupat, jajaran genjang dan layang-layang. Pembelajaran konsep luas persegi panjang merupakan bagian awal yang penting bagi siswa sebelum mereka menghitung luas bangun-bangun yang lain. Oleh karenanya konsep tentang luas suatu bangun harus tertanam secara baik melalui pembelajaran luas persegi panjang. Begitupula pada penanaman konsep luas segitiga yang tidak terlepas dari konsep luas persegi panjang. Dalam pembelajaran luas segitiga, kita dapat menyajikan secara intuitif/hampiran maupun formal. Penyajian secara intuitif lebih menekankan pada pemahaman siswa terhadap konsep luas dibandingkan perhitungan luas eksak bangun. Kedua cara ini sangat diperlukan oleh siswa sekolah dasar. Cara hampiran lebih baik untuk siswa SD yang berkenaan dengan taraf berpikirnya yang masih kongkret. Sedangkan cara formal perlu dikembangkan untuk membentuk kemampuan analisis matematika yang akan sangat berguna untuk mempelajari ilmu matematika yang lebih kompleks atau ilmu lainnya yang membutuhkan geometri dalam penyelesaiannya. Berikut ini penjabaran tentang pendekatan pembelajaran luas segitiga secara hampiran dan formal dan keduanya menyajikan pembelajaran dalam kegiatan siswa. Penghampiran luas segitiga menggunakan persegi satuan 1. Kita meminta siswa untuk melukis beberapa segitiga (sebaiknya untuk siswa SD dipilih alas yang mendatar) pada kertas berpetak, seperti ilustrasi pada gambar. 2. Setelah selesai melukis, siswa diminta menghitung luas segitiga dengan cara menghitung banyaknya persegi satuan pada gambar segitiga tersebut. Cara menghitungnya dapat dilakukan dengan manandai (dalam ilustrasi yang dibuat, tanda disajikan dalam bentuk arsiran) persegi-persegi satuan yang luasnya lebih dari separuh, apabila tepat separuh maka setiap dua separuhan, yang ditandai hanya satu saja. 3. Pada ilustrasi di atas kita mendapatkan perhitungan luas berdasarkan intuisi sebagai berikut Nama Segitiga Luas Hampiran ∆ PQR 33 ∆ KLM 56 Cara ini sangat penting diberikan pada siswa untuk pemahaman yang mendalam tentang konsep luas. Perhitungan luas segitiga secara eksak dengan peragaan formal Rumus perhitungan luas segitiga secara eksak dapat ditemukan melalui persegi panjang. Ilustrasi berikutnya dibuat dalam bentuk peragaan oleh guru dalam bentuk kegiatan belajar siswa. Langkah-langkah berikut perlu dilakukan oleh siswa untuk mengembangkan daya kreatifitas siswa melalui kegiatan memotong dan menempel (cut and glue) dari bangun yang kompleks menjadi bangun yang sederhana. Langkah-langkah yang bisa dilakukan yaitu sebagai berikut. 1. Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, terlebih dahulu siswa memahami bagian-bagian segitiga yaitu alas dan tinggi serta memahami luas persegi panjang yaitu panjang kali lebar (L= p x l). 2. Siswa mememotong bangun segitiga (segitiga sama kaki) menjadi dua bagian yang sama yaitu tepat memotong tinggi segitiga. 3. Siswa menghimpitkan potongan-potongan tadi sehingga membentuk suatu bangun persegi panjang. Dari gambar tersebut terlihat bahwa p = t dan l = ½ a 4. Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa Luas segitiga = luas persegi panjang Luas segitiga = p x l Luas segitiga = t x ½ a 5. Untuk selanjutnya istilah panjang diubah menjadi tinggi dan lebar menjadi alas, sehingga diperoleh rumus luas segitiga yaitu t x ½ a atau bisa juga ditulis L = ½ alas x tinggi Selain menggunakan pendekatan segitiga sama kaki, menentukan luas segitiga (segitiga sama sisi, siku-siku, sembarang, dll) dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, terlebih dahulu siswa memahami bagian-bagian segitiga yaitu alas dan tinggi serta memahami luas persegi panjang yaitu panjang kali lebar (L= p x l). 2. Siswa melukis bangun segitiga yang akan dihitung luasnya 3. Siswa melengkapi gambar tersebut menjadi sebuah persegi panjang, misalnya panjangnya = a dan lebarnya = t seperti gambar berikut. Jelas bahwa luas persegi panjang diatas adalah panjang x lebar = a x t 4. Kemudian potong persegi panjang tersebut dan potong bagian-bagian yang diarsir dan tidak diarsir. Bagian yang tidak diarsir merupakan segitiga yang akan dihitung luasnya, sedangkan bagian-bagian yang diarsir harus dipindahkan sehingga terbentuk sebuah segitiga dan meminta siswa untuk membandingkan luas kedua segitiga tersebut. 5. Ternyata kedua segitiga luas sama persis. Ini dapat dibuktikan melalui penghimpitan ke dua bangun yang terbentuk betul-betul berimpit semua sisinya. 6. Lakukan langkah-langkah tersebut beberapa kali dengan ukuran (bentuk) segitiga yang berlainan, misalnya 7. Dengan beberapa contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa 2 x Luas segitiga = Luas persegi panjang Luas segitiga = ½ luas persegi panjang Luas segitaga = ½ a x t 8. Untuk selanjutnya istilah panjang diubah menjadi alas dn lebar menjadi tinggi, sehingga diperoleh rumus luas segitiga yaitu L = ½ a x t   Daftar Pustaka Anonim. 2011. Mencari-Panjang-Sisi-Miring-Segitiga-Siku-Siku-Dengan-Rumus-Phytagoras. Tersedia pada http://wong168.wordpress.com/2011/05/29/mencari-panjang-sisi-miring-segitiga-siku-siku-dengan-rumus-phytagoras/. Diakses pada 26 Oktober 2012. Baskoro, Josef, dkk. 2008. Pemecahan Masalah Matematika. Jakarta Depdiknas. Japa, Gusti Ngurah, dkk. Pendidikan Matematika I. Singaraja: Undiksha. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Momor 41 Tahun 2007 23 November 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Sa`dijah, Cholis. 1998. Pendidikan Matematika II. Jakarta: Depdikbud. Subarinah, Sri. 2006. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Luas Segitiga dan Pembelajarannya 1. Luas Segitiga Segitiga merupakan bangun datar yang memiliki tiga buah sisi yang berupa garis lurus. Unsur-unsur segitiga yaitu tinggi dan alas. Tinggi segitiga sebenarnya adalah jarak antara titik puncak dan alas. Alas sendiri secara matematis tidak selalu di bawah, namun suatu sisi yang kita definisikan sebagai alas itulah yang disebut alas. Titik sudut di depan alas disebut titik puncak segitiga. Jarak antara titik puncak dan alas inilah yang kita sebut tinggi, sehingga tinggi terhadap alasnya selalu tegak lurus. Jika sebuah segitiga siku-siku hanya diketahui sisi alas dan sisi miring, kita dapat menentukan tinggi segitiga tersebut dengan menggunakan rumus dalil phytagoras. Secara umum rumus dalil phytagoras yaitu kuadrat sisi miring sama dengan penjumlahan kuadrat sisi alas dengan kuadrat sisi tegak (tinggi). Jadi untuk menentukan tinggi sebuah segitiga dapat digunakan rumus: b2 = c2 – a2 Untuk membuktikan rumus dalil phytagoras dapat diperoleh dengan menggunakan duah buah persegi yang memiliki ukuran yang berbeda. Perhitungannya : Luas persegi besar = Luas persegi kecil + 4 Luas segitiga ( b + a ) . ( b + a ) = c . c + 4 . 1/2 b.a b2 + 2 b.a + a2 = c2 + 2 b.a b2 + a2 = c2 + 2 b.a – 2 b.a b2 + a2 = c2 ↔ c2 = a2 + b2 Jika sebuah segitiga merupakan segitiga tumpul, maka untuk menentukan tinggi segitiga tersebut dapat ditarik garis lurus dari titik puncak hingga menyentuh perpanjangan sisi alas dan garis tersebut harus tegak lurus dengan alas seperti pada contoh berikut. Segitiga memiliki beberapa jenis. Jenis-jenis segitiga ditinjau berdasarkan : a. Panjang sisinya 1. Segitiga sembarang merupakan segitiga yang ketiga sisinya tidak sama panjang. 2. Segitiga samakaki merupakan segitiga yang memiliki dua buah sisi yang sama panjang. 3. Segitiga sama sisi merupakan segitiga yang ketiga sisinya sama panjang. Contoh: b. Besar Sudutnya 1. Segitiga lancip merupakan segitiga yang ketiga sudutnya adalah sudut lancip (kurang dari 900). 2. Segitiga siku-siku merupakan segitiga yang salah satu sudutnya siku-siku (900). 3. Segitiga tumpul merupakan segitiga yang salah satu sudutnya tumpul (lebih dari 900). Contoh: Dengan memperhatikan panjang sisi-sisi segitiga, kita dapat menentukan apakah suatu segitiga termasuk segitiga siku-siku, tumpul, maupun segitiga lancip. Caranya adalah segitiga berikut, misal diketahui segitiga dengan panjang sisi a, b, dan c dengan c adalah sisi terpanjang. • Jika c² = a² + b² maka segitiga tersebut merupakan segitiga siku-siku. • jika c² > a² + b² maka segitiga tersebut merupakan segitiga tumpul. • jika c² < a² + b² maka segitiga tersebut merupakan segitiga lancip. 2. Rumus Luas Segitiga a. Rumus Umum Luas Segitiga Pada umumnya semua jenis segitiga memiliki rumus luas yang sama yaitu L = ½ a x t L = luas a = alas t = tinggi Dari segitiga siku-siku di atas maka yang dimaksud dengan sisi alas adalah a, tinggi adalah b dan sisi miring adalah c. Maka, Luas segitiga = ½ a x b. Contoh soal: Hitungkah luas segitiga yang memiliki panjang alas 4 cm dan tinggi 8 cm! Penyelesaian: Dik. a = 4 cm, t = 8 cm Dit. L = …? Jawab: L = ½ a x t = ½ 4cm x 8cm = 16 cm2 3. Pembelajaran luas segitiga di SD Dalam pembelajaran geometri di sekolah dasar hendaknya siswa diajak untuk memahami konsep yang terkandung pada rumus-rumus perhitungannya. Pembelajaran konsep luas suatu bangun datar dapat disajikan berdasarkan pemahaman tentang satuan luas, perhitungan luas berdasarkan banyaknya satuan-satuan luas yang ada pada bangun, generalisasi rumus perhitungan luas secara induktif dan penyajian beberapa latihan. Pembelajaran konsep luas dapat digunakan dalam menentukan luas bangun datar seperti persegi panjang, persegi, segitiga, trapesium, belah ketupat, jajaran genjang dan layang-layang. Pembelajaran konsep luas persegi panjang merupakan bagian awal yang penting bagi siswa sebelum mereka menghitung luas bangun-bangun yang lain. Oleh karenanya konsep tentang luas suatu bangun harus tertanam secara baik melalui pembelajaran luas persegi panjang. Begitupula pada penanaman konsep luas segitiga yang tidak terlepas dari konsep luas persegi panjang. Dalam pembelajaran luas segitiga, kita dapat menyajikan secara intuitif/hampiran maupun formal. Penyajian secara intuitif lebih menekankan pada pemahaman siswa terhadap konsep luas dibandingkan perhitungan luas eksak bangun. Kedua cara ini sangat diperlukan oleh siswa sekolah dasar. Cara hampiran lebih baik untuk siswa SD yang berkenaan dengan taraf berpikirnya yang masih kongkret. Sedangkan cara formal perlu dikembangkan untuk membentuk kemampuan analisis matematika yang akan sangat berguna untuk mempelajari ilmu matematika yang lebih kompleks atau ilmu lainnya yang membutuhkan geometri dalam penyelesaiannya. Berikut ini penjabaran tentang pendekatan pembelajaran luas segitiga secara hampiran dan formal dan keduanya menyajikan pembelajaran dalam kegiatan siswa. Penghampiran luas segitiga menggunakan persegi satuan 1. Kita meminta siswa untuk melukis beberapa segitiga (sebaiknya untuk siswa SD dipilih alas yang mendatar) pada kertas berpetak, seperti ilustrasi pada gambar. 2. Setelah selesai melukis, siswa diminta menghitung luas segitiga dengan cara menghitung banyaknya persegi satuan pada gambar segitiga tersebut. Cara menghitungnya dapat dilakukan dengan manandai (dalam ilustrasi yang dibuat, tanda disajikan dalam bentuk arsiran) persegi-persegi satuan yang luasnya lebih dari separuh, apabila tepat separuh maka setiap dua separuhan, yang ditandai hanya satu saja. 3. Pada ilustrasi di atas kita mendapatkan perhitungan luas berdasarkan intuisi sebagai berikut Nama Segitiga Luas Hampiran ∆ PQR 33 ∆ KLM 56 Cara ini sangat penting diberikan pada siswa untuk pemahaman yang mendalam tentang konsep luas. Perhitungan luas segitiga secara eksak dengan peragaan formal Rumus perhitungan luas segitiga secara eksak dapat ditemukan melalui persegi panjang. Ilustrasi berikutnya dibuat dalam bentuk peragaan oleh guru dalam bentuk kegiatan belajar siswa. Langkah-langkah berikut perlu dilakukan oleh siswa untuk mengembangkan daya kreatifitas siswa melalui kegiatan memotong dan menempel (cut and glue) dari bangun yang kompleks menjadi bangun yang sederhana. Langkah-langkah yang bisa dilakukan yaitu sebagai berikut. 1. Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, terlebih dahulu siswa memahami bagian-bagian segitiga yaitu alas dan tinggi serta memahami luas persegi panjang yaitu panjang kali lebar (L= p x l). 2. Siswa mememotong bangun segitiga (segitiga sama kaki) menjadi dua bagian yang sama yaitu tepat memotong tinggi segitiga. 3. Siswa menghimpitkan potongan-potongan tadi sehingga membentuk suatu bangun persegi panjang. Dari gambar tersebut terlihat bahwa p = t dan l = ½ a 4. Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa Luas segitiga = luas persegi panjang Luas segitiga = p x l Luas segitiga = t x ½ a 5. Untuk selanjutnya istilah panjang diubah menjadi tinggi dan lebar menjadi alas, sehingga diperoleh rumus luas segitiga yaitu t x ½ a atau bisa juga ditulis L = ½ alas x tinggi Selain menggunakan pendekatan segitiga sama kaki, menentukan luas segitiga (segitiga sama sisi, siku-siku, sembarang, dll) dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, terlebih dahulu siswa memahami bagian-bagian segitiga yaitu alas dan tinggi serta memahami luas persegi panjang yaitu panjang kali lebar (L= p x l). 2. Siswa melukis bangun segitiga yang akan dihitung luasnya 3. Siswa melengkapi gambar tersebut menjadi sebuah persegi panjang, misalnya panjangnya = a dan lebarnya = t seperti gambar berikut. Jelas bahwa luas persegi panjang diatas adalah panjang x lebar = a x t 4. Kemudian potong persegi panjang tersebut dan potong bagian-bagian yang diarsir dan tidak diarsir. Bagian yang tidak diarsir merupakan segitiga yang akan dihitung luasnya, sedangkan bagian-bagian yang diarsir harus dipindahkan sehingga terbentuk sebuah segitiga dan meminta siswa untuk membandingkan luas kedua segitiga tersebut. 5. Ternyata kedua segitiga luas sama persis. Ini dapat dibuktikan melalui penghimpitan ke dua bangun yang terbentuk betul-betul berimpit semua sisinya. 6. Lakukan langkah-langkah tersebut beberapa kali dengan ukuran (bentuk) segitiga yang berlainan, misalnya 7. Dengan beberapa contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa 2 x Luas segitiga = Luas persegi panjang Luas segitiga = ½ luas persegi panjang Luas segitaga = ½ a x t 8. Untuk selanjutnya istilah panjang diubah menjadi alas dn lebar menjadi tinggi, sehingga diperoleh rumus luas segitiga yaitu L = ½ a x t   Daftar Pustaka Anonim. 2011. Mencari-Panjang-Sisi-Miring-Segitiga-Siku-Siku-Dengan-Rumus-Phytagoras. Tersedia pada http://wong168.wordpress.com/2011/05/29/mencari-panjang-sisi-miring-segitiga-siku-siku-dengan-rumus-phytagoras/. Diakses pada 26 Oktober 2012. Baskoro, Josef, dkk. 2008. Pemecahan Masalah Matematika. Jakarta Depdiknas. Japa, Gusti Ngurah, dkk. Pendidikan Matematika I. Singaraja: Undiksha. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Momor 41 Tahun 2007 23 November 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Sa`dijah, Cholis. 1998. Pendidikan Matematika II. Jakarta: Depdikbud. Subarinah, Sri. 2006. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.

IBU MA BAPAK

PENGUKURAN STANDAR DAN TIDAK STANDAR

PENGUKURAN SATUAN STANDAR DAN PENGUKURAN SATUAN TIDAK STANDAR 1. Pengukuran dengan Satuan Ukuran Tidak Standar Pengukuran dengan satuan tidak standar adalah kegiatan pengukuran yang menggunakan satuan yang tidak standar (alat ukur yang belum meiliki satuan yang standar). Pengukuran dengan satuan tidak standar biasanya menggunakan benda-benda yang ada di lingkungan sekitar sebagai alat ukur. Alat ukur yang biasa digunakan adalah sebagai berikut. a. Inchi adalah lebar maksimal ibu jari tangan b. Jengkal adalah jarak paling panjang antara ujung jempol tangan dengan ujung kelingking tangan c. Feet atau kaki adalah jarak tumit sampai ujung jari kaki d. Hasta adalah ukuran sepanjang lengan bawah dari siku sampai ujung jari tengah e. Yard adalah jarak pundak sampai ujung jari tangan orang dewasa f. Depa adalah ukuran sepanjang kedua belah tangan dari ujung jari tengan tangan kanan sampai ujung jari tengah tangan kiri. Satuan ukur ini sering digunakan oleh orang-orang zaman dahulu karena ketika itu belum ada alat ukur standar seperti pada saat ini. Selain satuan panjang yang disebutkan di atas, terdapat juga ukuran satuan untuk berat yang tidak standar yang berkembang di masyarakat pada zaman dahulu. Alat ukura berat yang digunakan adalah batok kelapa yang telah dibelah menjadi dua sama besar. Satu kilogram beras sama dengan 2 kali pengisian batok kelapa secara penuh. Banyak masalah yang timbul karena pengukuran dengan satuan tidak standar ini. Hasil pengukuran yang diperoleh setiap orang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh ukuran tubuh setiap orang berbeda-beda. Orang yang memiliki ukuran jari tangan yang panjang akan memili jengkal yang lebih panjang dibandingkan orang yang jmemiliki jari tangan lebih pendek. Dalam proses pembelajaran, siswa akan belajar pengukuran dengan baik apabila mereka memiliki kesempatan untuk mengukur benda-benda yang ada di sekitarnya. Sehingga mereka dapat memahami konsep dasar tentang pengukuran beserta satuan-satuan pengukuran yang digunakan. Siswa diharapkan memiliki konsep dasar tentang pengukuran dengan menggunakan bergai macam alat ukur. Benda-benda yang dapat digunakan untuk memperkenalkan satuan tidak standar, misalnya menggunakan anggota tubuh yang disebutkan di atas (jengkal, hasta, inchi, depa, yard, kaki) sebagai satuan ukuran panjang, pensil dan isi korek api sebagai satuan panjang, potongan-potongan daerah persegi pada kertas berpetak sebagai satuan ukuran luas, dan lain sebagainya. Pengukuran dengan menggunakan satuan kaki Materi: 1. Tali dan gunting 2. Benda-benda di sekitar siswa, seperti meja, kursi, dan lain sebagainya Deskripsi: Siswa diminta untuk bekerja berpasangan. Kemudian guru meminta siswa untuk mengukur kaki temannya dari ujung jempol kaki sampai tumit kaki dengan tali, kemudian memotong tali tersebut dengan gunting sesuai ukuran kaki. Guru menjelaskan kepada siswa untuk menggunakan tali tersebut sebagai ukuran panjang untuk mengukur suatu objek, misalnya panjang dan lebar meja. Setelah semua siswa selesai melakukan kegiatan pengukuran, guru menanyakan hasil pengukuran setiap kelompok. Apakah hasil pengukuran yang didapatkan sama atau bervariasi? Guru membimbing siswa untuk melakukan diskusi tentang hasil pengukuran yang bervariasi. 2. Pengukuran dengan Satuan Ukuran Standar Pengukuran dengan satuan ukuran standar adalah kegiatan pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan satuan standar (alat ukur yang memiliki satuan standar). Pengukuran dengan satuan ukuran standar akan memberikan hasil pengukuran yang relatif sama untuk setiap kali melakukan pengukuran. Terdapat dua sistem dalam pengukuran standar, yaitu pengukuran dengan menggunakan sistem Inggris dan pengukuran dengan sistem metrik. Sistem Inggris berkembang di Negara bagian Eropa. Dalam sistem Inggris, satuan yang digunakan adalah satuan-satuan dengan benda yang ada di lingkungan sekitar, sama halnya seperti satuan tidak baku. Tetapi karena ukuran benda-benda yang dijadikan sebagai alat ukur dalam satuan Inggris bersifat tidak tetap, maka satuan dalam sistem Inggris distandarkan sebagai berikut. Ukuran panjang Ukuran berat 1 mil = 1760 yard 1 yard = 3 feet 1 feet = 12 inci 1 inci = 2,54 cm 1 ton = 1000 kg 1 ons (oz) = 0,02835 kg 1 kuintal = 100 kg 1 pon (lb) = 0,4536 kg 1 slug = 14,59 kg Sistem satuan standar ditetapkan pada tahun 1960 melalui pertemuan para ilmuwan di Sevres, Paris. Sistem satuan yang digunakan dalam dunia pendidikan dan pengetahuan dinamakan sistem metrik, yang dikelompokkan menjadi sistem metrik besar atau MKS (Meter Kilogram Second) yang disebut sistem internasional atau disingkat SI dan sistem metrik kecil atau CGS (Centimeter Gram Second). a. Untuk satuan ukuran panjang konversi dari suatu tingkat menjadi satu tingkat di bawahnya adalah dikalikan dengan 10 sedangkan untuk konversi satu tingkat di atasnya dibagi dengan angka 10. b. Untuk satuan ukuran berat konversinya mirip dengan ukuran panjang namun satuan meter diganti menjadi gram. Untuk satuan berat tidak memiliki turunan gram persegi maupun gram kubik. Contohnya : - 1 kg = 10 hg - 1 kg = 1.000 g - 1 kg = 100.000 cg - 1 kg = 1.000.000 mg - 1 g = 0,1 dag - 1 g = 0,001 kg - 1 g = 10 dg - 1 g = 1.000 mg c. Satuan waktu dalam kehidupan sehari-hari dapat dikonversi ke dalam sistem SI yaitu detik atau sekon. Contohnya sebagai berikut.  1 tahun = 3,156 x 107 detik  1 jam = 3600 detik  1 hari = 8,640 x 104 detik  1 menit = 60 detik Kegiatan-kegiatan yang melibatkan siswa pada kegiatan pengukuran yang menggunakan satuan pengukuran non standar dapat dialihkan secara perlahan dan pasti ke kegiatan pengukuran yang menggunakan pengukuran standar. Dalam mengukur panjang, di samping menggunakan pensil atau satuan kaki, siswa diajarkan menggunakan penggaris dengan satuan centimeter atau satuan lainnya. Untuk melakukan pengukuran dengan satuan ukuran standar, terlebih dahulu siswa harus diingantkan kembali tentang cara mengukur benda dengan menggunakan penggaris. Sebagai awal kegiatan, guru perlu memperkenalkan tentang skala yang ada pada penggaris, yaitu dengan cara memperlihatkan bahwa skala pada bagian atas disebut skala dalam sentimeter dan skala pada bagian bawah adalah skala dalam inchi seperti gambar di bawah ini. Langkah selanjutnya adalah dengan mengajak siswa mengukur suatu benda, misalnya pencil. Guru menuntun siswa untuk memulai pengukuran dengan cara meletakkan pangkal pensil tepat pada angka nol. Kemudian menghimpitkan ujung pensil pensil dengan angka di bawahnya. Guru mengajak siswa untuk menyatakan panjang dari pensil yang diukur tersebut. Selanjutnya guru dapat mengajak siswa untuk mengulangi kegiatan pengukuran dengan menggunakan benda yang berbeda agar siswa memahami tentang cara yang benar dalam melakukan pengukuran. Walaupun Negara Indonesia menerapkan sistem metrik, tidak ada salahnya apabila siswa diperkenalkan satuan-satuan pengukuran Sistem Inggris. Melalui kegiatan pengukuran secara praktis dengan menggunakan alat pengukuran, siswa akan memahami satu meter lebih panjang sari satu yard, satu kilogram lebih berat dari dua pon, dan sebagainya. Hal yang sangat bermanfaat adalah meminta siswa untuk mengerjakan latihan berkenaan dengan pengubahan satuan metrik ke satuan Inggris dan sebaliknya. Contoh soal 1: a. 3 km = . . . . m Jawab: 1 km = 1.000 m 3 km = 3 × 1.000 m = 3.000 m Contoh soal 2: 3 km + 2 hm = . . . . dam Jawab: 1 km = 300 dam 2 hm = 20 dam 3 km + 2 hm = 300 dam + 20 dam = 320 dam Contoh soal 3: Marbun, Abid, Ema, dan Menik satu regu dalam kegiatan Pramuka. Mereka masing-masing membawa tongkat yang panjangnya 175 cm. Berapa meter jumlah panjang tongkat mereka? Penyelesaian: Ada 4 anggota regu, yaitu Marbun, Abid, Ema, dan Menik Masing-masing membawa tongkat yang panjangnya 175 cm. Jumlah panjang tongkat = 4 × 175 cm = 700 cm = 7 meter

Selasa, 01 Januari 2013

Penilaian

1. Metode Tes A. Pengertian Tes Secara harafiah, kata “tes”berasal dari bahasa perancis kuno yaitu testum yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Dalam bahasa inggris ditulis dengan test yang dalam bahasa Indonesia ditterjemahkan dengan “tes”, “ujian” atau “percobaan”. Ada beberapa istilah yang memerlukan penjelasan sehubungan dengan uraian di atas yaitu test,testing,tester dan testee. Test merupakan alat atau prosedur yang digunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian; testing berarti saat dilaksanakannya pengukuran dan penilaian. Tester adalah orang yang melaksanakan tes. Dan testee adalah pihak yang sedang dikenai tes. Tes merupakan sejumlah pertanyaan yang memilki jawaban benar atau salah. Tes diartikan juga sebagai sejumlah pertanyaan yang membutuhkan jawaban, atau sejumlah jawaban yang harus diberikan tanggapan dengan tujuan mengukur tingkat kemampuan seseorang atau mengungkapkan aspek tertentu dari orang yang dikenai tes. Menurut Gronlund tes merupakan suatu prosedur yang sistematis untuk mengukur sampel perilaku yang representative tentang tugas-tugas pembelajaran peserta didik. Pendapat lain menyatakan test adalah seperangkat pertanyaan atau tugas-tugas untuk menentukan bentuk-bentuk respon yang berkenaan dengan perilaku peserta didik. Menurut Nitko tes adalah suatu instrument yang sistemattis untuk mengobservasi dan menggambarkan satu atau lebih ciri-ciri peserta didik dengan menggunakan skala numerik atau klasifikasi tertentu Menurut pendapat-pendapat yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan tes adalah instrument atau alat atau prosedur yang sistematis yang terdiri dari atas seperangkat pertanyaan atau tugas-tugas untuk mengukur suatu perilaku tertentu pada peserta didik dengan menggunakan skala numeric atau kategori tertentu. B. Fungsi Tes Secara Umum Secara umum, ada dua macam fungsi yang dimilki oleh tes, yaitu: 1. Sebagai pengukur terhadap peserta didik. Dalam hal ini fungsi test berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu. 2. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui test tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan, telah dapat dicapai. C. Penggolongan Tes Tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis atau golongan, tergantung dari segimana dan alasan apa penggolongan tes itu dilakukan. 1. Penggolongan tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan/kemajuan belajar peserta didik a. Tes Seleksi Tes seleksi atau yang lebih kita kenal dengan tes ujian masuk atau ujian saringan. Tes ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon siswa baru. Tes ini digunakan untuk menyeleksi siswa-siswa terbaik dari begitu banyaknya pelamar yang mengikuti tes Sesuai dengan sifatnya, yaitu menyeleksi atau melakukan penyaringan maka materi tes seleksi terdiri atas butiran-butiran soal yang cukup sulit. Sehingga hanya orang-orang yang mempunyai kemampuan tinggi saja yang dapat lolos dari soal-soal tersebut. Tes seleksi dapat dilaksanakan secara lisan, secara tertulis dengan tes perbuatan dan dapat pula dilaksanakan dengan mengkombinasikan ketiga jenis tes tersebut secara serempak. b. Tes Awal Test awal atau lebih sering dikenal dengan istilah pre-tes. Tes jenis ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana materi yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik. c. Tes Akhir Tes akhir atau lebih dikenal dengan istilah post-tes. Tes akhir dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik. d. Tes Diagnostik Tes diagnostic adalah tes yang dilaksankan untuk menentukan secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu. Dengan diketahuinya jenis-jenis kesukaran yang dihadapi oleh pserta didik maka lebih lanjut akan dapat dicarikan upaya berupa pengobatan yang tepat. Tes ini dapat dilakukan secara lisan, tertulis,perbuatan atau kombinasi ketiganya. e. Tes Formatif Tes formatif adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui sudah sejauhmana peserta didik “telah terbentuk” setelah mereka mengikuti mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Tes formatif biasanya dilakukan ditengah-tengah perjalanan program pengajaran. Tindak lanjut yang perlu dilakukan setelah diketahui hasil tes formatif adalah: 1. Jika materi yang diteskan itu telah dikuasai dengan baik, maka dilanjutkan dengan pokok bahasan yang baru. 2. Jika ada bagian-bagian yang belum dikuasai, maka sebelum dilanjutkan dengan pokok bahasan baru, terlebih dahulu diulangi atau dijelaskan lagi bagian-bagian yang belum dikuasai peserta didik . Dan tujuan dari tes formatif itu adalah untuk memperbaiki tingkat penguasaan peserta didik dan sekaligus juga untuk memperbaiki proses pembelajaran. f. Tes Sumatif Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai dilakukan. Tes sumatif dilaksanakan secara tertulis, agar semua siswa memperoleh soal yang sama. Yang menjadi tujuan utama dari tes sumatif adalah untuk menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan peserta didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu, sehingga dapapt ditentukan: 1. Kedudukan dari masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya. 2. Dapat atau tidaknya peserta didik untuk mengikuti program pengajaran berikutnya. 3. Kemajuan peserta didik, untuk diinformasikan kepada pihak orang tua, petugas bimbingan dan konseling, lembaga-lembaga pendidikan lainnya yang tertuang dalam bentuk rapor. 2. Penggolongan tes berdasarkan aspek psikis yang ingin diungkapakan Ditilik dari segi aspek kejiwaan yang ingin diungkapkan, tes setidak-tidaknya dapat dibedakan menjadi lima golongan yaitu: a. Tes intelegensi, yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untk mengungkapkan atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang. b. Tes kemampuan, yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkapkan kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki oleh testee c. Tes sikap, yakni salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk mengungkapkan kecendrungan seseorang untuk melakukan suatu respon tertentu terhadap dunia sekitarnya , baik berupa individu-individu maupun objek-objek tertentu. d. Tes kepribadian, yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkapkan ciri-ciri khas dari seseorang yang banyak sedikitnya bersifat lahiriah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara, hobi dan lain-lain e. Tes hasil belajar, yang sering dikenal dengan istilah tes pencapaian, yakni tes yang biasa digunakan untuk mengungkapkan tingkat pencapaian prestasi belajar. Tes belajar atau tes prestasi belajar dapat didefinisikan sebagai cara dalam pengukuran dan penilaian hasil belajar, yang berbentuk tugas dan serangkaian tugas-tugas yang harus dijawab oleh testee, sehingga didapatkan hasil yang melambangkan tingkah laku . 3. Penggolongan lain-lain Dilihat dari segi banyaknya orang yang mengikuti tes, tes dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu: 1. Tes individual, yakni tes di mana tester hanya berhadapan dengan satu orang testee saja. 2. Tes kelompok, yakni tes di mana tester berhadapan dengan lebih dari satu orang testee. Dilihat dari segi waktu yang disediakan bagi testee untuk menyelesaikan tes, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: 1) Power test, yakni tes di mana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut tidak dibatasi, dan; 2) Spedd test, yakni tes dimana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut dibatasi. Dilihat dari segi bentuk responnya, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: 1) Verbal tes, yaitu suatu tes yang menghendaki respon yang tertuang dalam bentuk ungkapan-ungkapan kata baik secara lisan maupun tertulis. 2) Nonverbal tes, yakni tes yang menghendaki respon dari testee bukan berupa ungkapan kata-kata, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku; jadi respon yang dikehendaki muncul dari testee atau perbuatan atau gerakan-gerakan tertentu. Akhirnya, apabila ditinjau dari segi mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawabannya, tes dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: 1) Tes tertulis, yakni jenis tes dimana tester di dalam menggajukan butiran-butiran pertanyaan dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawabannya secara tertulis 2) Tes lisan, yakni tes di mana tester di dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan dilakukan secara lisan, dan testee memberikan jawabannya secara lisan pula. 2. Metode Observasi A. Pengertian Metode Observasi Metode observasi terdiri dari dua kata, yakni metode dan observasi. Metode menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesua dengan yang dikehendaki, sedangkan observasi merupakan peninjauan secara cermat. Jadi dapat disimpulkan bahwa metode observasi adalah kegiatan peninjauan secara teratur untuk melaksanakan pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Menurut Anas Sudijono (2006;76) menyatakan bahwa observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pecatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Sedangkan menurut Endang Poerwanti (2008;3-19) observasi adalah kegiatan mengkaji perilaku kelas, interaksi antara siswa dan guru dan faktor yang dapat diamati lainnya terutama keterampilan/kecakapan sosial. Menurut Sunaryo Kartadinata, Ahmad dan Nani M.S (2008;34) menyatakan bahwa observasi adalah teknik atau cara untuk mengamati suatu keadaan atau suatu kegiatan (tingkah laku) dengan menggunakan panca indra terutama penglihatan. Jadi dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa metode observasi adalah kegiatan mengamati menggunakan panca indera secara sistematis untuk memperoleh informasi tentang suatu keadaan, kegiatan (tingkah laku), dan keterampilan serta kecapakan sosial. B. Tujuan Metode Observasi Menurut Anas Sudijono Tujuan utama observasi antara lain : 1. Mengumpulkan data dan inforamsi mengenai suatu fenomena, baik yang berupa peristiwa maupun tindakan, baik dalam situasi yang sesungguhnya maupun dalam situasi buatan 2. Mengukur perilaku kelas (baik perilaku guru maupun peserta didik), interaksi antara peserta didik dan guru, dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya, terutama kecakapan sosial (social skill) 3. Menilai tingkah laku individu atau proses yang tejadi dalam situasi sebenarnya maupun situasi yang sengaja dibuat. C. Jenis-Jenis Metode Observasi Telah dijelaskan diatas bahwa observasi memiliki fungsi sebagai alat evaluasi untuk menilai dan mengukur tingkah laku bahkan hasil belajar. Menurut Anas Sudijono, terdapat beberapa jenis observasi, diantaranya adalah. 1. Observasi Partisipatif Dimana sebagai observer disini adalah guru yang sedang mengemati tingkah laku siswa secara langsung. Jadi pada jenis observasi ini observer (orang yang mengobservasi) terlibat secara langsung dengan orang yang diobservasi. 2. Observasi Non Partisipatif Dimana observer seolah-olah hanya sebagai penonton belaka. 3. Observasi Experimental, dimana observer memberikan kondisi tertentu kepada siswa yang sedang diamati. 4. Observasi Nonexperimental, dimana pelaksanaannya dilakukan secara sepintas lalu saja, dan memperhatikan tingkah laku siswa tandap adanya pengkondisian. 5. Observasi sistematis Dimana observasi yang dilakukan berlandaskan sesuai dengan kerangka kerja yang telah ditetapkan dan diatur. Dengan kata lain, kegiatan observasi ini terlebih dahulu telah membuat perencanaan yang matang. 6. Observasi non sistematis Kegiatan observasi yang dilakukan tidak dibatasi oleh kerangka kerja yang pasti, dan semata-mata dibatasi oleh tujuan dari observasi itu sendiri Bungin (dalam Rahardjo, 2011) menyebutkan terdapat beberapa bentuk observasi diantaranya. 1. Observasi partisipasi adalah (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat dalam keseharian informan 2. Observasi tidak terstruktur ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan. 3. Observasi kelompok ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian Jadi dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa jenis observasi dapat kita golongkan menjadi beberapa kategori, yaitu. 1. Berdasarkan posisi observer (orang yang mengamati) terdapat 2 jenis observasi yakni observasi partisipasi dan observasi non partisipasi 2. Berdasarkan sifatnya terdapat 2 jenis observasi yakni observasi terstruktur/sistematis dan observasi tidak terstruktur/non sistematis. 3. Berdasarkan kegiatan observer (orang yang mengobservasi) terdapat 2 jenis observasi yakni observasi experimental dan non experimental. 4. Berdasarkan objeknya, terdapat 2 jenis observasi yakni observasi kelompok dan observasi individu. D. Keunggulan dan Kelemahan Metode Observasi Penilaian hasi belajara yagn dilaksanakan dengan melakukan observasi itu memiliki keunggulan dan kelemahan. Menurut Anas Sudijono (2006;81-82) menjelaskan kelemahan dan keunggulan metode Observasi. 1. Keunggulan metode observasi a. Data yang diperoleh bersifat objektif, yakni benar-benar melukiskan aspek-aspek kepribadian anak sebenarnya. b. Data yang diperoleh mencakup berbagai aspek kepribadian masing-masing individu. 2. Kelemahan metode observasi a. Seorang yang mengamati (observer) haruslah memiliki kecakapan atau keterampilan dalam melakukan observasi. Jika seseorang (observer) tersebut tidak memiliki keterampilan yang memadai maka hasil yang diperoleh pun tidak maksimal dan tindak lanjutnya pun tidak maksimal. b. Kepribadaian dari observer seringkali mewarnai atau menyelinap ke dalam penilaian yang dilakukan dengan cara observasi. Prasangak yang melekat pada diri observer dapat mengakibatkan suliti dipisahkannya mengenai tingkah laku peserta didik yang diamati. c. Data yang diperoleh dari kegiatan observasi barulah mengungkapkan “kulit luarnya saja” namun apa yang sebenarnya terjadi belum diungkapkan secara tuntas. Oleh karena itu tidak cukup dengan observasi saja namun juga perlu dilakukan cara lainnya. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2003). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Kartadinata, S., Ahmad, & Sugandi, N. M. (2008). Bimbingan Konseling SD. Jakarta: DIKTI. Mansyur, & Rasyid, H. (2007). Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana Prima. Poerwanti, E. (2008). Asesmen Pembelajaran SD. Jakarta: DIKTI. Rahardjo, M. (2011, Juni 10). Metode Pengumpulan Data Kuantitatif. Retrieved September 26, 2012, from http://mudjiarahardjo.com/component/ content/336.html?task=view Sudijono, A. (2006). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
KLASIFIKASI ALAT UKUR A. Alat Ukur Tes 1. Hakikat Tes Menurut Cronbach, salah satu alat untuk mengukur adalah tes. Tes sebagai alat ukur adalah suatu prosedur yang sisitematis untuk membandingkan perilaku beberapa orang. Sedangkan menurut Fernandes tes adalah suatu prosedur yang sistematis untuk mengamati perilaku seseorang dan mengamati perilaku seseorang dan menggambarkannya dengan skala numerik. Sementara itu menurut Groundland dan Lim tes merupakan suatu instrument atau prosedur yang sistematis untuk mengukur perilaku tertentu. Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan tes adalah suatu prosedur yang sistematis untuk mengukur dan membandingkan perilaku serta menggambarkannya dengan skala numerik. Menurut Brown pengukuran adalah pemberian tanda dengan angka terhadap perilaku menurut aturan tertentu. Menurut Kerlinger pengukuran adalah pemberian angka-angka pada objek-objek atau kejadian-kejadian menurut suatu aturan. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Nunnally, menurut Nunnally pengukuran terdiri dari aturan-aturan untuk mengenakan bilangan kepada objek itu. Dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah pemberian angka terhadap objek tertentu dengan menggunakan aturan-aturan tertentu. Menurut Grounlund menyatakan tes prestasi belajar adalah suatu prosedur sistematis untuk mengukur sampel yang representative dengan tugas-tugas pembelajaran peserta didik . Pendapat yang lebih mengkhusus dikemukakan oleh kedua ahli ini, menurut Salvia dan Ysseledyke tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas-tugas untuk menentukan bentuk-bentuk respon yang berkenaan dengan perilaku peserta didik yang dicari. Menurut Nitko tes adalah suatu instrument atau prosedur yang yang sistematis untuk mengobservasi dan menggambarkan satu atau lebih ciri-ciri peserta didik denggan menggunakan skala numerik atau klasifikasi tertentu. Jadi dapat disimpulkan yang dimaksud dengan tes adalah suatu prosedur yang sistematis terdiri atas tugas-tugas untuk mengukur suatu periilaku tertentu dari peserta didik dengan menggunakan skala numerik. 2. Tes Formatif Secara umum dapat dikatakan tes formatif adalah alat atau seperangkat pertanyaan atau tugas-tugas yang digunakan untuk melaksanakan evaluasi formatif. Tes formatif adalah salah satu penilaian untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu program pembelajaran dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan efektifitas proses pembelajaran. Menurut Tessmer yang dimaksud dengan evaluasi formatif adalah merupakan satu tahapan kegiatan yang dilakukan pada saat suatu bagian materi pelajaran telah usai diberikan kepada peserta didik. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik memahami mata pelajaran yang telah dipahami dan mengetahui kelemahan-kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh umpan balik yang tepat sehingga proses pembelajaran bisa disempurnakan lebih baik lagi. Menurut Pohpam evaluasi formatif menunjuk pada proses penilaian program pembelajaran dengan maksud untuk memperbaiki program pembelajaran. Selanjutnya, menurut Tessmer evaluasi formatif memiliki empat bentuk atau tipe dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) pandangan ahli (ekspertreview), (2) penilaian orang-perorang (one-to-one eevaluation), (3) kelompok kecil (small group), (4) tes lapangan (field tes). Dalam evaluasi formatif biasanya dilakukan pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung atau setelah selesai membahas satu sub pokok bahasan, misalnya saja dalam bentuk ulangan harian atau kuis kecil. Evaluasi formatif dapat dilakukan berkali-kali dalam satu satuan program pembelajaran. Dan sebaiknya setiap akhir sub pokok bahasan dilakukan setiap akhir pembelajaran dengan maksud untuk memantau penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran tersebut. Dalam hubungan ini menurut Bloom, Hasting, dan Madaus menyatakan bahwa evaluasi formatif tidak hanya digunakan untuk pembuatan kurikulum, tetapi juga untuk memperbaiki proses pembelajaran dan cara belajar peserta didik. Evaluasi formatif digunakan untuk menilai proses pembuatan kurikulum, proses pembelajaran dan cara belajar peserta didik dengan tujuan untuk memperbaiki setiap proses-proses tertentu. Berdasarkan uraian dan berbagai pernyataan berikut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tes formatif adalah tes yang digunakan untuk mengukur dalam memantau kemajuan peserta didik, selama proses pembelajaran berlangsung dalam satu program pembelajaran tertentu. Misalnya pada satu sub pokok bahasan dalam pembelajaran. Selain itu, tes formatif juga bermanfaat memberikan umpan balik kepada peserta didik, guru-guru, dan penyusun kuurikulum guna memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam proses pembelajaran, baik pada peserta didik maupun guru. Melalui umpan balik tersebut diharapkan peserta didik dapat menguasai materi pelajaran secara optimal, dan pendidik dapat memperbaiki program pembelajaran, metode, media, dan sistem evaluasi yang digunakan. 3. Bentuk Tes Formatif Menurut bentuknya, tes formatif dapat berbentuk tes esai dan tes objektif dalam berbagai variasi. Menurut Pohpam menyatakan bahwa tes tertulis dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu: (1) soal-soal jawaban memilih yang terdiri dari butir-butir soal pilihan ganda dan butir-butir soal menjodohkan, dan (2) soal-soal jawaban tersusun atau terstruktur yang terdiri dari butir-butir soal jawaban singkat dan butir soal esai. Sementara itu menurut pendapat Wiersma dan Jurs menyatakan bahwa terdapat dua bentuk utama butir-butir tes yang secara umum disebut tes objektif dan esai, yaitu masing-masing memiliki format yang bervariasi. Dengan begitu tes tertulis terdiri atas: (1) tes objektifatau tes jawaban memilih dengan berbagai variasi, seperti bentuk pilihan benar-salah, pilihan ganda, dan butir soal menjodohkan; dan (2) tes esai atau tes jawaban tersusun atau terstruktur yang terdiri dari butir tes jawaban singkat dan butir tes uraian esay. Menurut Grounlund dan Lin, bentuk tes secara khusus yang digunakan didalam kelas dibedakan menjadi dua kategori umum, yaitu: (1) butir tes objektif yang menuntut peserta didik untuk mengisi satu kata atau dua kata, atau memilih jawaban yang benar dari sejumlah alternative; dan (2) tes esai yang memberi kesempatan kepada peserta didikuntuk memilih, mengatur dan mengemukakan jawaban dalam bentuk uraian. Ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa pada umumnyaa ada dua bentuk butir tes, yaitu: (1) butir tes objektif yang menuntut peserta didik untuk memilih jawaban yang benar dari beberapa alternative atau mengisi satu kata atau kalimat pendek untuk menjawab atau melengkapi pernyataa; dan (2) butir tes ssubjektif atau esai yang member kebebasan kepada peserta didik untuk menyusun atau mengemukakan jawaban yang orisinil. Berikut ini uaraian dari masing-masing bentuk tes a. Tes Objektif Menurut Grounlund dan Lin secara umum dapat dibagi menjadi bentuk butiran tes sebagai berikut, yaitu: (1) bentuk tes soal mengisi jawaban (supply tipe), yakni butiran soal jawaban singkat (short answer). Dan butir melengkapi (completion). (2) yang termasuk butir tes yang meminta peserta didik untuk memilih jawaban, yakni butir soal benar-salah, menjodohkan dan pilihan ganda. Menurut Ebel tes objektif yang paling sering digunakan adalah tes pilihan ganda, menjdohkan dan benar salah. Dan diantara ketiga tes tersebut tes pilihan gandalah yang paling sering digunakan. Tiga bentuk tes jawaban singkat dibedakan menjadi tiga variansi, yaitu bentuk pertanyaan, melengkapi, dan asosiasi. Karena tes pilihan ganda adalah tes yang paling sering digunakan, maka penjelesan berikut ini lebih mengkhusus pada pilihan ganda. menurut Nitko menjelaskan bahhwa butir tes pilihan ganda terdiri dari satu atau lebih kalimat pengantar dan diikuti oleh daftar tentang dua atau lebih jawaban sugestif. Sementara itu menurut Ebel memberikan petunjuk sebagai berikut: (1)susunan tes pilihan ganda berdasarkan ide-ide yang bermakna, relevan dan indepeden, (2) pilih topic dan ide, kemudian tulis butir soal pilihan ganda yang mampu memaksimalkan daya beda butir-butir tersebut, (3) susun draf awal dan adakan revisi, sehingga penggabungan menjadi seperangkat tes akhir dan menjadi sempurna, (4) awali pertanyaan dengan pernyataan yang tidak lengkap dan disertai jawaban yang teepat serta dilengkapi dengan jawaban yang salah tapi masuk akal,(5) susunan jawaban yang benar sedemikian rupa atau secara acak tanpa menampakan adanya petunjuk kea rah jawaban benar tersebut, (6) pilihan susunan pengecoh sedemikian rupa sehingga menjadi salah, tetapi tampak masuk akal, khususnya bagi peserta didik yang bodoh. Menurut Hopkin dan Antes ada beberapa penyusunan teks yang lebih sederhana dan mudah, yaitu (1) definisi tugas-tugas dalam pertanyaan yang jelas, (2) tulis alternative jawaban pada akhir pertanyaan, (3) tempatkan sebanyak mungkin pada kata-kata pertanyaan, (4) hindari penggunaan kata-kata negative, (5) hindari pertanyaan yang mengarah pada alternative jawaban benar-salah, (6) buat alternative jawaban yang parallel,(7) tulis alternative jawaban secara vertical, (8) hindari jawaban “semua di atas”, (9) buat alternative jawaban yang sama panjang, (10) hilangkan petunjuk ke jawaban yang benar, (11) buat pengecoh yang masuk akal, (12) usahakan stemnya dalam bentuk pertanyaan, (13) control tingkat kesulitan yang sulit sehingga presenttase jawaban yang benar separuhnya, (14) hindari kemungkinan menebak,(15) gunakan jawaban “ tidak ada jawaban benar” hanya kalau tidak ada jawaban lain, (16) susun alternative jawaban sesuai dengan abjad dan urutan lain, (17) letakan jawaban benar secara acak, dan (18) usahakan memiliki empat sampai lima altenatif jawaban. Masing-masing tes memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan tes objektif, antara lain dapat mengurangi subjektivitas dalam pemberian skor, menuntut kemampuan tertentu untuk membedakan pilihan yang tepat, lebih cepat untuk mengoreksi pekerjaan siswa, bisa mencangkup materi pelajaran secara komprehensif, dan bisa menguuji peserta didik dalam jumlah besar sekaligus. Sedangkan kelemahannya adalah : sulit untuk menyusun butir soal yang baik, membutuhkan waktu cukup lama untuk menyusunnya, megandung sifat coba-coba, dan kurang bisa melatih peserta didik untuk memecahkan masalah serta kurang berpikir evaluative, divergen yang bersifat holistic, lateral, intuitif, imajinatif, dan kreatif. Dan sehubungan dengan adanya kelebihan dan kelemahan dari tes objektif, menurut Ebel tes objektif hendaknya digunakan dalam kondisi sebagai berikut: (1) kelompok yang diberikan tes jumlahnya besar attau banyak,dan tes akan digunakan kembali, (2) realibilitas skor tes yang tinggi harus diperoleh seefesien mungkin, (3) kejujuran penilaian, keterbukaan, dan bebas dari “ halo effect”, (4) pengajar atau pendidik lebih percaya akan kemampuannya untuk meenyusuun butir-butir soal objektif secara jelas dibandingkan dengan kemampuannya untuk menilai jawaban tes esai secara jelas, dan (5) lebih menekankan pada laporan skor tes daripada kecepatan menyiapkan tes. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan tes objektif adalah butir tes yang menunutut jawaban memilih, yang terdiri dari butir tes bentuk jawaban benar salah , menjodohkan, dan pilihan ganda dalam berbagai variansi; dan butir soal yang menuntut jawaban singkat dan butir tes melengkapi. b. Tes Uraian Tes uraian atau yyang lebih dikenal dengan tes subjektif karena proses pemberian skornya dipengaruhi oleh opini atau penialai dari pendidik atau pemeriksa tes tersebut. Jenis tes esay menghendaki peserta didik untuk mengorganisasikan , merumusskan dan mengemukakan jawabannya sendiri. Menurut Hopkins dan Atens menyatakan bahwa tes esay adalah tes untuk mengembangkan jawaban atau respon peserta didik secara penuh. Sementara itu menurut Marhens dan Lehman, tes esay dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu tes esai jawaban terbuka, dan tes esay jawanban terbatas. Pada tes esay jawaban terbuka , mengijinkan peserta didik untuk mendemontrasikan kecakapannya untuk; (1) menyebutkan atas pengetahuan factual, (2) menilai pengetahuan faktualnya, (3) menyusun ide-idenya, (4) mengemukakan idenya secara logis dan koheren. Sedangkan pada tes jawaban terbatas peserta didik lebih dibatasi pada bentuk dan ruanglingkup jawabannya, karena secara khusus dinyatakan konteks jawaban yang harus diberikan oleh peserta didik. Kelebihan dan keunggulan tes esay, yaitu: (1) secara relative lebih mudah untuk menyiapkan butir soalnya dibandingkan dengan menyusun butir soal pilihan ganda, (2) merupakan alat yang bisa mengukur kecakapan peserta didik untuk menyusun jawaban dan meengemukakannya dalam prosa, (3) dapat membantu pendidik untuk melihat kejujuran peserta didik dengan member tekanan pada kemampuan peserta didik untuk mengisi jawaban benar, (4) dapat membantu merangsang hasil yang baik bagi tes pembelajaran peserta didik. Disamping keunggulannya, tes uraian juga memiliki kelemahan yaitu: (1) terbatas pada cakupan materi yang bisa diukur, khususnya pada bentuk tes esai jawaban terbuka, dan (2) memiliki realibilitas keterbacaan yang rendah. Menurut Wiersma dan Jurs, kelbihan tes esai adalah memiliki potensi untuk mengukur hasil belajar pada tingkatan yang lebih tinggi dan kompleks. Pada tes esai peserta didik dibberi kesempatan peserta didik untuk menyusun, menganalisis, dan mensitesis ide-ide, dan peserta didik harus mengembangkan sendiri buah pikirannya serta menuliskannya dalam bentuk yang tersusun. Sedangkan kelemahannya adalah berrkaitan dengan penskoran. Dan dalam hubungan ini, menurut Hopkins dan Stanley mengemukakan keterbatasan tes esai adalah sebagai berikut. (1) tidak konsistennya pembaca ( reader reability), (2) adanya efek dari kecendrungan menilai yang dipengaruhi oleh keadaan lain(halo effect), (3) akibat yang timbul adanya pengaruh pada jawaban butir soal sebeluumnya (item-to-item carryover effects), (4) akibat yang timbul dari tes sebelumnya (test-to-tes- carryover effects), (5) akibat yang timbul karena urutan penilaian (order effects), (6) akibat yang timbul karena bentuk tulisan atau bahasa (language mecganics effects). Sedangkan kelebihan tes esai adalah bahwa dengan tes esai, mampu untuk mengukur tingkat berpikir lebih tinggi dan kompleks serta bisa mengembangkan sikap untuk meemccahkan masalah. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tes esai, berikut ini akan diuraikan mengenai beberapa petunjuk praktis dalam menyusun butir tes esai. Dan menurut Hopkins dan Stanley mengajurkan bahwa untuk menyusun tes esai yang baik perlu memperhatikan langkah—langkah berikut. (1) siapkan secara pasti perlengkapan yang diperlukan dalam menyiapkan peserta didik untuk mengikuti ujian dengan tes esai, (2) yakinkan bahwa pertanyaan – pertanyaan telah tefokus dan disiapkan dengan secara hati-hati, (3) isi dan panjang pertanyaan disusun sedemikian rupa, (4) gunakan teman-teman sejawat untuk member masukan terhadap tes yang disusun, (5) hindari ppenggunaan pertanyaan pilihan, (6) kecuali untuk kemampuan menulis, batasi penggunaan tes esai pada tujuan pembelajarannya, (7) pada umumnya, beberapa pertanyaan singkat lebih baik disiapkan untuk mengurangi pertanyaan-pertanyaan yang digunakan untuk mengukur prestasi secara umum. Selanjutnya menurut lin dan Gronlund menyusun tes esai hendaknya memperhhatikan beberapa petunjuk sebagai berikut. (1) batasi penggunaan tes esai pada hasil belajar yang tidak bisa diukur dengan objektif, (2) susun pertanyaan yang akan mengungkapkan perilaku yang menentukan hasil belajar, (3) susun pertanyaan sedemikian rupa sehingga tugas-tugas yang harus dikerjakan peserta didik bisa dipahami dengan jelas, (4) berikan batas waktu untuk setiap pertanyaan, (5) hindari penggunaan pertanyaan yang bersifat pilihan. Lebih lanjut akan dijelaskan bahwa dalam pemberian skor hendaknya mengikuti petunjuk-petunjuk berikut ini, yaitu: (1) siapkan garis besar jawaban yang diharapkan, (2) gunakan metode penskoran yang paling tepat, yakni dengan metode analitik, (3) tentukan bagaimana menangani faktor-faktor yang tidak relevan dengan hasil belajar yang akan diukur, (4) berikan penialian untuk semua jawaban peserta didik pada satu nomor pertanyaan sebelum beralih pada nomor pertanyaan berikutnya, (5) jika memungkinkan, berikan nilai pada jawaban-jawaaban peserta didik tanpa memperhatikan identitas, (6) gunakan dua atau lebih penilaian bebas jika keputusan penting akan diambil atau dibuat. Menurut Mehrens dan Lehmann juga memberikan beberapa petunjuk tentang penyusunan tes esai yang baik, yaitu: (1) memberikan waktu dan pikiran yang cukup untuk mmenyusun pertanyaan tes esai, (2) pertanyaan hendaknya ditulis sedemikian rupa sehingga memperoleh bentuk perilaku yang akan diukurnya, (3) pertanyaan esai yang disusun dengan baik akan membuat peserta didik mengerti tentang kerangka jawaban yang harus dikejarkan, (4)tentukan dengan penguasaan faktaa-fakta apa yang akan dipertimbangkan dalam menilai jawaban tes esai, (5) hindari menyediakan pertanyaan pilihan dalam tes esai, (6) gunakan sejumlah besar pertanyaan yang menuntut jawaban singkat daripada hanya menyediakan sedikit pertanyaan yang memerlukan jawaban panjang, (7) jagan memulai pertanyaan dengan kata-kata, seperti: daftarlah, siapakah, apakah, tahukah anda, (8) sesuaikan kompleksitas dan panjang jawaban yang diharapkan dengan tingkat kematangan peserta didik, (9) jika memungkinkan, gunakan pertanyaan bentuk novel, (10) siapkan kunci jawaban. Penjelasan tentang penilaian tes esai adalah sebagai berikut, yaitu (1) gunakan metode yang tepat untuk mengurangi bias, (2) berikan perhatian hanya pada aspek-aspek jawaban yang signifikan dan relevan, (3) hhati-hati, jangan terpengaruh oleh aspek pribadi yang dinilai, (4) terapkan patokan yang sama untuk semua lembar jawaban peserta didik. Dan dalam penyusunan tes esay, terdapat sejumlah kata-kata kunci yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) analisis,(2) berikan komentar,(3) bandingkan, (4) perbedaan antara dua hhal atau lebih, (5) berikan kritik, (6) definisikan, (7) diagram, ilustrasi, (8) diskusikan, (9) berikan penilaian, (10) jelaskan, hubungkan, (11) berikan alasan, buktikan, (12) buat daftar, (13) buat garis besar, (14) buat ringkasan, (15) berikan deskripsi tentang kemajuan secara runtut. Menurut Wiersma dan Jurs, prosedur penilaian hendaknya mengikuti langkah-langkah berikutini: (1) siapkan dafatr yang jelas tentang konsep-konsep, fakta-fakta dan lain-lain yang dianggap penting yang termasuk dalam jawaban soal, serta bekerjalah berdasarkan garis besar model jawaban yang diinginkan, (2) bacalah sejumlah sampel dari jawaban-jawaban tersebut tanpa memberikan skor dengan maksud untuk memperoleh gambaran tentang kualitas jawaban yang bisa diharapkan,(3) jika memungkinkan, bacalah lembaran kerja peserta didik tanpa memperhatikan identitas peserta didik untuk menghindari adanya “halo effect” seperti member skor yang tinggi kepada peserta didik, (4) beri skor untuk semua jawaban peserta didik pada satu nomor soal sebelum member skor pada butir soal berikutnya, sehingga bisa menjaga kekonsistenan skor, (5) atur kembali lembaran kerja peserta didik secara random setelah pemberian skor untuk tiap butir soal, sehingga posisinya tidak sama, (6) jika jumlah skor yang akan diberikan skor cukup banyak, aturlah waktu pemeriksaan tersebut sedemikian rupa dengan maksimal untuk mengurangi kelelahan dan kebosanan. Jadi kesimpulan dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tes esai adalah butir tes yang menuntut peserta didik untuk menyusun, merumuskan dan mengemukakan sendiri jawabannya menurut kata-katanya sendiri secara bebas. Tes esai dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu tes esai yang menginginkan jawaban luas dan terbuka dan tes esai yang menginginkan jawaban terbatasatau terstruktur. Disamping itu tes esai memiliki beberapa keunggulan, seperti: dapat mengukur aspek kemampuan yang tinggi dan kompleks. Selain keunggulan tes esai juga memiliki kelemahan, yaitu: sulit memberikan skor secara objektif, sehingga tingkat reabilitasnya lebih rendah dari tes objektif. Namun secara keseluruhan tes esai jauh lebih unggul daripada tes objektif, karena dapat mengukur dari kemampuan yang paling rendah sampai tinggi. Untuk mengatasi kelemahan pada tes esai dapat dilakukan dengan cara mengikuti secara cermat petunjuk-petunjuk penulisan tes esai. Selain itu penskoran harus dilakukan oleh orang yang membuat soal. 4. Prinsip-Prinsip Umum Menurut Gronlund, tes buatan guru harus disusun dengan memperhatikan prinsip dasar penyusunan tes hasil belajar yaitu (1) mengukur hasil belajar yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan pembelajaran, (2) mengukur secara representatife materi pelajaran yang tercakup dalam pembelajaran, (3) mencangkup jenis-jenis pertanyaan yang sesuai untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan, (4) direencanakan agar hasilnya sesuai dengan hasil yang diinginkan, (5) dibuat dengan realibilitas yang setinggi-tingginya kemudian ditafsirkan dengan hati-hati, dan (6) digunakan untuk memperbaiki hasil belajar. Menurut Both lima prinsip umum yang dijadikan sebagai dasar penyusunan tes adalah (1) kaitan butir-butir tes dengan tujuan pembelajaran, (2) perencanaan tes, (3) penyiapan tes, (4) uji coba tes, (5) evaluasi tes. 5. Tujuan Tes Tujuan tes yang penting adalah untuk: (1) mengetahui tingkat kemampuan peserta didik, (2) mengukur pertumbuhan & perkembangan peserta didik,(3) mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik, (4) mengetahui hasil ppengajaran, (5) mengetahui hasil belajar, (6) mengetahui pencapaian kuriikulum, (7) mendorong peserta didik belajar, (8) mendorong pendidik meengajar yang lebih baik dan peserta didik belajar lebih baik. Ditinjau dari tujuannya, ada empat macam tes yang banyak digunakan dilembaga pendidikan, yaitu: (1) tes penempatan, (2) tes diagnostic, (3) tes formatif, dan (4) tes sumatif. 6. Bentuk Tes Bentuk tes yang digunakan dilembaga pendidikan ada dua, yaitu tes objektif daan tes non objektif. Objektif disini dilihat dari sistem penskorannya. Tes non objektif adalah yang sistem penskorannya dipengaruhi oleh pemberi skor. Bentuk tes objektif yang sering digunakan adalah pilihan ganda, menjodohkkan, dan tes uraian objektif. Tes uraian dapat dibedakan menjadi tes uraiian objektif dan tes uraian non objektif. Pemilihan bentuk tes yang tepat disesuaikan dengan oleh tujuan tes, jumlah peserta tes, waktu yang disediakan, untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata ppelajaran yang diujikan. Kelebihan tes objektif pilihan ganda adalah lembar jawaban yang dapat diperiksa dengan computer, sehingga objektivitas penskoran dapat dijamin. Pada tes bentuk uraian objektif ini sistem penskoran dapat dibuat dengan jelas dan rinci. a. Tes Lisan di Kelas Dalam melakukan pertanyaan lisan dikelas prinsipnya adalah: mengajukan pertanyaan, memberi waktu untuk berpikir, kemudian menunjuk peserta untuk menjawab. Baik benar maupun salah jawaban peserta didik, ditawarkan di kelas untk keaktifan peserta didik. b. Bentuk Benar Salah Tes benar salah merupakan salah satu dari lima jenis tes tertulis yang digunakan untuk menentukan capaian prestasi belajar siswa. Tes benar salah terdiri dari terdiri dari dua macam, yaitu: tes benar salah dengan pembetulan dan tes benar salah tanpa pembetulan. Beberapa kelemahan tes benar salah yang sering muncul yaitu memiliki makna ganda, mengukur capaian prestasi siswa dan mendorong terjadinya tebakan. Kelemahan lain adalah siswa dapat menjawab dengan benar jawabannya tanpa memerlukan pengetahuan tentang jawaban tersebut, tapi cukup denganmemahami struktur bahasa. Menurut Sudjana (2006) memberikan beberapa kaidah yang dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penulisan soal bentuk benar salah, yaitu: a) Hindari pernyataan yang mengandung kata kadang-kadang, selalu, umumnya, seringkali, tidak ada, tidak pernah, dan sejenisnya. b) Hindari pengambilan kalimat langsung dari buku pelajaran. c) Hindari pernyataan yang merupakan suatu pendapat yang masih bisa diperdebatkan kebenarannya. d) Hindari penggunaan pernyataan negative ganda, misalnya padi tidak tumbuh ditempat yang beriklim panas e) Usahakan agar kalimat untuk setiap soal tidak terlalu panjang f) Susunlah pernyataan-pernyataan benar-salah secara acak. Dan berikut ini merupakan beberapa model skor benar-salah, yang diadopsi menurut Both yaitu: c. Bentuk Pilihan Ganda Manfaat dari tes pilihan ganda adalah diantaranya butir-butirnya dapat didesain untuk mengukur kemampuan interpretasi, membedakan, memilih, dan aplikasi dari fakta atau konsep yang telah dipelajari siswa. Selain itu dapat juga digunakan untuk menentukan level pemahaman, keputusan dan kemampuan penalaran siswa. Menurut Mardapi (2004) pedoman utama dalam pembuatan butir soal bentuk pilihan-ganda, yaitu: 1) Pokok soal harus jelas 2) Isi pilihan jawaban homogen 3) Itu sejumlah pilihan atau panjang kalimat pilihan jawaban relative sama 4) Tidak ada petunjuk jawaban yang benar 5) Hindari menggunakan pilihan jawaban: semua benar atau semua salah 6) Pilihan jawaban akan diurutkan 7) Semua jawaban logis 8) Jangan menggunakan negative ganda 9) Kalimat yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta tes. 10) Bahasa Indonesia yang digunakan komunikatif 11) Letakan pilihan jawaban benar ditentukan secara acak Dilihat dari strukturny, bentuk pilihan ganda terdiri atas: 1. Stem, yaitu pertanyaan yang berisi permasalahan yang akan dinyatakan 2. Option, yaitu sejumlah pilihan atau alternatife jawaban 3. Kunci, yaitu jawaban benar 4. Distractor, yaitu jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban Menurut Moister dan Meyers terdapat 14 tipe pertanyaan yang dapat ditanyakan menggunakan tes pilihan-ganda, yaitu: 1) Pertanyaan yang berkaitan dengan definisi 2) Pertanyaan yang berkaitan dengan tujuan 3) Pernyataan yang berkaitan dengan kasus 4) Pertanyaan yang berkaitan dengan pengaruh 5) Pertanyaan yang berkaitan dengan asosiasi 6) Pertanyaan yang berkaitan dengan recognition of offer. 7) Pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi masalah 8) Pertanyaan yang berkaitan dengan evaluasi 9) Pertanyaan yang berkaitan dengan membedakan 10) Pertanyaan yang berkaitan dengan kesamaan 11) Pertanyaan yang berkaitan dengan susunan 12) Pertanyaan yang berkkaitan dengan susunan yang tidak lengkap 13) Pertanyaan yang berkaitan dengan prinsip umum 14) Pertanyaan yang berkaitan dengan subjek controversial Penilaian pada soal pilihan ganda relative sederhana menurut Mardapi (2004), apabila digunakan koreksi terhadap tebakan, skor yang diperoleh menggunakan formula berikut ini: Keterangan: S : skor dengan koreksi terhadap tebakan R : jumlah butir yang dijawab benar N : jumlah pilihan jawaban W : jumlah butir yang dijawab salah d. Bentuk Uraian Secara umum tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mediskusikan, membandingkan, member masalah, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Berikut ini merupakan kelebihan atau keunggulan tes uraian antara lain adalah: a. Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi b. Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa c. Dapat melatih kemampuan berpikir teratur, yakni berpikir logis, analitis dan sistematis d. Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah e. Adanya keuntungan teknis seperti mudah mudah membuat soal sehingga tanpa memakan banyak waktu, karena guru dapat secara langsung melihat proses berpikir siswa. Kelemahan dari tes ini adalah: a. Semua tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dappat menguji semua pokok bahasan yang telah diberikan b. Sifatnya sangat subjektif, baik dalam menyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya c. Tes ini biasanya kurang reliable, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksaannya memerlukan waktu yang lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlah siswanya relative besar. Menurut Ebel dan Mardapi cara pemberian skor pada bentuk tes uraian adalah: 1. Menggunakan penskoran analitik 2. Menggunakan penskoran dengan skala global 3. Lakukan penilaian dari pertanyaan-kepertanyaan bukan dari peserta didik ke peserta didik 4. Apabila tidak ada identitas peserta didik, bisa menggunakan kode saja. e. Bentuk Jawaban Singkat Bentuk jawaban singkat ditandai dengan adanya tempat kosong yang disediakan bagi pengambil tes untuk menuliskan jawabannya sesuai dengan petunjuk. Ada tiga jenis soal bentuk ini, yakni: jenis pertanyaan, jenis melengkapi dan jenis identifikasi. Cara penyusunan soal bentuk ini adalah: 1. Soal harus sesuai dengan indicator 2. Jawaban yang benar hanya satu 3. Rumusan kalimat soal harus komunikatif 4. Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar 5. Tidak menggunakan bahasa lokal f. Bentuk Menjodohkan Soal bentuk menjodohkan terdiri atas suatu premis, suatu daftar, kemungkinan jawaban dan suatu petunjuk untuk menjodohkan masing-masing premis itu dengan satu kemungkinan jawaban. Kelebihan dari bentuk soal menjodohkan adalah 1. Penilaiannya dapat dilakukan dengan cepat dan objektif 2. Tepat digunakan untuk mengukur kemampuan bagaimana mengidentifikasi antara dua hal yang berhubungan 3. Dapat mengukur ruang lingkup pokok bahasan yang lebih luas Kelemahan dari soal menjodohkan adalah: 1. Hanya dapat diukur berdasarkan fakta dan hafalan 2. Sukar untuuk menentukan materi Kaidah-kaidah pokok penulisan soal jenis menjodohkan adalah: 1. Hendaknya materi yang diajukan berasal dari hal yang sama sehingga persoalan yang ditanyakan bersifat homogen 2. Usahakan agar pertanyaan dan jawaban mudah dimengerti 3. Soal harus sesuai dengan indicator 4. Gunakan symbol yang berlainan untuk pertanyaan dan jawaban 5. Jumlah alternative jawaban lebih banyak dari pada premis 6. Alternative jawaban harus nyambung dengan premis 7. Rumusan kalimat soal harus komunikatif 8. Susunlah soal menjodohkan dalam satu hal yang sama 9. Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar 10. Tidak menggunakan bahasa lokal 7. Pemilihan atau Penyusunan Tes Hasil Belajar Langkah-langkah penyusunan tes hasil belajar adalah dengan a. Mengidentifikasi tujuan pengukuran b. Membatasi cakupan isi tes c. Menentukan tingkat kompetensi yang akan diatur d. Menentukan tipe butir tes yang digunakan e. Menentukan banyaknya butir tes 8. Jenis Tagihan Jenis tagihan yang dapat dipakai dalam sistem pengujian berbasis kemampuan dasar dapat berkait dengan ranah kognitif ataupun psikomotor, antara lain yaitu sebagai berikut: a. Kuis b. Pertanyaan lisan di kelas c. Ulangan harian d. Tugas individu e. Tugas kelompok f. Ulangan semester g. Ulangan kenaikan kelas h. Laporan kerja praktik i. Ujian praktik j. Ujian akhir k. Tes masuk 9. Pengembangan Tes Menurut Mardapi (2004) memberikan saran agar dalam pengembangan tes hasil belajar, setidaknya ada delapan langkah yang perlu ditempuh, yaitu: 1. Menyusun spesifikasi Tes Langkah awal dalam mengembangkan tes adalah menetapkan spesifikasi tes, yaitu yang berisi tentang uraian yang menunjukan keseluruhan karakteristik yang harus dimiliki suatu tes. Penyusunan spesifikasi tes mencangkup sbb: a. Menentukan tujuan tes Ditinjau dari tujuannya ada empat macam tes yang banyakdigunakan di lembaga pendidikan, yaitu: tes penempatan, tes diagnostic, tes formatif, dan tes sumatif. Tes penempatan dilakukan diawal pelajaran. Tes ini berguna untuk mengetahui tingkat kemampuan yang telah dimiliki peserta didik. Tes diagnostic berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes formatif bertujuan untuk memperoleh masukan tentang tingkat keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran. Tes ini dilakukan secara periodic sepanjang semester. Sementara tes sumatif diberikan diakhir suatu pelajaran. Hasilnya untuk menentukan keberhasilan belajar peserta didik untuk mata pelajaran tertentu. b. Menyusun kisi-kisi Kisi-kisi merupakan table matrik yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan dibuat kisi-kisi ini merupakan acuan bbagi penulis soal, sehingga siapapun yang menulis tingkat kesulitan soal relative sama. Matrik kisi-kisi soal terdiri dari dua jalur yaitu, kolom dan baris. Ada empat langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes, yaitu: 1. Menulis tujuan umum pelajaran 2. Membuat daftar pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang akan diujikan 3. Menentukan indicator 4. Menetukan jumlah soal tiap pokok bahasan dan sub pokok bahasan c. Menetukan bentuk tes Pemilihan bentuk tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, jumlah peserta, waktu yang tersedia untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan. d. Menetukan panjang tes Penetuan panjang tes berdasarkan pada cakupan materi ujian dan kelelahan peserta tes. Penentuan panjjang tess berdasarkan pengalaman saat melakukan tes. 2. Menulis butir soal Penulisan soal merupakan langkah menjabarkanindikator menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan perincian pada kisi-kisi yang telah dibuat. 3. Menelaah soal Setelah menulis butir soal perlu dilakukan telaah. Hal ini perlu dilakukan untuk memperbaiki soal jika dalam pembuatan masih ada kekurangan dan kesalahan. Penelaah butir soal terbagi kedalam 2 bagian, yaitu: (1) telaah secara kualitatif dan (2) telaah secara kuantitaif 4. Melakukan ujicoba Melalui uji coba diperoleh data: reabilitas, validas, tingkat kesadaran,pola jawaban,efektifitas pengecoh, daya beda dan lain-lain. 5. Menganalisis butir soal Berdasarkan hasil uji coba perlu kiranya dilakukan analisis butir soal. Maksudnya, dilakukan analisis terhadap masing-masing butir soal yang telah disusun. Melalui analisis butir ini dapat diketahui antara lain: tingkat kesukaran, butir soal, daya pembeda dan juga efektivitas pengecoh 6. Memperbaiki tes Langkah ini biasanya dilakukan atas butir soal, yaitu memeprbaiki masing-masing butir sooal yang belum baik. Ada kemungkinan beberapa soal yang sudah baik sehingga tidak perlu direvisi lagi, beberapa butir mungkin perlu direvisi, dan beberapa yang lain mungkin harus dibuang karena tidak memenuhi standar kualitas yang diharapkan. 7. Merakit tes Dalam merakit soal, hal-hal yang dapat mempengaruhi validitas soal seperti nomor urut soal, pengelompokan bentuk soal, layout dan sebagainya harus diperhatikan. Hal ini sangat penting karena walupun butir-butir yang disusun telah baik tetapi jika penyusunannya sembarangan menyebabkkan soal yang dibuat menjadi tidak baik. 8. Melaksanakan tes Dalam pelaksanaan tes ini memerlukan pemantauan agar tes benar-benar dikerjakan oleh peserta dengan jujur dan sesuai dengan ketentuan yang ttelah digariskan. Namun begitu, pemantauan dan pengawasan yang dilakukan harus tidak mengganggu pelaksanaan tes itu sendiri. 9. Menafsirkan hasil tes Hasil tes menghasilkan data kuantitatif. Skor ini kemudian ditafsirkan sehingga menjadi tinggi, sedang, rendah. Ada dua acuan yang sering digunkan dalam menilai yaitu acuan norma dan acuan criteria. Dan nilai merupakan alat yang berguna untuk memotivasi siswa agar belajar lebih baik lagi. 10. Pengembangan Instrumen Nontes Menurut Mardapi ada 10 langkah yang dilakukan dalam mengembangkan instrument non tes yaitu: a. Menentukan spesifikasi instrument Ditinjau dari tujuannya, ada empat instrument yaitu: (a) instrument sikap, (b) instrument minat, (c)instrument konsep diri, (d) instrument nilai. Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan spesifikasi instrument, yaitu: 1. Menentukan tujuan pengukuran 2. Menyusun kisi-kisi instrument 3. Memilih bentuk dan format instrument 4. Menentukan panjang instrumen b. Menulis instrument Ada emapat aspek ranah kognitif yang bisa dinilai di sekolah, yaitu: sikap, minat, percaya diri, dan nilai. Instrument sikap bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap suatu objek. Sementara pada instrument minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat siswa pada suatu mata pelajaranyang selanjunya digunakan untuk meningkatkan minat siswa terhadap suatu mata pelajaran. Pada instrument konsep diri untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan siswa. Dan yang terakhir pada instrument nilai bertujuan untuk mengungkapkan keyakinan individu. c. Telaah instrument Telaah instrument adalah tentang (1) apakah butir pertanyaan sesuai dengan indicator, (b) bahasa yang digunakan apakah sudah komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar, (c) apakah butir peertanyaan tidak biasa, (d) apakah formatif instrument menarik untuk dibaca, (e) apakah jumlah butir soal sudah tepat sehingga tidak menjemukan dalam menjawabnya. d. Skala pengukuran Skala pengukuran yang sering digunakan, yaitu: skala Thurstone, Skala Likert, Skala beda semantic. Skala Thurstone terdiri dari 7 kategori, yang paling banyak bernilai 7 dan yang kecil bernilai 1 Contoh skala Thurstone, minat terhadap pelajaran sejarah 7 6 5 4 3 2 1 1. Saya senang belajar sejarah 2. Pelajaran sejarah bermanfaat 3. Saya berusaha hadir tiap pelajran sejarah 4. Saya berusaha memiliki buku pel sejarah 5. Pelajaran sejarah membosankan Contoh skala likert, sikap pada mata pelajaran matematika No 4 3 2 1 1 Pelajaran matematika bermanfaat SS S TS STS 2 Pelajaran matematika sulit SS S TS STS 3 Tidak semua siswa harus belajar matematika SS S TS STS 4 Pelajaran matematika harus dibuat mudah SS S TS STS 5 Harus aplikasi pada mata pelajaran matematika SS S TS STS Keterangan: SS : sangat setuju S : setuju TS : tidak setuju STS : sangat tidak setuju Contoh skala beda semantik: pelajaran sejarah Menyenangkan Membosankan Sulit Mudah Bermanfaat Sia-sia Menantang Menjemukan Harapan penalaran e. Penyusunan butir soal bentuk daftar cek Dalam menyusun daftar cek yang perlu diperhatikan, yaitu: (1)carilah indicator-indikator yang perlu diujikan, (2) susunlah indicator-indikator tersebut sesuai dengan urutan penampilannya. f. Penskoran instrument Penskoran dilakukan tergantung dari skala yang digunakan. Apabila menggunakan skala thurstone yang paling banyak skornya 7, sementara yang paaling kecil skornya 1. Begitu juga dengan skalayang lainnya. g. Menganalisis instrument Pada saat analisis dilakukan ujicoba. Kemudian dari ujicoba tersebut dilakukan perbaikan untuk mngetahui karakteristik instrument yang digunakan h. Penafsiran hasil instrument Untuk menafsirkan diperlukan suatu criteria. Criteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir yang digunakan. B. Alat Ukur Nontes a. Skala Skala merupan alat untuk mengukur nilai, sikap dan perahtian yang disusun dalam bentuk pertanyaan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kreteria yang ditentukan (Sudjana, 2005). I Wayan Koyan (2011;52) menyatakan bahwa skala merupakan seperangkat lambang atau angka yang dibuat sehingga melalui aturan, lambang atau angka itu dapat ditempatkan pada individu yang menjadi sasaran penggunaan skala itu. Jadi dapat disimpulkan Skala merupakan seperangkat alat ukur untuk mengukur nilai, sikap dan perhatian yang bentuknya berupa rentangan angka atau nilai atau lambang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penjelasan kali ini penulis akan menjelasakan dau bentuk skala yakni Skala Penilaian dan Skala Sikap. 1. Skala Penilaian Menurut Nana Sudjana (2005;77), skala penilaian merupakan suatu alat untuk mengukur penampilan atau prilaku orang lain oleh seseorang melalui pernyataan perilaku individu pada suatu titik kontinuum atau usuatu kategori yang bermakna nilai. Rentangan ini bisa dalam bentuk huruf (A,B,C,D) atau angka (4,3,2,1). Sedangkan rentangan kategori yakni, tinggi, sedang, rendah atau baik, sedang cukup. Skala penilaian digunakan untuk mengukur suatu proses, misalnya proses mengajar pada guru, dan belajar pada siswa atau hasil belajar dalam bentuk perilaku seperti keterampilan, dan hubungan sosial. Skala penilaian hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut. a) Tentukan tujuan yang akan dicapai dari skala penilaian. b) Tentukan aspek atau variabel yang akan diungkap melalui instrumen. c) Tetapkan bentuk rentangan nilai. d) Buat item-item pernyataan yang akan dinilai dalam kalimat singkat tetapi bemakna secara logis dan sistematis. e) Menetapkan pedoman mengolah dan manafsirkan hasil yang diperoleh dari penilaian. 2. Skala Sikap Menurut Nana Sudjana (2005;80) skala sikap merupakan alat untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung, menolak atau netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Nana sudjana juga menjelaskan terdapat tiga komponen sikap yakni Kognisi, afeksi dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang suatu objek atau stimulus yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut dan konasi berkeaan dengen kecenderungan berbuat tehadap objek tersebut. b. Wawancara 1. Pengertian Menurut Anas Sudijono (2006;82), menyatakan bahwa wawancara adalah cara menghimpun keteranganyang dilaksanakan dengan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadpaan muka dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Kartadinata dkk (2008;39) wawancara merupakan teknik untuk mengumpulkan informasi melalui kominikasi langsung dengan responden (orang yang diminta infomrmasi). Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah suatu teknik pengumpulan informasi/keterangan dengan cara tanya jawab langsung kepada responden. Pada kegiatan wawancara terdapat dua objek yang berperan yakni penanya dan responden (penjawab). Di dalam mencari/mendapatkan informasi dari responden, maka penanya dapat melakukan wawancara secara terstruktur (membuat rencana) dan tidak terstrukur (tanpa adanya rencana). Menurut Anas Sudijono (2006;82), terdapat dua bentuk wawancara yakni wawancara terpimpin dan wawancara tidak terpimpin. Wawancara terpimpin adalah wawancara yang berstruktur dimana penanya telah menyusun daftar pertanyaan secara sistematis. Sedangkan wawancara tidak terpimpin adalah wawancara sederhana/bebas dimana penanya tidak membuat daftar pertanyaan secara sistematis. 2. Langkah-langkah Pada saat melakukan wawancara terdapat beberapa hal penting yang harus kita perhatikan baik itu dari persiapan hingga kegiatan wawancara. Menurut Endang Poerwanti (2008;3-25), terdapat 7 langkah yang harus dilakukan pada saat melakukan wawancara. a) Merencanakan pertanyaan yakni membuat pertanyaan dengan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti. b) Mengatur pertanyaan agar responden tidak defensif sehingga kita bisa memperoleh informasi dari responden. c) Memulai wawancara dengan pertanyaan yang mudah dan menggunakan pertanyaan menyerang pada akhir interview. d) Mulailah dengan pertanyaan yang umum ke pertanyaan yang khusus. e) Buat isyarat non verbal yang sangat berguna untuk memancing siswa agar bersedia menjawab. f) Bersikaplah yang tenang. g) Berikan kesempatan responden untuk merumuskan apa yang dipikirkannya dapa apa yang akan dikatakannya. c. Quisioneir 1. Pengertian Menurut Kartadinata dkk (2008;42), quisioneir atau angket adalah alat pengumpul data (informasi) melalui komunikasi tidak langsung, yaitu melalui tulisan. Angket ini berisi daftar pertanyaan yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan responden. Menurut I Wayan Koyan (2011;62), quisioneir adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden. Quisioneri digunakan untuk mengumpulkan informasi yang tidak mudah diakses dengan cara lian, khususnya untuk mengetahui informasi mengenai sikap atau komponen afektif (Poerwanti, 2008). Quisioneir ini dapat berupa pilihan ganda, dan dapat pula berbentuk skala sikap. Jadi dapat disimpulkan bahwa quisioneir adalah alat pengumpul informasi/data melalui komunikasi tidak langsung yaitu tulisan berupa pilhan ganda ataupun skala sikap untuk mendapatkan data mengenai komponen afektif. Dalam kegiatan pengajaran, tujuan pemberian quisioneir adalah, (a) untuk memperoleh data mengai latar belakang siswa sebagai bahan dalam menganalisis tingkah laku hasil dan proses belajar. (b) untuk memperoleh data mengenai hasil belajar yang dicapainya dan proses belajar yang ditempuhnya. (c) untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum dan program pengajaran. Terdapat dua bentuk quisioner jika ditinjau dari segi cara menjawabnya, yakni quisioner terturup (jawaban telah disediakan) dan quisioner terbuka (responden bebas mengemukakan pendapatnya). 2. Langkah-langkah Menurut Endang Poerwanti (2008;3-26) terdapat beberapa langkah di dalam memberikan quisioneir, diantaranya adalah sebagai berikut. a) Memutuskan sikap yang hendak diukur ata dinilai b) Menyususn angket c) Memilih ukuran standar yang sesuai d) Memberikan angket kepada siswa untuk diisi mendekatai awal atau akhir daritiap unit pembelajara, atau bisa juga di sekitar awal atau akhir semester. e) Menganalisis dan mengelola data untuk umpan balik bagi para stakeholder yang berkepentingan. f) Menggunakan hasil untuk membuat sebuah keputusan. Menurut Nana Sudjana (2006;71), menjelaskan beberapa langkah di dalam menyusun quisioneir. a) Menganalisis variabel, membuat kisi-kisi dan menyusun pertanyaan. b) Dalam menyususn pertanyaan dibuat singkat dan jelas. c) Membuat hubungan pertanyaan, jadi antara satu pertanyaan dengan pertanyaan lainnya memiliki hubungan. d) Usahakan agar jawaban tidak lebih panjang dari pertanyaan. e) Jangan membuat quisioneir terlalu panjang atau terlalu pendek. d. Studi Kasus 1. Pengertian Menurut Nana Sudjana (2005;94) menyatakan bahwa studi kasus merupakan suatu metode yang pada dasarnya mempelajarai secara intensif seseorang individu yang dipandang mengalami suatu kasus tertentu secara mendalam. Mendalam artinya mengungkapkan semua variabel yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut dari berabgai aspek yang mempengaruhi dirinya. Menurut Kartadinata dkk (2008;47) studi kasus merupakan teknik mempelajari perkembangan seorang murid secara menyeluruh dan mendalam serta mengungkapkan seluruh aspek pribadi murid yang datanya diperoleh dari berbagai pihak, seperti dari setiap guru, dokter, orang tua atau pihak berwenang. Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa studi kasus merupakan suatu metode yang mempelajari secara intensif, menyeluruh dan mendalam seorang individu yang dipandang mengalami suatu kasus tertentu. Tujuan dari teknik ini adalah untuk mengetahui dan memahami pribadi murid dan membantu murid agar dapat mengembangkan dirinya secara optimal. 2. Langkah-Langkah Menurut Nana Sudjana terdapat beberapa petunjuk untuk melaksanakan studi kasus khususnya pada bidang pendidikan di sekolah, yakni diantaranya adalah sebagai berikut. a) Menemukan siswa-siswa yang mempunyai masalah khusus untu dijadikan kasus. b) Menetapkan jenis masalah yang dihadapi oleh siswa. c) Mencari bukti lain untuk lebih meyakinkan kebenaran masalah yang dihadapi siswa tersebut melalui analisis hasil belajar yang dicapainya, mengamati perilaku dan bila perlu meminta penjelasan dari orang tua. d) Mencari penyebab timbulnya masalah dari berbagai aspek yang berkenaan denga kehidupan siswa. e) Menganalisis sebab tersebut dan menghubungkan dengan tingkah laku siswa agar diperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai latar belakang siswa. f) Membuat alternatif masalah dari analsis yang telah dilakukan. g) Menerapkan alternatif pemecahan masalah secara bertahap. h) Melakukan pengamatan terhadap tingkah laku siswa. e. Daftar Cocok Daftar cocok merupakan sejumlah pertanyaan (pertanyaan singkat), dimana responden yang dinilai hanya membubuhkan tanda cocok () pada tempat yang telah ditentukan. f. Riwayat Hidup 1. Pengertian Menurut Kartadinata (2008;44), riwayat hidup adalah karangan pribadi yang mengungkapkan kepribadian murid tentang pengalaman hidupnya, cita-citanya, keadaan keluarga dan sebagainya. Menurut I Wayan Koyan (2011;65) riwayat hidup merupakan gambaran tentang keadaan seseorang selam masa hidupnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa karangan pribadi yang mengungkapkan dan menggambarakan kepribadian murid tentang pengalaman hidupnya. Karangan pribadi ini merupakan cara untuk memahami keadaan pribadi murid yang pada umumnya bersifat rahasia. Tujuan dari riwayat hidup ini adalah untuk mengetahui keadaan murid tentang minat dan bak, cita-cita, serta sikap terhadap keluarga, guru atau sekolah. Terdapat dua jenis riwayah hidup yakni biografi (riwaya hidup seseorang yang dibuat oleh orang lain) dan autobiografi (riwayat hidup seseorang yang dibuat oleh orang yang bersangkutan). Menurut Kartadinata dkk (2008;45), terdapat dua jenis autobiografi, yaitu autobiografi tersetruktur dan tidak terstruktur. Autobiografi terstruktur ini disusun berdasaran tema yang telah ditentukan, misalnya saja tema cita-citaku, keluarga, teman akrab dan lain-lain. Sedangkan autobiografi yang tidak terstruktur adalah autobiografi yang dibuat siswa secara bebas tanpa adanya pembatasan tema. g. Sosiometri 1. Pengertian Menurut kartadinata dkk (2008;45) sosiometri merupakan teknik pengumpulan informasi mengenai hubungan atau interaksi sosial di antara murid. Menurut S.Nasution (1999;34), sosiometri merupakan metode pengumpulan informasi untuk mengetahui hubungan sosial antara murid-murid dalam kelas. Jadi dapat disimpulkan bahwa sosiometri merupakan teknik pengumpulan informasi mengenai hubunagn sosial atau interaksi sosial antara murid-murid di dalam suatu kelas. Dari pengertian diatas maka dapat kita pahami bahwa dengan menerapkan sosiometri kita dapat mengetahui hubungan sosial antara siswa sehingga kita dapat mengetahui siswa mana yang menjadi siswa populer dan siswa terisolir. Selain hubungan sosial, kita juga akan mengetahui interaksi sosial antar siswa sehingga kita nantinya akan mengetahui klik (kartadinata:2008) atau kelompok kecil siswa. Kartadinata juga menambahkan bahwa, sosiometri berguna untuk memperbaiki hunungan siswa, menentuka kelompok kerja dan untuk meneliti kemampuan memimpin siswa dalam kelompok. 2. Langkah-langkah Untuk dapat mengetahui hubungan sosial dan interaksi sosial siswa dikelas maka terdapat beberapa langkah-langkah yang dapat ditempuh. Menurut S. Nasution (1999;35) menyatakan bahwa dalam penerapan sosiometri hal yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Menyuruh siswa untuk menuliskan nama teman yang ia sukai. 2. Membuat sosiogram berdasarkan atas jawaban siswa. Sosiogram merupakan diagram hubungan sosial dalamkelas. Anak yang paling banyak dipilih adalah anak populer dan anak yang tidak banyak dipilih adalah anak yang terisolir. 3. Menentukan keterhubungan, apabila terdapat 2 anak yang saling memilih satu sama lain itu disebut pair (pasangan), apabila terdapat 3 orang yang saling memilih maka itu disebut triangle. Dan apabila lebih dari 3 orang yang saling memilih maka itu disebut klik atau kelompok kecil. Selain tiga langkah diatas Nana Sudjana menyatakan bahwa melalui sosiometri kita dapat menetukan chain atau hubungan mata rantai. Chain ini hampir serupa dengan klik, namun chain membentuk mata rantai, seperti contoh, Si A dipilih oleh B, kemudian si B dipilih oleh C dan C dipilih oleh si A. hal inilah yang dikatakan Chain. Sedangkan Klik ini terdapat lebih dari 3 anak yang memilih satu sama lainnya. misalnya, Si A memilih si B, C dan D. kemudian B memilih A, C dan D, lalu C memilih A, B dan D. lalu D memilih A, B dan C. DAFTAR PUSTAKA Mansyur, & Rasyid, H. (2007). Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana Prima. Koyan, I Wayan. (2011). Asesmen Dalam Pendidikan. Singaraja: UNDIKSHA Agung, Gede. (2010). Evaluasi Pendidikan. Singaraja: UNDIKSHA Kartadinata, S., Ahmad, & Sugandi, N. M. (2008). Bimbingan Konseling SD. Jakarta: DIKTI. Poerwanti, E. (2008). Asesmen Pembelajaran SD. Jakarta: Dikti. S. Nasution.1999.Sosiologi Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara Sudjana, N. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.