Selasa, 01 Januari 2013

KLASIFIKASI ALAT UKUR A. Alat Ukur Tes 1. Hakikat Tes Menurut Cronbach, salah satu alat untuk mengukur adalah tes. Tes sebagai alat ukur adalah suatu prosedur yang sisitematis untuk membandingkan perilaku beberapa orang. Sedangkan menurut Fernandes tes adalah suatu prosedur yang sistematis untuk mengamati perilaku seseorang dan mengamati perilaku seseorang dan menggambarkannya dengan skala numerik. Sementara itu menurut Groundland dan Lim tes merupakan suatu instrument atau prosedur yang sistematis untuk mengukur perilaku tertentu. Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan tes adalah suatu prosedur yang sistematis untuk mengukur dan membandingkan perilaku serta menggambarkannya dengan skala numerik. Menurut Brown pengukuran adalah pemberian tanda dengan angka terhadap perilaku menurut aturan tertentu. Menurut Kerlinger pengukuran adalah pemberian angka-angka pada objek-objek atau kejadian-kejadian menurut suatu aturan. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Nunnally, menurut Nunnally pengukuran terdiri dari aturan-aturan untuk mengenakan bilangan kepada objek itu. Dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah pemberian angka terhadap objek tertentu dengan menggunakan aturan-aturan tertentu. Menurut Grounlund menyatakan tes prestasi belajar adalah suatu prosedur sistematis untuk mengukur sampel yang representative dengan tugas-tugas pembelajaran peserta didik . Pendapat yang lebih mengkhusus dikemukakan oleh kedua ahli ini, menurut Salvia dan Ysseledyke tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas-tugas untuk menentukan bentuk-bentuk respon yang berkenaan dengan perilaku peserta didik yang dicari. Menurut Nitko tes adalah suatu instrument atau prosedur yang yang sistematis untuk mengobservasi dan menggambarkan satu atau lebih ciri-ciri peserta didik denggan menggunakan skala numerik atau klasifikasi tertentu. Jadi dapat disimpulkan yang dimaksud dengan tes adalah suatu prosedur yang sistematis terdiri atas tugas-tugas untuk mengukur suatu periilaku tertentu dari peserta didik dengan menggunakan skala numerik. 2. Tes Formatif Secara umum dapat dikatakan tes formatif adalah alat atau seperangkat pertanyaan atau tugas-tugas yang digunakan untuk melaksanakan evaluasi formatif. Tes formatif adalah salah satu penilaian untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu program pembelajaran dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan efektifitas proses pembelajaran. Menurut Tessmer yang dimaksud dengan evaluasi formatif adalah merupakan satu tahapan kegiatan yang dilakukan pada saat suatu bagian materi pelajaran telah usai diberikan kepada peserta didik. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik memahami mata pelajaran yang telah dipahami dan mengetahui kelemahan-kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh umpan balik yang tepat sehingga proses pembelajaran bisa disempurnakan lebih baik lagi. Menurut Pohpam evaluasi formatif menunjuk pada proses penilaian program pembelajaran dengan maksud untuk memperbaiki program pembelajaran. Selanjutnya, menurut Tessmer evaluasi formatif memiliki empat bentuk atau tipe dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) pandangan ahli (ekspertreview), (2) penilaian orang-perorang (one-to-one eevaluation), (3) kelompok kecil (small group), (4) tes lapangan (field tes). Dalam evaluasi formatif biasanya dilakukan pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung atau setelah selesai membahas satu sub pokok bahasan, misalnya saja dalam bentuk ulangan harian atau kuis kecil. Evaluasi formatif dapat dilakukan berkali-kali dalam satu satuan program pembelajaran. Dan sebaiknya setiap akhir sub pokok bahasan dilakukan setiap akhir pembelajaran dengan maksud untuk memantau penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran tersebut. Dalam hubungan ini menurut Bloom, Hasting, dan Madaus menyatakan bahwa evaluasi formatif tidak hanya digunakan untuk pembuatan kurikulum, tetapi juga untuk memperbaiki proses pembelajaran dan cara belajar peserta didik. Evaluasi formatif digunakan untuk menilai proses pembuatan kurikulum, proses pembelajaran dan cara belajar peserta didik dengan tujuan untuk memperbaiki setiap proses-proses tertentu. Berdasarkan uraian dan berbagai pernyataan berikut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tes formatif adalah tes yang digunakan untuk mengukur dalam memantau kemajuan peserta didik, selama proses pembelajaran berlangsung dalam satu program pembelajaran tertentu. Misalnya pada satu sub pokok bahasan dalam pembelajaran. Selain itu, tes formatif juga bermanfaat memberikan umpan balik kepada peserta didik, guru-guru, dan penyusun kuurikulum guna memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam proses pembelajaran, baik pada peserta didik maupun guru. Melalui umpan balik tersebut diharapkan peserta didik dapat menguasai materi pelajaran secara optimal, dan pendidik dapat memperbaiki program pembelajaran, metode, media, dan sistem evaluasi yang digunakan. 3. Bentuk Tes Formatif Menurut bentuknya, tes formatif dapat berbentuk tes esai dan tes objektif dalam berbagai variasi. Menurut Pohpam menyatakan bahwa tes tertulis dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu: (1) soal-soal jawaban memilih yang terdiri dari butir-butir soal pilihan ganda dan butir-butir soal menjodohkan, dan (2) soal-soal jawaban tersusun atau terstruktur yang terdiri dari butir-butir soal jawaban singkat dan butir soal esai. Sementara itu menurut pendapat Wiersma dan Jurs menyatakan bahwa terdapat dua bentuk utama butir-butir tes yang secara umum disebut tes objektif dan esai, yaitu masing-masing memiliki format yang bervariasi. Dengan begitu tes tertulis terdiri atas: (1) tes objektifatau tes jawaban memilih dengan berbagai variasi, seperti bentuk pilihan benar-salah, pilihan ganda, dan butir soal menjodohkan; dan (2) tes esai atau tes jawaban tersusun atau terstruktur yang terdiri dari butir tes jawaban singkat dan butir tes uraian esay. Menurut Grounlund dan Lin, bentuk tes secara khusus yang digunakan didalam kelas dibedakan menjadi dua kategori umum, yaitu: (1) butir tes objektif yang menuntut peserta didik untuk mengisi satu kata atau dua kata, atau memilih jawaban yang benar dari sejumlah alternative; dan (2) tes esai yang memberi kesempatan kepada peserta didikuntuk memilih, mengatur dan mengemukakan jawaban dalam bentuk uraian. Ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa pada umumnyaa ada dua bentuk butir tes, yaitu: (1) butir tes objektif yang menuntut peserta didik untuk memilih jawaban yang benar dari beberapa alternative atau mengisi satu kata atau kalimat pendek untuk menjawab atau melengkapi pernyataa; dan (2) butir tes ssubjektif atau esai yang member kebebasan kepada peserta didik untuk menyusun atau mengemukakan jawaban yang orisinil. Berikut ini uaraian dari masing-masing bentuk tes a. Tes Objektif Menurut Grounlund dan Lin secara umum dapat dibagi menjadi bentuk butiran tes sebagai berikut, yaitu: (1) bentuk tes soal mengisi jawaban (supply tipe), yakni butiran soal jawaban singkat (short answer). Dan butir melengkapi (completion). (2) yang termasuk butir tes yang meminta peserta didik untuk memilih jawaban, yakni butir soal benar-salah, menjodohkan dan pilihan ganda. Menurut Ebel tes objektif yang paling sering digunakan adalah tes pilihan ganda, menjdohkan dan benar salah. Dan diantara ketiga tes tersebut tes pilihan gandalah yang paling sering digunakan. Tiga bentuk tes jawaban singkat dibedakan menjadi tiga variansi, yaitu bentuk pertanyaan, melengkapi, dan asosiasi. Karena tes pilihan ganda adalah tes yang paling sering digunakan, maka penjelesan berikut ini lebih mengkhusus pada pilihan ganda. menurut Nitko menjelaskan bahhwa butir tes pilihan ganda terdiri dari satu atau lebih kalimat pengantar dan diikuti oleh daftar tentang dua atau lebih jawaban sugestif. Sementara itu menurut Ebel memberikan petunjuk sebagai berikut: (1)susunan tes pilihan ganda berdasarkan ide-ide yang bermakna, relevan dan indepeden, (2) pilih topic dan ide, kemudian tulis butir soal pilihan ganda yang mampu memaksimalkan daya beda butir-butir tersebut, (3) susun draf awal dan adakan revisi, sehingga penggabungan menjadi seperangkat tes akhir dan menjadi sempurna, (4) awali pertanyaan dengan pernyataan yang tidak lengkap dan disertai jawaban yang teepat serta dilengkapi dengan jawaban yang salah tapi masuk akal,(5) susunan jawaban yang benar sedemikian rupa atau secara acak tanpa menampakan adanya petunjuk kea rah jawaban benar tersebut, (6) pilihan susunan pengecoh sedemikian rupa sehingga menjadi salah, tetapi tampak masuk akal, khususnya bagi peserta didik yang bodoh. Menurut Hopkin dan Antes ada beberapa penyusunan teks yang lebih sederhana dan mudah, yaitu (1) definisi tugas-tugas dalam pertanyaan yang jelas, (2) tulis alternative jawaban pada akhir pertanyaan, (3) tempatkan sebanyak mungkin pada kata-kata pertanyaan, (4) hindari penggunaan kata-kata negative, (5) hindari pertanyaan yang mengarah pada alternative jawaban benar-salah, (6) buat alternative jawaban yang parallel,(7) tulis alternative jawaban secara vertical, (8) hindari jawaban “semua di atas”, (9) buat alternative jawaban yang sama panjang, (10) hilangkan petunjuk ke jawaban yang benar, (11) buat pengecoh yang masuk akal, (12) usahakan stemnya dalam bentuk pertanyaan, (13) control tingkat kesulitan yang sulit sehingga presenttase jawaban yang benar separuhnya, (14) hindari kemungkinan menebak,(15) gunakan jawaban “ tidak ada jawaban benar” hanya kalau tidak ada jawaban lain, (16) susun alternative jawaban sesuai dengan abjad dan urutan lain, (17) letakan jawaban benar secara acak, dan (18) usahakan memiliki empat sampai lima altenatif jawaban. Masing-masing tes memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan tes objektif, antara lain dapat mengurangi subjektivitas dalam pemberian skor, menuntut kemampuan tertentu untuk membedakan pilihan yang tepat, lebih cepat untuk mengoreksi pekerjaan siswa, bisa mencangkup materi pelajaran secara komprehensif, dan bisa menguuji peserta didik dalam jumlah besar sekaligus. Sedangkan kelemahannya adalah : sulit untuk menyusun butir soal yang baik, membutuhkan waktu cukup lama untuk menyusunnya, megandung sifat coba-coba, dan kurang bisa melatih peserta didik untuk memecahkan masalah serta kurang berpikir evaluative, divergen yang bersifat holistic, lateral, intuitif, imajinatif, dan kreatif. Dan sehubungan dengan adanya kelebihan dan kelemahan dari tes objektif, menurut Ebel tes objektif hendaknya digunakan dalam kondisi sebagai berikut: (1) kelompok yang diberikan tes jumlahnya besar attau banyak,dan tes akan digunakan kembali, (2) realibilitas skor tes yang tinggi harus diperoleh seefesien mungkin, (3) kejujuran penilaian, keterbukaan, dan bebas dari “ halo effect”, (4) pengajar atau pendidik lebih percaya akan kemampuannya untuk meenyusuun butir-butir soal objektif secara jelas dibandingkan dengan kemampuannya untuk menilai jawaban tes esai secara jelas, dan (5) lebih menekankan pada laporan skor tes daripada kecepatan menyiapkan tes. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan tes objektif adalah butir tes yang menunutut jawaban memilih, yang terdiri dari butir tes bentuk jawaban benar salah , menjodohkan, dan pilihan ganda dalam berbagai variansi; dan butir soal yang menuntut jawaban singkat dan butir tes melengkapi. b. Tes Uraian Tes uraian atau yyang lebih dikenal dengan tes subjektif karena proses pemberian skornya dipengaruhi oleh opini atau penialai dari pendidik atau pemeriksa tes tersebut. Jenis tes esay menghendaki peserta didik untuk mengorganisasikan , merumusskan dan mengemukakan jawabannya sendiri. Menurut Hopkins dan Atens menyatakan bahwa tes esay adalah tes untuk mengembangkan jawaban atau respon peserta didik secara penuh. Sementara itu menurut Marhens dan Lehman, tes esay dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu tes esai jawaban terbuka, dan tes esay jawanban terbatas. Pada tes esay jawaban terbuka , mengijinkan peserta didik untuk mendemontrasikan kecakapannya untuk; (1) menyebutkan atas pengetahuan factual, (2) menilai pengetahuan faktualnya, (3) menyusun ide-idenya, (4) mengemukakan idenya secara logis dan koheren. Sedangkan pada tes jawaban terbatas peserta didik lebih dibatasi pada bentuk dan ruanglingkup jawabannya, karena secara khusus dinyatakan konteks jawaban yang harus diberikan oleh peserta didik. Kelebihan dan keunggulan tes esay, yaitu: (1) secara relative lebih mudah untuk menyiapkan butir soalnya dibandingkan dengan menyusun butir soal pilihan ganda, (2) merupakan alat yang bisa mengukur kecakapan peserta didik untuk menyusun jawaban dan meengemukakannya dalam prosa, (3) dapat membantu pendidik untuk melihat kejujuran peserta didik dengan member tekanan pada kemampuan peserta didik untuk mengisi jawaban benar, (4) dapat membantu merangsang hasil yang baik bagi tes pembelajaran peserta didik. Disamping keunggulannya, tes uraian juga memiliki kelemahan yaitu: (1) terbatas pada cakupan materi yang bisa diukur, khususnya pada bentuk tes esai jawaban terbuka, dan (2) memiliki realibilitas keterbacaan yang rendah. Menurut Wiersma dan Jurs, kelbihan tes esai adalah memiliki potensi untuk mengukur hasil belajar pada tingkatan yang lebih tinggi dan kompleks. Pada tes esai peserta didik dibberi kesempatan peserta didik untuk menyusun, menganalisis, dan mensitesis ide-ide, dan peserta didik harus mengembangkan sendiri buah pikirannya serta menuliskannya dalam bentuk yang tersusun. Sedangkan kelemahannya adalah berrkaitan dengan penskoran. Dan dalam hubungan ini, menurut Hopkins dan Stanley mengemukakan keterbatasan tes esai adalah sebagai berikut. (1) tidak konsistennya pembaca ( reader reability), (2) adanya efek dari kecendrungan menilai yang dipengaruhi oleh keadaan lain(halo effect), (3) akibat yang timbul adanya pengaruh pada jawaban butir soal sebeluumnya (item-to-item carryover effects), (4) akibat yang timbul dari tes sebelumnya (test-to-tes- carryover effects), (5) akibat yang timbul karena urutan penilaian (order effects), (6) akibat yang timbul karena bentuk tulisan atau bahasa (language mecganics effects). Sedangkan kelebihan tes esai adalah bahwa dengan tes esai, mampu untuk mengukur tingkat berpikir lebih tinggi dan kompleks serta bisa mengembangkan sikap untuk meemccahkan masalah. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tes esai, berikut ini akan diuraikan mengenai beberapa petunjuk praktis dalam menyusun butir tes esai. Dan menurut Hopkins dan Stanley mengajurkan bahwa untuk menyusun tes esai yang baik perlu memperhatikan langkah—langkah berikut. (1) siapkan secara pasti perlengkapan yang diperlukan dalam menyiapkan peserta didik untuk mengikuti ujian dengan tes esai, (2) yakinkan bahwa pertanyaan – pertanyaan telah tefokus dan disiapkan dengan secara hati-hati, (3) isi dan panjang pertanyaan disusun sedemikian rupa, (4) gunakan teman-teman sejawat untuk member masukan terhadap tes yang disusun, (5) hindari ppenggunaan pertanyaan pilihan, (6) kecuali untuk kemampuan menulis, batasi penggunaan tes esai pada tujuan pembelajarannya, (7) pada umumnya, beberapa pertanyaan singkat lebih baik disiapkan untuk mengurangi pertanyaan-pertanyaan yang digunakan untuk mengukur prestasi secara umum. Selanjutnya menurut lin dan Gronlund menyusun tes esai hendaknya memperhhatikan beberapa petunjuk sebagai berikut. (1) batasi penggunaan tes esai pada hasil belajar yang tidak bisa diukur dengan objektif, (2) susun pertanyaan yang akan mengungkapkan perilaku yang menentukan hasil belajar, (3) susun pertanyaan sedemikian rupa sehingga tugas-tugas yang harus dikerjakan peserta didik bisa dipahami dengan jelas, (4) berikan batas waktu untuk setiap pertanyaan, (5) hindari penggunaan pertanyaan yang bersifat pilihan. Lebih lanjut akan dijelaskan bahwa dalam pemberian skor hendaknya mengikuti petunjuk-petunjuk berikut ini, yaitu: (1) siapkan garis besar jawaban yang diharapkan, (2) gunakan metode penskoran yang paling tepat, yakni dengan metode analitik, (3) tentukan bagaimana menangani faktor-faktor yang tidak relevan dengan hasil belajar yang akan diukur, (4) berikan penialian untuk semua jawaban peserta didik pada satu nomor pertanyaan sebelum beralih pada nomor pertanyaan berikutnya, (5) jika memungkinkan, berikan nilai pada jawaban-jawaaban peserta didik tanpa memperhatikan identitas, (6) gunakan dua atau lebih penilaian bebas jika keputusan penting akan diambil atau dibuat. Menurut Mehrens dan Lehmann juga memberikan beberapa petunjuk tentang penyusunan tes esai yang baik, yaitu: (1) memberikan waktu dan pikiran yang cukup untuk mmenyusun pertanyaan tes esai, (2) pertanyaan hendaknya ditulis sedemikian rupa sehingga memperoleh bentuk perilaku yang akan diukurnya, (3) pertanyaan esai yang disusun dengan baik akan membuat peserta didik mengerti tentang kerangka jawaban yang harus dikejarkan, (4)tentukan dengan penguasaan faktaa-fakta apa yang akan dipertimbangkan dalam menilai jawaban tes esai, (5) hindari menyediakan pertanyaan pilihan dalam tes esai, (6) gunakan sejumlah besar pertanyaan yang menuntut jawaban singkat daripada hanya menyediakan sedikit pertanyaan yang memerlukan jawaban panjang, (7) jagan memulai pertanyaan dengan kata-kata, seperti: daftarlah, siapakah, apakah, tahukah anda, (8) sesuaikan kompleksitas dan panjang jawaban yang diharapkan dengan tingkat kematangan peserta didik, (9) jika memungkinkan, gunakan pertanyaan bentuk novel, (10) siapkan kunci jawaban. Penjelasan tentang penilaian tes esai adalah sebagai berikut, yaitu (1) gunakan metode yang tepat untuk mengurangi bias, (2) berikan perhatian hanya pada aspek-aspek jawaban yang signifikan dan relevan, (3) hhati-hati, jangan terpengaruh oleh aspek pribadi yang dinilai, (4) terapkan patokan yang sama untuk semua lembar jawaban peserta didik. Dan dalam penyusunan tes esay, terdapat sejumlah kata-kata kunci yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) analisis,(2) berikan komentar,(3) bandingkan, (4) perbedaan antara dua hhal atau lebih, (5) berikan kritik, (6) definisikan, (7) diagram, ilustrasi, (8) diskusikan, (9) berikan penilaian, (10) jelaskan, hubungkan, (11) berikan alasan, buktikan, (12) buat daftar, (13) buat garis besar, (14) buat ringkasan, (15) berikan deskripsi tentang kemajuan secara runtut. Menurut Wiersma dan Jurs, prosedur penilaian hendaknya mengikuti langkah-langkah berikutini: (1) siapkan dafatr yang jelas tentang konsep-konsep, fakta-fakta dan lain-lain yang dianggap penting yang termasuk dalam jawaban soal, serta bekerjalah berdasarkan garis besar model jawaban yang diinginkan, (2) bacalah sejumlah sampel dari jawaban-jawaban tersebut tanpa memberikan skor dengan maksud untuk memperoleh gambaran tentang kualitas jawaban yang bisa diharapkan,(3) jika memungkinkan, bacalah lembaran kerja peserta didik tanpa memperhatikan identitas peserta didik untuk menghindari adanya “halo effect” seperti member skor yang tinggi kepada peserta didik, (4) beri skor untuk semua jawaban peserta didik pada satu nomor soal sebelum member skor pada butir soal berikutnya, sehingga bisa menjaga kekonsistenan skor, (5) atur kembali lembaran kerja peserta didik secara random setelah pemberian skor untuk tiap butir soal, sehingga posisinya tidak sama, (6) jika jumlah skor yang akan diberikan skor cukup banyak, aturlah waktu pemeriksaan tersebut sedemikian rupa dengan maksimal untuk mengurangi kelelahan dan kebosanan. Jadi kesimpulan dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tes esai adalah butir tes yang menuntut peserta didik untuk menyusun, merumuskan dan mengemukakan sendiri jawabannya menurut kata-katanya sendiri secara bebas. Tes esai dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu tes esai yang menginginkan jawaban luas dan terbuka dan tes esai yang menginginkan jawaban terbatasatau terstruktur. Disamping itu tes esai memiliki beberapa keunggulan, seperti: dapat mengukur aspek kemampuan yang tinggi dan kompleks. Selain keunggulan tes esai juga memiliki kelemahan, yaitu: sulit memberikan skor secara objektif, sehingga tingkat reabilitasnya lebih rendah dari tes objektif. Namun secara keseluruhan tes esai jauh lebih unggul daripada tes objektif, karena dapat mengukur dari kemampuan yang paling rendah sampai tinggi. Untuk mengatasi kelemahan pada tes esai dapat dilakukan dengan cara mengikuti secara cermat petunjuk-petunjuk penulisan tes esai. Selain itu penskoran harus dilakukan oleh orang yang membuat soal. 4. Prinsip-Prinsip Umum Menurut Gronlund, tes buatan guru harus disusun dengan memperhatikan prinsip dasar penyusunan tes hasil belajar yaitu (1) mengukur hasil belajar yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan pembelajaran, (2) mengukur secara representatife materi pelajaran yang tercakup dalam pembelajaran, (3) mencangkup jenis-jenis pertanyaan yang sesuai untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan, (4) direencanakan agar hasilnya sesuai dengan hasil yang diinginkan, (5) dibuat dengan realibilitas yang setinggi-tingginya kemudian ditafsirkan dengan hati-hati, dan (6) digunakan untuk memperbaiki hasil belajar. Menurut Both lima prinsip umum yang dijadikan sebagai dasar penyusunan tes adalah (1) kaitan butir-butir tes dengan tujuan pembelajaran, (2) perencanaan tes, (3) penyiapan tes, (4) uji coba tes, (5) evaluasi tes. 5. Tujuan Tes Tujuan tes yang penting adalah untuk: (1) mengetahui tingkat kemampuan peserta didik, (2) mengukur pertumbuhan & perkembangan peserta didik,(3) mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik, (4) mengetahui hasil ppengajaran, (5) mengetahui hasil belajar, (6) mengetahui pencapaian kuriikulum, (7) mendorong peserta didik belajar, (8) mendorong pendidik meengajar yang lebih baik dan peserta didik belajar lebih baik. Ditinjau dari tujuannya, ada empat macam tes yang banyak digunakan dilembaga pendidikan, yaitu: (1) tes penempatan, (2) tes diagnostic, (3) tes formatif, dan (4) tes sumatif. 6. Bentuk Tes Bentuk tes yang digunakan dilembaga pendidikan ada dua, yaitu tes objektif daan tes non objektif. Objektif disini dilihat dari sistem penskorannya. Tes non objektif adalah yang sistem penskorannya dipengaruhi oleh pemberi skor. Bentuk tes objektif yang sering digunakan adalah pilihan ganda, menjodohkkan, dan tes uraian objektif. Tes uraian dapat dibedakan menjadi tes uraiian objektif dan tes uraian non objektif. Pemilihan bentuk tes yang tepat disesuaikan dengan oleh tujuan tes, jumlah peserta tes, waktu yang disediakan, untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata ppelajaran yang diujikan. Kelebihan tes objektif pilihan ganda adalah lembar jawaban yang dapat diperiksa dengan computer, sehingga objektivitas penskoran dapat dijamin. Pada tes bentuk uraian objektif ini sistem penskoran dapat dibuat dengan jelas dan rinci. a. Tes Lisan di Kelas Dalam melakukan pertanyaan lisan dikelas prinsipnya adalah: mengajukan pertanyaan, memberi waktu untuk berpikir, kemudian menunjuk peserta untuk menjawab. Baik benar maupun salah jawaban peserta didik, ditawarkan di kelas untk keaktifan peserta didik. b. Bentuk Benar Salah Tes benar salah merupakan salah satu dari lima jenis tes tertulis yang digunakan untuk menentukan capaian prestasi belajar siswa. Tes benar salah terdiri dari terdiri dari dua macam, yaitu: tes benar salah dengan pembetulan dan tes benar salah tanpa pembetulan. Beberapa kelemahan tes benar salah yang sering muncul yaitu memiliki makna ganda, mengukur capaian prestasi siswa dan mendorong terjadinya tebakan. Kelemahan lain adalah siswa dapat menjawab dengan benar jawabannya tanpa memerlukan pengetahuan tentang jawaban tersebut, tapi cukup denganmemahami struktur bahasa. Menurut Sudjana (2006) memberikan beberapa kaidah yang dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penulisan soal bentuk benar salah, yaitu: a) Hindari pernyataan yang mengandung kata kadang-kadang, selalu, umumnya, seringkali, tidak ada, tidak pernah, dan sejenisnya. b) Hindari pengambilan kalimat langsung dari buku pelajaran. c) Hindari pernyataan yang merupakan suatu pendapat yang masih bisa diperdebatkan kebenarannya. d) Hindari penggunaan pernyataan negative ganda, misalnya padi tidak tumbuh ditempat yang beriklim panas e) Usahakan agar kalimat untuk setiap soal tidak terlalu panjang f) Susunlah pernyataan-pernyataan benar-salah secara acak. Dan berikut ini merupakan beberapa model skor benar-salah, yang diadopsi menurut Both yaitu: c. Bentuk Pilihan Ganda Manfaat dari tes pilihan ganda adalah diantaranya butir-butirnya dapat didesain untuk mengukur kemampuan interpretasi, membedakan, memilih, dan aplikasi dari fakta atau konsep yang telah dipelajari siswa. Selain itu dapat juga digunakan untuk menentukan level pemahaman, keputusan dan kemampuan penalaran siswa. Menurut Mardapi (2004) pedoman utama dalam pembuatan butir soal bentuk pilihan-ganda, yaitu: 1) Pokok soal harus jelas 2) Isi pilihan jawaban homogen 3) Itu sejumlah pilihan atau panjang kalimat pilihan jawaban relative sama 4) Tidak ada petunjuk jawaban yang benar 5) Hindari menggunakan pilihan jawaban: semua benar atau semua salah 6) Pilihan jawaban akan diurutkan 7) Semua jawaban logis 8) Jangan menggunakan negative ganda 9) Kalimat yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta tes. 10) Bahasa Indonesia yang digunakan komunikatif 11) Letakan pilihan jawaban benar ditentukan secara acak Dilihat dari strukturny, bentuk pilihan ganda terdiri atas: 1. Stem, yaitu pertanyaan yang berisi permasalahan yang akan dinyatakan 2. Option, yaitu sejumlah pilihan atau alternatife jawaban 3. Kunci, yaitu jawaban benar 4. Distractor, yaitu jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban Menurut Moister dan Meyers terdapat 14 tipe pertanyaan yang dapat ditanyakan menggunakan tes pilihan-ganda, yaitu: 1) Pertanyaan yang berkaitan dengan definisi 2) Pertanyaan yang berkaitan dengan tujuan 3) Pernyataan yang berkaitan dengan kasus 4) Pertanyaan yang berkaitan dengan pengaruh 5) Pertanyaan yang berkaitan dengan asosiasi 6) Pertanyaan yang berkaitan dengan recognition of offer. 7) Pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi masalah 8) Pertanyaan yang berkaitan dengan evaluasi 9) Pertanyaan yang berkaitan dengan membedakan 10) Pertanyaan yang berkaitan dengan kesamaan 11) Pertanyaan yang berkaitan dengan susunan 12) Pertanyaan yang berkkaitan dengan susunan yang tidak lengkap 13) Pertanyaan yang berkaitan dengan prinsip umum 14) Pertanyaan yang berkaitan dengan subjek controversial Penilaian pada soal pilihan ganda relative sederhana menurut Mardapi (2004), apabila digunakan koreksi terhadap tebakan, skor yang diperoleh menggunakan formula berikut ini: Keterangan: S : skor dengan koreksi terhadap tebakan R : jumlah butir yang dijawab benar N : jumlah pilihan jawaban W : jumlah butir yang dijawab salah d. Bentuk Uraian Secara umum tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mediskusikan, membandingkan, member masalah, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Berikut ini merupakan kelebihan atau keunggulan tes uraian antara lain adalah: a. Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi b. Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa c. Dapat melatih kemampuan berpikir teratur, yakni berpikir logis, analitis dan sistematis d. Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah e. Adanya keuntungan teknis seperti mudah mudah membuat soal sehingga tanpa memakan banyak waktu, karena guru dapat secara langsung melihat proses berpikir siswa. Kelemahan dari tes ini adalah: a. Semua tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dappat menguji semua pokok bahasan yang telah diberikan b. Sifatnya sangat subjektif, baik dalam menyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya c. Tes ini biasanya kurang reliable, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksaannya memerlukan waktu yang lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlah siswanya relative besar. Menurut Ebel dan Mardapi cara pemberian skor pada bentuk tes uraian adalah: 1. Menggunakan penskoran analitik 2. Menggunakan penskoran dengan skala global 3. Lakukan penilaian dari pertanyaan-kepertanyaan bukan dari peserta didik ke peserta didik 4. Apabila tidak ada identitas peserta didik, bisa menggunakan kode saja. e. Bentuk Jawaban Singkat Bentuk jawaban singkat ditandai dengan adanya tempat kosong yang disediakan bagi pengambil tes untuk menuliskan jawabannya sesuai dengan petunjuk. Ada tiga jenis soal bentuk ini, yakni: jenis pertanyaan, jenis melengkapi dan jenis identifikasi. Cara penyusunan soal bentuk ini adalah: 1. Soal harus sesuai dengan indicator 2. Jawaban yang benar hanya satu 3. Rumusan kalimat soal harus komunikatif 4. Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar 5. Tidak menggunakan bahasa lokal f. Bentuk Menjodohkan Soal bentuk menjodohkan terdiri atas suatu premis, suatu daftar, kemungkinan jawaban dan suatu petunjuk untuk menjodohkan masing-masing premis itu dengan satu kemungkinan jawaban. Kelebihan dari bentuk soal menjodohkan adalah 1. Penilaiannya dapat dilakukan dengan cepat dan objektif 2. Tepat digunakan untuk mengukur kemampuan bagaimana mengidentifikasi antara dua hal yang berhubungan 3. Dapat mengukur ruang lingkup pokok bahasan yang lebih luas Kelemahan dari soal menjodohkan adalah: 1. Hanya dapat diukur berdasarkan fakta dan hafalan 2. Sukar untuuk menentukan materi Kaidah-kaidah pokok penulisan soal jenis menjodohkan adalah: 1. Hendaknya materi yang diajukan berasal dari hal yang sama sehingga persoalan yang ditanyakan bersifat homogen 2. Usahakan agar pertanyaan dan jawaban mudah dimengerti 3. Soal harus sesuai dengan indicator 4. Gunakan symbol yang berlainan untuk pertanyaan dan jawaban 5. Jumlah alternative jawaban lebih banyak dari pada premis 6. Alternative jawaban harus nyambung dengan premis 7. Rumusan kalimat soal harus komunikatif 8. Susunlah soal menjodohkan dalam satu hal yang sama 9. Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar 10. Tidak menggunakan bahasa lokal 7. Pemilihan atau Penyusunan Tes Hasil Belajar Langkah-langkah penyusunan tes hasil belajar adalah dengan a. Mengidentifikasi tujuan pengukuran b. Membatasi cakupan isi tes c. Menentukan tingkat kompetensi yang akan diatur d. Menentukan tipe butir tes yang digunakan e. Menentukan banyaknya butir tes 8. Jenis Tagihan Jenis tagihan yang dapat dipakai dalam sistem pengujian berbasis kemampuan dasar dapat berkait dengan ranah kognitif ataupun psikomotor, antara lain yaitu sebagai berikut: a. Kuis b. Pertanyaan lisan di kelas c. Ulangan harian d. Tugas individu e. Tugas kelompok f. Ulangan semester g. Ulangan kenaikan kelas h. Laporan kerja praktik i. Ujian praktik j. Ujian akhir k. Tes masuk 9. Pengembangan Tes Menurut Mardapi (2004) memberikan saran agar dalam pengembangan tes hasil belajar, setidaknya ada delapan langkah yang perlu ditempuh, yaitu: 1. Menyusun spesifikasi Tes Langkah awal dalam mengembangkan tes adalah menetapkan spesifikasi tes, yaitu yang berisi tentang uraian yang menunjukan keseluruhan karakteristik yang harus dimiliki suatu tes. Penyusunan spesifikasi tes mencangkup sbb: a. Menentukan tujuan tes Ditinjau dari tujuannya ada empat macam tes yang banyakdigunakan di lembaga pendidikan, yaitu: tes penempatan, tes diagnostic, tes formatif, dan tes sumatif. Tes penempatan dilakukan diawal pelajaran. Tes ini berguna untuk mengetahui tingkat kemampuan yang telah dimiliki peserta didik. Tes diagnostic berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes formatif bertujuan untuk memperoleh masukan tentang tingkat keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran. Tes ini dilakukan secara periodic sepanjang semester. Sementara tes sumatif diberikan diakhir suatu pelajaran. Hasilnya untuk menentukan keberhasilan belajar peserta didik untuk mata pelajaran tertentu. b. Menyusun kisi-kisi Kisi-kisi merupakan table matrik yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan dibuat kisi-kisi ini merupakan acuan bbagi penulis soal, sehingga siapapun yang menulis tingkat kesulitan soal relative sama. Matrik kisi-kisi soal terdiri dari dua jalur yaitu, kolom dan baris. Ada empat langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes, yaitu: 1. Menulis tujuan umum pelajaran 2. Membuat daftar pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang akan diujikan 3. Menentukan indicator 4. Menetukan jumlah soal tiap pokok bahasan dan sub pokok bahasan c. Menetukan bentuk tes Pemilihan bentuk tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, jumlah peserta, waktu yang tersedia untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan. d. Menetukan panjang tes Penetuan panjang tes berdasarkan pada cakupan materi ujian dan kelelahan peserta tes. Penentuan panjjang tess berdasarkan pengalaman saat melakukan tes. 2. Menulis butir soal Penulisan soal merupakan langkah menjabarkanindikator menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan perincian pada kisi-kisi yang telah dibuat. 3. Menelaah soal Setelah menulis butir soal perlu dilakukan telaah. Hal ini perlu dilakukan untuk memperbaiki soal jika dalam pembuatan masih ada kekurangan dan kesalahan. Penelaah butir soal terbagi kedalam 2 bagian, yaitu: (1) telaah secara kualitatif dan (2) telaah secara kuantitaif 4. Melakukan ujicoba Melalui uji coba diperoleh data: reabilitas, validas, tingkat kesadaran,pola jawaban,efektifitas pengecoh, daya beda dan lain-lain. 5. Menganalisis butir soal Berdasarkan hasil uji coba perlu kiranya dilakukan analisis butir soal. Maksudnya, dilakukan analisis terhadap masing-masing butir soal yang telah disusun. Melalui analisis butir ini dapat diketahui antara lain: tingkat kesukaran, butir soal, daya pembeda dan juga efektivitas pengecoh 6. Memperbaiki tes Langkah ini biasanya dilakukan atas butir soal, yaitu memeprbaiki masing-masing butir sooal yang belum baik. Ada kemungkinan beberapa soal yang sudah baik sehingga tidak perlu direvisi lagi, beberapa butir mungkin perlu direvisi, dan beberapa yang lain mungkin harus dibuang karena tidak memenuhi standar kualitas yang diharapkan. 7. Merakit tes Dalam merakit soal, hal-hal yang dapat mempengaruhi validitas soal seperti nomor urut soal, pengelompokan bentuk soal, layout dan sebagainya harus diperhatikan. Hal ini sangat penting karena walupun butir-butir yang disusun telah baik tetapi jika penyusunannya sembarangan menyebabkkan soal yang dibuat menjadi tidak baik. 8. Melaksanakan tes Dalam pelaksanaan tes ini memerlukan pemantauan agar tes benar-benar dikerjakan oleh peserta dengan jujur dan sesuai dengan ketentuan yang ttelah digariskan. Namun begitu, pemantauan dan pengawasan yang dilakukan harus tidak mengganggu pelaksanaan tes itu sendiri. 9. Menafsirkan hasil tes Hasil tes menghasilkan data kuantitatif. Skor ini kemudian ditafsirkan sehingga menjadi tinggi, sedang, rendah. Ada dua acuan yang sering digunkan dalam menilai yaitu acuan norma dan acuan criteria. Dan nilai merupakan alat yang berguna untuk memotivasi siswa agar belajar lebih baik lagi. 10. Pengembangan Instrumen Nontes Menurut Mardapi ada 10 langkah yang dilakukan dalam mengembangkan instrument non tes yaitu: a. Menentukan spesifikasi instrument Ditinjau dari tujuannya, ada empat instrument yaitu: (a) instrument sikap, (b) instrument minat, (c)instrument konsep diri, (d) instrument nilai. Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan spesifikasi instrument, yaitu: 1. Menentukan tujuan pengukuran 2. Menyusun kisi-kisi instrument 3. Memilih bentuk dan format instrument 4. Menentukan panjang instrumen b. Menulis instrument Ada emapat aspek ranah kognitif yang bisa dinilai di sekolah, yaitu: sikap, minat, percaya diri, dan nilai. Instrument sikap bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap suatu objek. Sementara pada instrument minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat siswa pada suatu mata pelajaranyang selanjunya digunakan untuk meningkatkan minat siswa terhadap suatu mata pelajaran. Pada instrument konsep diri untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan siswa. Dan yang terakhir pada instrument nilai bertujuan untuk mengungkapkan keyakinan individu. c. Telaah instrument Telaah instrument adalah tentang (1) apakah butir pertanyaan sesuai dengan indicator, (b) bahasa yang digunakan apakah sudah komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar, (c) apakah butir peertanyaan tidak biasa, (d) apakah formatif instrument menarik untuk dibaca, (e) apakah jumlah butir soal sudah tepat sehingga tidak menjemukan dalam menjawabnya. d. Skala pengukuran Skala pengukuran yang sering digunakan, yaitu: skala Thurstone, Skala Likert, Skala beda semantic. Skala Thurstone terdiri dari 7 kategori, yang paling banyak bernilai 7 dan yang kecil bernilai 1 Contoh skala Thurstone, minat terhadap pelajaran sejarah 7 6 5 4 3 2 1 1. Saya senang belajar sejarah 2. Pelajaran sejarah bermanfaat 3. Saya berusaha hadir tiap pelajran sejarah 4. Saya berusaha memiliki buku pel sejarah 5. Pelajaran sejarah membosankan Contoh skala likert, sikap pada mata pelajaran matematika No 4 3 2 1 1 Pelajaran matematika bermanfaat SS S TS STS 2 Pelajaran matematika sulit SS S TS STS 3 Tidak semua siswa harus belajar matematika SS S TS STS 4 Pelajaran matematika harus dibuat mudah SS S TS STS 5 Harus aplikasi pada mata pelajaran matematika SS S TS STS Keterangan: SS : sangat setuju S : setuju TS : tidak setuju STS : sangat tidak setuju Contoh skala beda semantik: pelajaran sejarah Menyenangkan Membosankan Sulit Mudah Bermanfaat Sia-sia Menantang Menjemukan Harapan penalaran e. Penyusunan butir soal bentuk daftar cek Dalam menyusun daftar cek yang perlu diperhatikan, yaitu: (1)carilah indicator-indikator yang perlu diujikan, (2) susunlah indicator-indikator tersebut sesuai dengan urutan penampilannya. f. Penskoran instrument Penskoran dilakukan tergantung dari skala yang digunakan. Apabila menggunakan skala thurstone yang paling banyak skornya 7, sementara yang paaling kecil skornya 1. Begitu juga dengan skalayang lainnya. g. Menganalisis instrument Pada saat analisis dilakukan ujicoba. Kemudian dari ujicoba tersebut dilakukan perbaikan untuk mngetahui karakteristik instrument yang digunakan h. Penafsiran hasil instrument Untuk menafsirkan diperlukan suatu criteria. Criteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir yang digunakan. B. Alat Ukur Nontes a. Skala Skala merupan alat untuk mengukur nilai, sikap dan perahtian yang disusun dalam bentuk pertanyaan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kreteria yang ditentukan (Sudjana, 2005). I Wayan Koyan (2011;52) menyatakan bahwa skala merupakan seperangkat lambang atau angka yang dibuat sehingga melalui aturan, lambang atau angka itu dapat ditempatkan pada individu yang menjadi sasaran penggunaan skala itu. Jadi dapat disimpulkan Skala merupakan seperangkat alat ukur untuk mengukur nilai, sikap dan perhatian yang bentuknya berupa rentangan angka atau nilai atau lambang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penjelasan kali ini penulis akan menjelasakan dau bentuk skala yakni Skala Penilaian dan Skala Sikap. 1. Skala Penilaian Menurut Nana Sudjana (2005;77), skala penilaian merupakan suatu alat untuk mengukur penampilan atau prilaku orang lain oleh seseorang melalui pernyataan perilaku individu pada suatu titik kontinuum atau usuatu kategori yang bermakna nilai. Rentangan ini bisa dalam bentuk huruf (A,B,C,D) atau angka (4,3,2,1). Sedangkan rentangan kategori yakni, tinggi, sedang, rendah atau baik, sedang cukup. Skala penilaian digunakan untuk mengukur suatu proses, misalnya proses mengajar pada guru, dan belajar pada siswa atau hasil belajar dalam bentuk perilaku seperti keterampilan, dan hubungan sosial. Skala penilaian hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut. a) Tentukan tujuan yang akan dicapai dari skala penilaian. b) Tentukan aspek atau variabel yang akan diungkap melalui instrumen. c) Tetapkan bentuk rentangan nilai. d) Buat item-item pernyataan yang akan dinilai dalam kalimat singkat tetapi bemakna secara logis dan sistematis. e) Menetapkan pedoman mengolah dan manafsirkan hasil yang diperoleh dari penilaian. 2. Skala Sikap Menurut Nana Sudjana (2005;80) skala sikap merupakan alat untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung, menolak atau netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Nana sudjana juga menjelaskan terdapat tiga komponen sikap yakni Kognisi, afeksi dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang suatu objek atau stimulus yang dihadapinya. Afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut dan konasi berkeaan dengen kecenderungan berbuat tehadap objek tersebut. b. Wawancara 1. Pengertian Menurut Anas Sudijono (2006;82), menyatakan bahwa wawancara adalah cara menghimpun keteranganyang dilaksanakan dengan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadpaan muka dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Kartadinata dkk (2008;39) wawancara merupakan teknik untuk mengumpulkan informasi melalui kominikasi langsung dengan responden (orang yang diminta infomrmasi). Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah suatu teknik pengumpulan informasi/keterangan dengan cara tanya jawab langsung kepada responden. Pada kegiatan wawancara terdapat dua objek yang berperan yakni penanya dan responden (penjawab). Di dalam mencari/mendapatkan informasi dari responden, maka penanya dapat melakukan wawancara secara terstruktur (membuat rencana) dan tidak terstrukur (tanpa adanya rencana). Menurut Anas Sudijono (2006;82), terdapat dua bentuk wawancara yakni wawancara terpimpin dan wawancara tidak terpimpin. Wawancara terpimpin adalah wawancara yang berstruktur dimana penanya telah menyusun daftar pertanyaan secara sistematis. Sedangkan wawancara tidak terpimpin adalah wawancara sederhana/bebas dimana penanya tidak membuat daftar pertanyaan secara sistematis. 2. Langkah-langkah Pada saat melakukan wawancara terdapat beberapa hal penting yang harus kita perhatikan baik itu dari persiapan hingga kegiatan wawancara. Menurut Endang Poerwanti (2008;3-25), terdapat 7 langkah yang harus dilakukan pada saat melakukan wawancara. a) Merencanakan pertanyaan yakni membuat pertanyaan dengan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti. b) Mengatur pertanyaan agar responden tidak defensif sehingga kita bisa memperoleh informasi dari responden. c) Memulai wawancara dengan pertanyaan yang mudah dan menggunakan pertanyaan menyerang pada akhir interview. d) Mulailah dengan pertanyaan yang umum ke pertanyaan yang khusus. e) Buat isyarat non verbal yang sangat berguna untuk memancing siswa agar bersedia menjawab. f) Bersikaplah yang tenang. g) Berikan kesempatan responden untuk merumuskan apa yang dipikirkannya dapa apa yang akan dikatakannya. c. Quisioneir 1. Pengertian Menurut Kartadinata dkk (2008;42), quisioneir atau angket adalah alat pengumpul data (informasi) melalui komunikasi tidak langsung, yaitu melalui tulisan. Angket ini berisi daftar pertanyaan yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan responden. Menurut I Wayan Koyan (2011;62), quisioneir adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden. Quisioneri digunakan untuk mengumpulkan informasi yang tidak mudah diakses dengan cara lian, khususnya untuk mengetahui informasi mengenai sikap atau komponen afektif (Poerwanti, 2008). Quisioneir ini dapat berupa pilihan ganda, dan dapat pula berbentuk skala sikap. Jadi dapat disimpulkan bahwa quisioneir adalah alat pengumpul informasi/data melalui komunikasi tidak langsung yaitu tulisan berupa pilhan ganda ataupun skala sikap untuk mendapatkan data mengenai komponen afektif. Dalam kegiatan pengajaran, tujuan pemberian quisioneir adalah, (a) untuk memperoleh data mengai latar belakang siswa sebagai bahan dalam menganalisis tingkah laku hasil dan proses belajar. (b) untuk memperoleh data mengenai hasil belajar yang dicapainya dan proses belajar yang ditempuhnya. (c) untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum dan program pengajaran. Terdapat dua bentuk quisioner jika ditinjau dari segi cara menjawabnya, yakni quisioner terturup (jawaban telah disediakan) dan quisioner terbuka (responden bebas mengemukakan pendapatnya). 2. Langkah-langkah Menurut Endang Poerwanti (2008;3-26) terdapat beberapa langkah di dalam memberikan quisioneir, diantaranya adalah sebagai berikut. a) Memutuskan sikap yang hendak diukur ata dinilai b) Menyususn angket c) Memilih ukuran standar yang sesuai d) Memberikan angket kepada siswa untuk diisi mendekatai awal atau akhir daritiap unit pembelajara, atau bisa juga di sekitar awal atau akhir semester. e) Menganalisis dan mengelola data untuk umpan balik bagi para stakeholder yang berkepentingan. f) Menggunakan hasil untuk membuat sebuah keputusan. Menurut Nana Sudjana (2006;71), menjelaskan beberapa langkah di dalam menyusun quisioneir. a) Menganalisis variabel, membuat kisi-kisi dan menyusun pertanyaan. b) Dalam menyususn pertanyaan dibuat singkat dan jelas. c) Membuat hubungan pertanyaan, jadi antara satu pertanyaan dengan pertanyaan lainnya memiliki hubungan. d) Usahakan agar jawaban tidak lebih panjang dari pertanyaan. e) Jangan membuat quisioneir terlalu panjang atau terlalu pendek. d. Studi Kasus 1. Pengertian Menurut Nana Sudjana (2005;94) menyatakan bahwa studi kasus merupakan suatu metode yang pada dasarnya mempelajarai secara intensif seseorang individu yang dipandang mengalami suatu kasus tertentu secara mendalam. Mendalam artinya mengungkapkan semua variabel yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut dari berabgai aspek yang mempengaruhi dirinya. Menurut Kartadinata dkk (2008;47) studi kasus merupakan teknik mempelajari perkembangan seorang murid secara menyeluruh dan mendalam serta mengungkapkan seluruh aspek pribadi murid yang datanya diperoleh dari berbagai pihak, seperti dari setiap guru, dokter, orang tua atau pihak berwenang. Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa studi kasus merupakan suatu metode yang mempelajari secara intensif, menyeluruh dan mendalam seorang individu yang dipandang mengalami suatu kasus tertentu. Tujuan dari teknik ini adalah untuk mengetahui dan memahami pribadi murid dan membantu murid agar dapat mengembangkan dirinya secara optimal. 2. Langkah-Langkah Menurut Nana Sudjana terdapat beberapa petunjuk untuk melaksanakan studi kasus khususnya pada bidang pendidikan di sekolah, yakni diantaranya adalah sebagai berikut. a) Menemukan siswa-siswa yang mempunyai masalah khusus untu dijadikan kasus. b) Menetapkan jenis masalah yang dihadapi oleh siswa. c) Mencari bukti lain untuk lebih meyakinkan kebenaran masalah yang dihadapi siswa tersebut melalui analisis hasil belajar yang dicapainya, mengamati perilaku dan bila perlu meminta penjelasan dari orang tua. d) Mencari penyebab timbulnya masalah dari berbagai aspek yang berkenaan denga kehidupan siswa. e) Menganalisis sebab tersebut dan menghubungkan dengan tingkah laku siswa agar diperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai latar belakang siswa. f) Membuat alternatif masalah dari analsis yang telah dilakukan. g) Menerapkan alternatif pemecahan masalah secara bertahap. h) Melakukan pengamatan terhadap tingkah laku siswa. e. Daftar Cocok Daftar cocok merupakan sejumlah pertanyaan (pertanyaan singkat), dimana responden yang dinilai hanya membubuhkan tanda cocok () pada tempat yang telah ditentukan. f. Riwayat Hidup 1. Pengertian Menurut Kartadinata (2008;44), riwayat hidup adalah karangan pribadi yang mengungkapkan kepribadian murid tentang pengalaman hidupnya, cita-citanya, keadaan keluarga dan sebagainya. Menurut I Wayan Koyan (2011;65) riwayat hidup merupakan gambaran tentang keadaan seseorang selam masa hidupnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa karangan pribadi yang mengungkapkan dan menggambarakan kepribadian murid tentang pengalaman hidupnya. Karangan pribadi ini merupakan cara untuk memahami keadaan pribadi murid yang pada umumnya bersifat rahasia. Tujuan dari riwayat hidup ini adalah untuk mengetahui keadaan murid tentang minat dan bak, cita-cita, serta sikap terhadap keluarga, guru atau sekolah. Terdapat dua jenis riwayah hidup yakni biografi (riwaya hidup seseorang yang dibuat oleh orang lain) dan autobiografi (riwayat hidup seseorang yang dibuat oleh orang yang bersangkutan). Menurut Kartadinata dkk (2008;45), terdapat dua jenis autobiografi, yaitu autobiografi tersetruktur dan tidak terstruktur. Autobiografi terstruktur ini disusun berdasaran tema yang telah ditentukan, misalnya saja tema cita-citaku, keluarga, teman akrab dan lain-lain. Sedangkan autobiografi yang tidak terstruktur adalah autobiografi yang dibuat siswa secara bebas tanpa adanya pembatasan tema. g. Sosiometri 1. Pengertian Menurut kartadinata dkk (2008;45) sosiometri merupakan teknik pengumpulan informasi mengenai hubungan atau interaksi sosial di antara murid. Menurut S.Nasution (1999;34), sosiometri merupakan metode pengumpulan informasi untuk mengetahui hubungan sosial antara murid-murid dalam kelas. Jadi dapat disimpulkan bahwa sosiometri merupakan teknik pengumpulan informasi mengenai hubunagn sosial atau interaksi sosial antara murid-murid di dalam suatu kelas. Dari pengertian diatas maka dapat kita pahami bahwa dengan menerapkan sosiometri kita dapat mengetahui hubungan sosial antara siswa sehingga kita dapat mengetahui siswa mana yang menjadi siswa populer dan siswa terisolir. Selain hubungan sosial, kita juga akan mengetahui interaksi sosial antar siswa sehingga kita nantinya akan mengetahui klik (kartadinata:2008) atau kelompok kecil siswa. Kartadinata juga menambahkan bahwa, sosiometri berguna untuk memperbaiki hunungan siswa, menentuka kelompok kerja dan untuk meneliti kemampuan memimpin siswa dalam kelompok. 2. Langkah-langkah Untuk dapat mengetahui hubungan sosial dan interaksi sosial siswa dikelas maka terdapat beberapa langkah-langkah yang dapat ditempuh. Menurut S. Nasution (1999;35) menyatakan bahwa dalam penerapan sosiometri hal yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Menyuruh siswa untuk menuliskan nama teman yang ia sukai. 2. Membuat sosiogram berdasarkan atas jawaban siswa. Sosiogram merupakan diagram hubungan sosial dalamkelas. Anak yang paling banyak dipilih adalah anak populer dan anak yang tidak banyak dipilih adalah anak yang terisolir. 3. Menentukan keterhubungan, apabila terdapat 2 anak yang saling memilih satu sama lain itu disebut pair (pasangan), apabila terdapat 3 orang yang saling memilih maka itu disebut triangle. Dan apabila lebih dari 3 orang yang saling memilih maka itu disebut klik atau kelompok kecil. Selain tiga langkah diatas Nana Sudjana menyatakan bahwa melalui sosiometri kita dapat menetukan chain atau hubungan mata rantai. Chain ini hampir serupa dengan klik, namun chain membentuk mata rantai, seperti contoh, Si A dipilih oleh B, kemudian si B dipilih oleh C dan C dipilih oleh si A. hal inilah yang dikatakan Chain. Sedangkan Klik ini terdapat lebih dari 3 anak yang memilih satu sama lainnya. misalnya, Si A memilih si B, C dan D. kemudian B memilih A, C dan D, lalu C memilih A, B dan D. lalu D memilih A, B dan C. DAFTAR PUSTAKA Mansyur, & Rasyid, H. (2007). Penilaian Hasil Belajar. Bandung: CV Wacana Prima. Koyan, I Wayan. (2011). Asesmen Dalam Pendidikan. Singaraja: UNDIKSHA Agung, Gede. (2010). Evaluasi Pendidikan. Singaraja: UNDIKSHA Kartadinata, S., Ahmad, & Sugandi, N. M. (2008). Bimbingan Konseling SD. Jakarta: DIKTI. Poerwanti, E. (2008). Asesmen Pembelajaran SD. Jakarta: Dikti. S. Nasution.1999.Sosiologi Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara Sudjana, N. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar