Rabu, 02 Januari 2013

Kelas A Angkatan 2010 PGSD

jam

Bilangan Jam A. Pengertian Bilangan Jam Misalkan kita mempunyai sebuah lingkaran dengan lima titik pada lingkaran itu, seperti pada gambar dibawah ini. Kemudian kita bubuhkan pada titik-titik lambang-lambang bilangan dari “0” sampai “4”. Untuk menunjukkan posisi, digunakan satu jarum petunjuk yang biasanya diputar seperti pada jarum jam, yaitu ke kanan. Jam seperti itu kita sebut Jam limaan, karena hanya mempunyai lima angka dari 0 sampai 4. Contoh: 1. Pada jam tujuhan, lambang-lambang bilangan yang digunakan ialah 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. 2. Pada jam dua belasan, lambang-lambang bilangan yang digunakan ialah 0, 1, 2, 3, 4,......, dan 11. Dengan bilangan jam dapat juga dilakukan pengerjaan hitung (operasi hitung) yang membicarakan operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Pada buku paket disekolah dasar, pengerjaan-pengerjaan hitung bilangan jam tersebut biasa disebut aritmatika jam. Pada aritmatika jam ini bilangan-bilangannya tertulis pada permukaan jam tertentu itu. Diperguruan tinggi, aritmatika jam yang dibahas ini sama dengan aritmatika modular, karena pada aritmatika jam, angka untuk bilangan yang paling besar diganti dengan angka 0. Misalnya: a. Pada aritmatika jam limaan, lambang bilangan yang digunakan ialah 1, 2, 3, 4, dan 0. b. Pada aritmatika jam dua belasan, lambang bilangan yang digunakan ialah 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, dan 0. Pada aritmatika jam 12-an inilah dimaksudkan jam untuk menentukan waktu. B. Operasi Penjumlahan Gambar di atas ini merupakan muka jam yang biasa dipakai untuk menentukan waktu. Jarum jamnya menunjuk ke arah 12, berarti menunjukkan jam 12. Bila 2 jam kemudian pelajaran selesai, jarum jam tadi menunjuk ke angka berapa? Dengan menggerakkan (memutar) jarum jam sejauh 2 langkah, jarum jam menunjukkan angka 2. Berarti menunjukkan jam 2. Bila 4 jam sesudah itu kita makan, jarum jam tadi menunjuk ke angka berapa? Dengan menggerakkan jarum jam sejauh 4 langkah, jarum jam menunjuk angka 6. Berarti menunjukkan jam 6. Sekarang pandanglah contoh diatas sebagai penjumlahan, yaitu 2 4 = 6. Kalimat itu disebut kalimat penjumlahan jam dengan suku pertamanya 2 dan suku keduanya adalah 4. Kalimat itu dapat digambarkan sebagai berikut 2 4 = 6 Perhatikan kembali kalimat-kalimat berikut ini. 1. 5 jam setelah pukul 12, Eti mandi ; 4 jam sesudah itu ia makan. Menunjukkan angka berapakah jarum jam? 2. Edi pulang dari sekolah pukul 10; 7 jam setelah itu ia belajar. Menunjukkan angka berapakah jarum jam? Kalimat-kalimat tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: (1) (2) Dengan menggerakkan jarum tadi pada muka jam, kita perhatikan, bahwa bila kita mulai dari angka 5 kemudian berputar 4 selang, kita akan sampai pada angka 9. Kalimat penjumlahannya ditulis: 5 4 = 9 Bila kita mulai dari angka 10 kemudian berputar 7 selang, kita akan sampai pada angka 5. Kalimat penjumlahannya ditulis: 10 7 = 5 Penjumlahan seperti itu, disebut penjumlahan jam. Pengertian-pengertian yang dibicarakan diatas, yaitu pengertian tentang jam yang dimaksudkan untuk menentukan waktu. Pengertian-pengertian tersebut berlaku juga untuk jam-jam yang lain. Meskipun banyaknya anggota dalam himpunan diubah menjadi kurang dari 12. Kemudian kita dapat gunakan jam tersebut untuk menunjukkan penjumlahan jam. Misalnya pada jam limaan, dimana banyak angka yang tertulis pada jam ini ada 5, yaitu angka 0, 1, 2, 3, dan 4. Untuk operasi penjumlahan pada jam limaan ini kita selalu mulai dari titik 0 bergerak ke kanan. Contoh: a. Berapakah 3 2 ? Mulailah dari titik 0 bergerak kekanan, mula-mula 3 selang, kemudian 2 selang. Akan sampai di titik 0 kembali. Jadi 3 2 = 0 b. Berapakah 4 3 ? Mulailah dari titik 0 bergerak kekanan, mula-mula 4 selang, kemudian 3 selang. Akan sampai di titik 2. Jadi 4 3 = 2 c. Berapakah 4 1 ? Mulailah dari titik 0 bergerak kekanan, mula-mula 4 selang, kemudian 1 selang. Akan sampai di titik 0. Jadi 4 1 = 0 d. Berapakah 1 1 ? Mulailah dari titik 0 bergerak kekanan, mula-mula 1 selang, kemudian 1 selang. Akan sampai di titik 2. Jadi 1 1 = 2 Dari contoh-contoh diatas ternyata: 1) 3 2 = 4 1 = 0 2) 4 3 = 1 1 = 2 Bila tiap-tiap dua angka pada jam limaan ini dijumlahkan seperti diatas, kita dapat membuat tabel penjumlahan sebagai berikut: 0 1 2 3 4 0 0 1 2 3 4 1 1 2 3 4 0 2 2 3 4 0 1 3 3 4 0 1 2 4 4 0 1 2 3 Pada sistem jam delapanan, coba perhatikan contoh-contoh berikut: 3 + 4 = 7. 5 + 3 = 0 6 + 3 = 1. 0 + 2 = 2. 4 + 7 = 3. 7 + 6 = 5. Dengan memperhatikan contoh-contoh di atas maka dapat digeneralisasi penjumlahan bilangan pada sistem jam k-an. Jika a, b, merupakan angka-angka pada jam k-an, maka akan berlaku: (a + b) < k, maka a b = a + b (a + b) > k, maka a b = a + b – k (a + b) = k, maka a b = 0 Contoh : Pada sistem jam delapanan, tentukanlah nilai dari: (1) 3 2. (2) 5 2. (3) 6 7. (4) 5 7. (5) 7 7. Penyelesaian: k = 8. (1) 3 2 = 5 , karena 5 < 8. (2) 5 2 = 7 , karena 7 < 8. (3) 6 7 = 13 – 8 = 5 , karena 13 > 8. (4) 5 7 = 12 – 8 = 4 , karena 12 > 8. (5) 7 7 = 14 – 8 = 6, karena 14 > 8. Sifat- sifat operasi penjumlahan Kita dapat menggunakan tabel penjumlahan untuk mempelajari sifat-sifat pengerjaan pada penjumlahan jam. Sifat-sifat itu adalah sebagai berikut: 1. Sifat tertutup Bila nanti kita mengajar tanyakanlah pada murid-murid pertanyaan berikut: Bayangkanlah himpunan yang berisi bilangan-bilangan 0, 1, 2, 3, dan 4. Jika kamu menjumlahkan dua bilangan yang manapun dari himpunan itu dengan menggunakan penjumlahan jam, apakah jumlahnya adalah bilangan anggota himpunan itu juga? (Ya). Bimbinglah murid-murid agar mereka mengerti, bahwa daftar tersebut berisi semua jumlah yang mungkin dan jumlah-jumlah tersebut adalah bilangan-bilangan dalam himpunan tadi. Jelaskan bahwa himpunan bilangan {0, 1, 2, 3, 4} bersifat tertutup untuk penjumlahan dengan menggunakan jam limaan. 2. Sifat pertukaran Perhatikan kembali tabel penjumlahan dengan menggunakan jam limaan tadi, kemudian tuliskan di papan tulis pasangan-pasangan kalimat seperti di bawah ini. 3 1 = a 4 2 = b 3 4 = c 1 3 = a 2 4 = b 4 3 = c Suruhlah 3 orang murid secara bergiliran menyelesaikan ketiga pasang soal itu. Kemudian tanyakanlah kepada mereka: “Berapakah 3 1 ?” (4) “Berapakah 1 3 ?” (4) “Bagaimana suku-sukunya?” (sama) “Bagaimana letak suku-sukunya?” (dipertukarkan) “Bagaimana jumlahnya?” (sama) Pertanyaan-pertanyaan seperti itu ajukanlah untuk pasangan soal-soal lainnya. Kalimat matematika untuk setiap pasangan soal itu: 3 1 = 1 3 = 4 4 2 = 2 4 = 1 3 4 = 4 3 = 2 Dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu bimbinglah murid-murid agar mengerti bahwa sifat penjumlahan jam seperti itu disebut sifat pertukaran. Secara umum jika a dan b adalah dua bilangan yang manapun dari himpunan bilangan tadi, maka a + b = b + a. Selain dengan cara mencobanya seperti diatas, kita dapat menggunakan daftar penjumlahan untuk memperlihatkan berlakunya sifat itu. 0 1 2 3 4 0 0 1 2 3 4 1 1 2 3 4 0 2 2 3 4 0 1 3 3 4 0 1 2 4 4 0 1 2 3 Dalam daftar itu dapat kita lihat bahwa bilangan-bilangan yang lambangnya tertulis di atas diagonal adalah sama dengan yang tertulis dibawah diagonal. 3. Sifat pengelompokan Dengan menggunakan tabel penjumlahan tadi kita dapat menghitung penjumlahan sebagai berikut: 3 (2 4) = 3 1 = 4 (3 2) 4 = 0 4 = 4 Jadi 3 (2 4) = (3 2) 4 Secara umum jika a, b, dan c adalah tiga bilangan yang mana pun dari himpunan tadi, maka: a (b c) = (a b) c secara umum ini disebut sifat pengelompokan untuk penjumlahan bilangan jam. 4. Sifat bilangan nol 2 0 = n 3 0 = n 1 0 = n Untuk menyelesaikan soal-soal seperti itu tidak perlu digunakan daftar penjumlahan tadi. Jika menjumlahkan bilangan cacah yang mana pun dengan nol, akan diperoleh jumlah yang sama dengan bilangan itu sendiri. Sifat ini berlaku juga pada penjumlahan jam. Dalam hal ini bilangan 0 merupakan unsur satuan bagi operasi tambah. Secara umum, jika a adalah sebuah bilangan yang mana pun dari himpunan tadi, maka a + 0 = a. Menambahkan 0 pada ilmu hitung jam, sama saja dengan tidak menggerakkan jarum jamnya. 5. Sifat berlawanan Perhatikan kembali tabel penjumlahan jam limaan tadi. Untuk setiap anggota himpunan {0, 1, 2, 3, 4} ada satu anggota lain yang jika dijumlahkan dengan bilangan yang pertama tadi jumlahnya adalah 0. 1 adalah lawan dari 4 dan 4 lawan dari 1, sebab 4 1 = 0 2 adalah lawan dari 3 dan 3 lawan dari 2, sebab 3 2 = 0 0 adalah lawan dari 0, sebab 0 0 = 0 Sifat ini disebut sifat berlawanan untuk penjumlahan bilangan jam. C. Operasi Pengurangan Jarum jam dibawah ini menunjuk ke angka 12, berarti menunjukkan pukul 12. Bila 3 jam yang lalu ani baru pergi ke sekolah, jarum tadi menunjuk ke angka berapa? Dengan menggerakkan jarum jam mundur 3 langkah, jarum jam menunjuk angka 9. Artinya ani pergi ke sekolah pada jam 9. Contoh ini dapat juga kita pandang sebagai penjumlahan 9 3 = 12 Seperti pada operasi penjumlahan, pengertian di atas berlaku juga untuk jam-jam yang lain, misalnya jam limaan, jam delapanan, dan sebagainya. Perhatikan gambar jam limaan dibawah ini. Perhatikan kalimat-kalimat penjumlahan pada jam limaan berikut ini. 2 n = 0 dan 1 n = 4 Perlu diingat bahwa n dalam masing-masing kalimat itu adalah suku yang belum diketahui. Kita dapat mencari n tersebut dengan menggunakan gambar jam limaan tadi. Untuk menunjukkan 2 n = 0, kita mulai dari titik 0 gerakkan jarum jam ke kanan sejauh 2 selang. Jarum menunjuk angka 2. Kita teruskan gerakan jarum jam tadi sampai menunjuk angka 0. Bila kita membilang banyaknya selang yang dilalui jarum jam dari titik 2 sampai titik 0, ternyata ada 3 selang. Artinya, suku yang belum diketahui ialah 3. Jadi n = 3. Untuk kalimat penjumlahan 1 n = 4, dapat kita kerjakan seperti kalimat pertama tadi sebagai berikut: Kita mulai dari titik 0. Kita gerakkan jarum jam ke kanan sejauh 1 selang. Jarum jam menunjuk angka 1. Kita teruskan gerakan jarum jam tadi sampai menunjuk angka 4. Ternyata banyaknya selang yang dilalui jarum jam dari titik 1 sampai titik 4 ada 3 selang. Artinya suku yang belum diketahui ialah 3. Jadi n = 3. Dengan mengingat kembali bahwa pengerjaan tambah itu merupakan lawan dari pengerjaan kurang, kalimat-kalimat penjumlahan di atas dapat ditulis sebagai kalimat-kalimat pengurangan sebagai berikut: a. Kalimat pengurangan untuk 2 n = 0 ialah 0 2 = n b. Kalimat pengurangan untuk 1 n = 4 ialah 4 1 = n Contoh: Misalkan kita ingin menghitung 2 4 = n pada jam limaan. Maksudnya ialah kita ingin mencari sebuah bilangan yang bila ditambahkan kepada 4 akan menghasilkan 2. Jadi kalimat penjumlahannya ialah 4 n = 2. Langkah-langkah pengerjaannya. 1) Mulai dari titik 0 jarum jam digerakkan ke kanan sejauh 4 selang. Jarum jam akan menunjuk angka 4 2) Meneruskan gerakan jarum jam ke kanan dari titik 4 sampai titik 2. 3) Membilang banyaknya selang yang dilalui jarum jam tadi dari titik 4 sampai titik 2. Ternyata ada 3 selang. Jadi, n = 3 Atau dengan cara sebagai berikut. 2 4 = 3 Mulai dari 0 melangkah sebanyak 2 selang searah jarum jam, diikuti 4 selang langkah mundur. Sampailah pada angka 3. Jadi, 2 4 = 3 Bila tiap-tiap dua angka pada jam limaan ini dikurangkan, kita dapat membuat tabel pengurangan sebagai berikut: 0 1 2 3 4 0 0 4 3 2 1 1 1 0 4 3 2 2 2 1 0 4 3 3 3 2 1 0 4 4 4 3 2 1 0 Dari tabel tersebut kita lihat bahwa operasi pengurangan pada jam limaan mempunyai sifat tertutup. Pada sistem jam delapanan, coba Anda perhatikan contoh-contoh berikut: 5 4 = 1. 7 3 = 4. 0 2 = 6. 1 4 = 5. 3 4 = 7. 4 7 = 5. Dengan memperhatikan contoh-contoh di atas, maka dapat digeneralisasi pengurangan bilangan pada sistem jam k-an. Jika a, b, merupakan angka-angka pada jam k-an, maka akan berlaku: a b = (a – b)+k, jika (a – b) < 0 a b = (a – b), jika (a – b) > 0 Contoh : Pada sistem jam delapanan, tentukanlah nilai dari: (1) 3 2. (2) 5 3. (3) 6 7. (4) 5 7. Penyelesaian: k = 8 (1) 3 2 = 1 , karena 1 > 0. (2) 5 3 = 2 , karena 2 > 0. (3) 6 7 = - 1 + 8 = 7 , karena -1 < 0. (4) 5 7 = - 2 + 8 = 6 , karena - 2 < 8. D. Operasi Perkalian Hasil kali dua bilangan jam didefinisikan seperti pada bilangan cacah, yaitu sebagai penjumlahan berulang. Contohnya: 4 2 = 2 + 2 + 2 + 2 = 8 Seperti garis bilangan, permukaan jam dapat dipergunakan untuk meragakan operasi perkalian ini. Untuk itu contoh diatas akan diperagakan dengan menggunakan permukaan jam limaan sebagai berikut: Mulai dari 0 melangkah searah dengan arah jarum jam empat langkah, masing-masing langkah terdiri dari 2 selang. Sampailah pada angka 3. Jadi 4 2 = 3 Hasil kali dua bilangan jam limaan dapat juga diperoleh dimana kedua bilangan di perlakukan terlebih dahulu sebagai bilangan cacah. Apabila hasil kalinya melebihi 4, maka hasil kali itu dikurangi dengan suatu kelipatan 5 sedemikian sehingga terdapat sisa yang kurang dari 5. Sisa itulah hasil kali yang dicari. Dalam contoh diatas, maka: 4 2 = 8, jika 4 dan 2 dianggap bilangan cacah. 8 5 = 3, 3 adalah hasilnya apabila 4 dan 2 merupakan bilangan jam limaan. Semua hasil yang mungkin diperoleh dari perkalian dengan bilangan –bilangan pada jam limaan tadi, dapat ditunjukkan dalam daftar perkalian seperti dibawah ini. 0 1 2 3 4 0 0 0 0 0 0 1 0 1 2 3 4 2 0 2 4 1 3 3 0 3 1 4 2 4 0 4 3 2 1 Kita dapat menggunakan tabel perkalian untuk mempelajari sifat-sifat pengerjaan perkalian jam. Sifat-sifat itu adalah sebagai berikut: 1. Sifat tertutup Daftar tersebut berisi semua hasil kali yang mungkin dan hasil kali tersebut adalah bilangan-bilangan dalam himpunan bilangan jam limaan tadi. Jelaslah bahwa himpunan bilangan {0, 1, 2, 3, 4} bersifat tertutup untuk perkalian dengan menggunakan jam limaan. 2. Sifat pertukaran Dalam daftar itu dapat kita lihat bahwa bilangan-bilangan yang lambangnya tertulis di atas diagonal adalah sama dengan tertulis di bawah diagonal. Bila daftar perkalian jam limaan itu dibuat pada kertas yang berbentuk bujur sangkar, kemudian dilipat sepanjang diagonalnya maka lambang bilangan 2 akan jatuh pada lambang bilangan 2, lambang bilangan 3 akan jatuh pada lambang bilangan 3, dan seterusnya. Cara ini memperlihatkan bahwa pada perkalian bilangan-bilangan jam limaan berlaku sifat pertukaran. 3. Sifat pengelompokan Dengan menggunakan tabel perkalian tadi kita dapat menghitung perkalian sebagai berikut: (4 2) 3 = 3 3 = 4 4 (2 3) = 4 1 = 4 Jadi, (4 2) 3 = 4 (2 3) = 4 Secara umum jika a, b, dan c adalah bilangan yang mana pun dari himpunan tadi maka: (a b) c = a (b c). Sifat ini disebut sifat pengelompokan untuk perkalian. 4. Sifat bilangan 1 Jika kita mengalikan bilangan cacah dengan 1, akan diperoleh hasil yang sama dengan bilangan itu sendiri. Sifat itu sebagai sifat 1 pada perkalian bilangan-bilangan cacah. Sifat ini berlaku juga pada perkalian bilangan jam. Dalam hal ini bilangan 1 merupakan unsur satuan bagi pengerjaan kali. Secara umum, jika a adalah sebuah bilangan yang manapun dari himpunan tadi, maka a 1 = 1 a = a E. Operasi Pembagian Hasil bagi dua bilangan jam didefinisikan seperti pada bilangan cacah, yaitu sebagai pengurangan berulang. Contoh berikut ini memperlihatkan pembagian pada bilangan cacah. 6 : 2 = 6 – 2 – 2 – 2 6 dikurangi 2 sebanyak tiga kali sehingga hasilnya didapat 0 Artinya 6 : 2 = 3 Dari contoh diatas terlihat bahwa bilangan yang dibagi, dikurangi bilangan pembagi berulang kali sehingga hasilnya sampai 0. Banyaknya pengurangan berulang tersebut merupakan hasil bagi dari pembagian tersebut. Konsep ini berlaku juga pada operasi pembagian dua bilangan jam. Misalnya jam limaan berikut ini. a. 3 : 1 = 3 – 1 – 1 – 1 3 dikurangi 1 sebanyak tiga kali sehingga hasilnya didapatkan 0. Artinya, 3 : 1 = 3 b. 4 : 2 = 4 – 2 – 2 4 dikurangi sebanyak dua kali sehingga hasilnya didapatkan 0. Artinya, 4 : 2 = 2 c. 4 : 3 = 4 – 3 – 3 – 3 4 dikurangi 3 sebanyak tiga kali sehingga hasilnya didapatkan 0. Artinya, 4 : 3 = 3 Pembagian-pembagian tersebut dapat diperagakan sebagai berikut: Mulai dari 3 melangkah mundur dengan masing-masing langkah terdiri dari 1 selang, sehingga sampai di 0. Ternyata banyaknya langkah ada 3. Artinya, 3 : 1 = 3 Mulai dari 4 melangkah mundur dengan masing-masing langkah terdiri dari 2 selang, sehingga sampai di 0. Ternyata banyaknya langkah ada 2. Artinya, 4 : 2 = 2 Mulai dari 4 melangkah mundur dengan masing-masing langkah terdiri dari 3 selang, sehingga sampai di 0. Ternyata banyaknya langkah ada 3. Artinya, 4 : 3 = 3 Perhatikan daftar operasi perkalian pada jam enaman dan jam limaan berikut ini. 0 1 2 3 4 0 0 0 0 0 0 1 0 1 2 3 4 2 0 2 4 1 3 3 0 3 1 4 2 4 0 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 2 3 4 5 2 0 2 4 0 2 4 3 0 3 0 3 0 3 4 0 4 2 0 4 2 5 0 5 4 3 2 1 a. Perhatikan daftar operasi perkalian jam enaman. 1 kebalikan dari 1, sebab 1 x 1 = 1 5 kebalikan dari 5, sebab 5 x 5 = 1 Tetapi 2, 3, dan 4 tidak mempunyai kebalikan, sebab bilangan-bilangan tersebut bila dikalikan dengan bilangan lainnya hasilnya bukan 1. Hal ini berarti pada bilangan jam enaman, pengerjan bagi tidak tertutup. b. Perhatikanlah daftar operasi perkalian jam limaan. Pada bilangan jam limaan itu untuk setiap bilangan (kecuali nol), ada bilangan lain yang merupakan kebalikannya, yaitu: 1 kebalikan dari 1, sebab 1 x 1 = 1 2 kebalikan dari 3, sebab 2 x 3 = 1 3 kebalikan dari 2, sebab 3 x 2 = 1 4 kebalikan dari 4, sebab 4 x 4 = 1 Hal ini berarti pada bilangan jam limaan, setelah bilangan nol dikeluarkan, pengerjaan bagi itu tertutup. Bila kita coba untuk sebarang bilangan jam n-an, kita akan dapat menyimpulkan bahwa pengerjaan bagi itu tertutup bila n merupakan bilangan prima.
VOLUME DAN LUAS PERMUKAAN KUBUS SERTA PEMBELAJARANNYA Dalam matematika dikenal beberapa bangun tiga dimensi yang memiliki panjang, lebar dan tinggi. Bangun-bangun ini tidak dapat digambar dengan pasti dalam bidang datar. Bangun ini disebut bangun ruang. Bangun ruang merupakan bangun geometri dimensi tiga dengan batas berbentuk bidang datar atau bidang lengkung. Pada bangun ruang dibedakan atas dua macam, yakni bangun ruang sisi datar dan bangun ruang sisi lengkung. Bangun-bangun ini memiliki bagian-bagian yang biasa kita kenal dengan sebutan titik sudut, rusuk, bidang sisi, luas permukaan dan volume. Pada kehidupan sehari-hari banyak ditemukan benda-benda yang terkait dengan bangun ruang seperti: dadu,rubik, kotak kue, dan lain sebagainya. Contoh-contoh tersebut merupakan aplikasi dari banguan ruang yaitu kubus. Berikut ini penjelasan mengenai kubus, volume kubus, dan luas permukaan kubus. A. Pengertian Kubus Kubus adalah suatu bangun ruang yang dibatasi oleh enam buah persegi yang sepasang-pasang sejajar dan setiap tiga persegi yang berdekatan saling tegak lurus. Kubus dibatasi oleh 6 buah bidang datar yang berbentuk persegi yang disebut bidang sisi kubus. Hal ini mengakibatkan sehingga kubus mempunyai 12 rusuk yang sama panjang. Adapun istilah-istilah yang harus kita ketahui sebelum mempelajari volume dan luas permukaan yaitu: 1 Sisi Kubus Suatu bangun ruang dibatasi oleh bidang batas. Bidang batas itu disebut sisi. Misalnya sisi atas , sisi alas / bawah , sisi tegak. Pada kubus, dibatasi oleh 6 buah bidang datar yang berbentuk persegi yang disebut bidang sisi kubus. G E Pada gambar diatas sisi-sisi kubus terdiri dari enam sisi yaitu: sisi ABCD, CDHG, ADEH, BCFG, ABEF, dan EFGH 2 Rusuk Rusuk adalah garis yang merupakan pertemuan / perpotongan dua sisi. Keenam sisi kubus masing-masing dibatasi 4 buah garis. Garis-garis yang merupakan batas sisi kubus disebut rusuk kubus. Kubus memiliki 12 rusuk yaitu rusuk AB, BC,DC,EF, FG, GH, EH, AE, BF, CG, DH. Yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini: G E D c 3 Titik Sudut. Titik sudut suatu bangun adalah pertemuan antara beberapa rusuk. Kedua belas rusuk kubus masing-masing dibatasi oleh titik-titik ujung. Titik-titik ujung dari rusuk-rusuk kubus disebut titik sudut kubus. Kubus memiliki 8 titik sudut Gambar di bawah ini titik sudut pada bangun kubus ABCDEFGH yaitu A, B, C, D, E, F, G, H. 4 Diagonal sisi Diagonal sisi suatu bangun ruang adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik berhadapan pada sisi tersebut. Jika panjang rusuk sebuah kubus sama dengan a maka panjang diagonal-diagonal sisi itu sama dengan Pada gambar di atas merupakan diagonal-diagonal sisi pada bangun kubus ABCDEFGH yaitu: a) AC dan BD pada sisi ABCD b) EG dan FH pada sisi EFGH c) BG dan FC pada sisi BCFG d) AH dan ED pada sisi ADEH e) AF dan BE pada sisi ABFE, dan f) CH dan DG pada sisi DCGH 5 Diagonal Ruang. Diagonal ruang suatu bangun ruang adalah adalah ruas garis yang menghubungkan antara dua buah titik sudut yang saling berhadapan pada sebuah kubus. Berikut ini salah satu contoh diagonal ruang pada kubus ABCDEFGH 6 Bidang Diagonal Bidang diagonal adalah bidang yang menghubungkan rusuk-rusuk yang berhadapan, sejajar, dan tidak terletak pada satu bidang suatu bangun/ bidang yang melalui diagonal alas dan rusuk tegak. Berikut ini salah satu contoh bidang diagonal BCHE pada kubus ABCDEFGH Apabila ke 4 garis tersebut di buat sebuah bidang terbentuk bidang diagonal BCHE Diagonal Kubus yang lain adalah ADGF, ABGH, CDEF, ACGE, BDHF. B. Jaring-Jaring Kubus Sebuah kubus apabila dipotong menurut rusuk-rusuknya kemudian tiap sisinya direntangkan akan menghasilkan jaring-jaring kubus. Jaring-jaring kubus terdiri dari enam buah persegi kongruen yang saling berhubungan. Adapun macam-macam jaring-jaring kubus yang lainnya adalah sebagai berikut: C. Volume Kubus Secara teori pengertian volume adalah banyaknya satuan volume yang mengisi ruang bangun tersebut. Kalau satuan volume yang digunakan cm2, maka menghitung volume artinya menghitung berapa banyak kubus berukuran 1 cm2. Volume suatu kubus adalah jumlah seluruh satuan pada kubus tersebut. Rumus umum yang berlaku untuk mencari voulme suatu bangun kubus, apabila rusuk kubus adalah s: dan untuk mencari rusuk suatu kubus apabila diketahui volumenya maka: Pembelajaran volum bangun ruang untuk siswa sekolah dasar perlu diawali dengan penanaman konsep satuan volum yang dapat didekati dengan beberapa media, seperti kubus satuan yang akan digunakan dalam menentukan volume kubus. Prosedur penanaman konsep volume kubus adalah identik, yaitu dengan bantuan alat peraga sederhana berupa beberapa kubus satuan, beberapa kubus dengan ukuran bervariasi untuk penarikan kesimpulan secara induksi. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a) Siapkan beberapa kubus satuan berukuran 1cm x 1cm x 1 cm (atau ukuran lain yang diasumsikan sebagai satuan volume) b) Siapkan bangun ruang berbentuk kubus misalnya kotak kue tang berbentuk kubus. c) Isi kotak kue tersebut dengan kbus-kubus satuan (sebaiknya saat mengisinya dilakukan kegiatan menghitung banyaknya kubus yang dimasukkan) hingga terisi penuh dan tertata rapi tak ada ruang yang kosong. d) Banyaknya kubus-kubus satuan yang mengisi kotak kue menunjukkan volume (isi) kubus. e) Bimbing siswa untuk menentukan rumus volume kubus, yaitu dengan menghitung banyaknya kubus satuan yang dimasukkan ke dalam kotak kue. Kotak Kue Kotak kue yang sudah diisi kubus satuan Gambar 03. Ilustrasi Menemukan volume kubus Contoh soal dan Penyelesaian Soal 1. Penyelesaian: 1. Diketahui : Volume kotak pesulap yang berbentuk kubus =27.000 cm3. Ditanyakan : Berapakah panjang rusuk kotak pesulap? (s=...?) Jawab: Volume kotak = 27.000 cm3 s= = = 90 cm Jadi panjang rusuk kotak pesulap tersebut adalah 90 cm. D. Luas permukaan Kubus Luas permukaan kubus adalah jumlah seluruh sisi kubus. Coba kalian ingat kembali bahwa: a) sebuah kubus memiliki 6 buah sisi yang setiap rusuknya sama panjang. b) PadaGambar di atas keenam sisi tersebut adalah sisi ABCD, c) ABFE,BCGF,EFGH,CDHG,danADHE.Karenapanjangsetiap d) Rusuk kubus s,maka luas setiap sisi kubus = s x s = s2 Mengingat kubus terdiri dari enam sisi, maka luas permukaan kubus : L = 6 x s x s = 6 s2. Ket: L = luas permukaan kubus s =panjang rusuk kubus Pembelajaran luas permukaan kubus untuk siswa sekolah dasar perlu diawali dengan penanaman konsep satuan volum yang dapat didekati dengan beberapa media, misalnya mengajak siswa mengingat kembali sifat-sifat kubus dengan membuat jaring-jaring kubus. Berikut ini cara pembelajarannya adalah sebagai berikut: a) Sediakan siswa (atau diminta membuat sendiri) 20 kertas manila berukuran 15cm x 15cm . Pada masing-masing kertas manila tersebut buatlah garis tegak dan mendatar dengan jarak 3cm, sehingga setiap kertas manila memuat 25 persegi berukuran 3 cmx 3 cm b) Kemudian siswa diminta untuk merancang jaring-jaring kubus dengan cara mengarsir enam buah persegi yang membentuk kubus. c) Selanjutnya mengajak siswa secara bersama-sama membahas sisi-sisi kubus terdiri dari enam persegi, misalnya sisi persegi=aSehingga luas persegi adalah a x a= a2 d) Membimbing siswa dari jaring-jaring yang telah dibuat ditemukan enam persegi yang kongruen, sehingga menemukan rumus luas permukaan kubus yaitu : 6 x a x a = 6 a 2 dengan satuan cm2. Berikut gambar ilustrasi pembuktian luas permukaan kubus: Contoh soal dan penyelesaian: Ibu menguras bak mandi yang berbentuk kubus dengan volume 64 cm³. Tentukanlah luas permukaan kubus tersebut ! 2. Diketahui : Volume bak mandi berbentuk kubus = 64 cm3. Ditanyakan : Luas permukaan bak mandi =.... ? Jawab: Volume bak mandi = 64 cm3 s= = = 4 cm Karena rusuk (s) diketahui 4 cm, maka Luas permukaan bak mandi: L= 6 x s x s = 6 x 4 x 4 = 96 cm2 Jadi panjang rusuk kotak pesulap tersebut adalah 96 cm2
Luas Segitiga dan Pembelajarannya 1. Luas Segitiga Segitiga merupakan bangun datar yang memiliki tiga buah sisi yang berupa garis lurus. Unsur-unsur segitiga yaitu tinggi dan alas. Tinggi segitiga sebenarnya adalah jarak antara titik puncak dan alas. Alas sendiri secara matematis tidak selalu di bawah, namun suatu sisi yang kita definisikan sebagai alas itulah yang disebut alas. Titik sudut di depan alas disebut titik puncak segitiga. Jarak antara titik puncak dan alas inilah yang kita sebut tinggi, sehingga tinggi terhadap alasnya selalu tegak lurus. Jika sebuah segitiga siku-siku hanya diketahui sisi alas dan sisi miring, kita dapat menentukan tinggi segitiga tersebut dengan menggunakan rumus dalil phytagoras. Secara umum rumus dalil phytagoras yaitu kuadrat sisi miring sama dengan penjumlahan kuadrat sisi alas dengan kuadrat sisi tegak (tinggi). Jadi untuk menentukan tinggi sebuah segitiga dapat digunakan rumus: b2 = c2 – a2 Untuk membuktikan rumus dalil phytagoras dapat diperoleh dengan menggunakan duah buah persegi yang memiliki ukuran yang berbeda. Perhitungannya : Luas persegi besar = Luas persegi kecil + 4 Luas segitiga ( b + a ) . ( b + a ) = c . c + 4 . 1/2 b.a b2 + 2 b.a + a2 = c2 + 2 b.a b2 + a2 = c2 + 2 b.a – 2 b.a b2 + a2 = c2 ↔ c2 = a2 + b2 Jika sebuah segitiga merupakan segitiga tumpul, maka untuk menentukan tinggi segitiga tersebut dapat ditarik garis lurus dari titik puncak hingga menyentuh perpanjangan sisi alas dan garis tersebut harus tegak lurus dengan alas seperti pada contoh berikut. Segitiga memiliki beberapa jenis. Jenis-jenis segitiga ditinjau berdasarkan : a. Panjang sisinya 1. Segitiga sembarang merupakan segitiga yang ketiga sisinya tidak sama panjang. 2. Segitiga samakaki merupakan segitiga yang memiliki dua buah sisi yang sama panjang. 3. Segitiga sama sisi merupakan segitiga yang ketiga sisinya sama panjang. Contoh: b. Besar Sudutnya 1. Segitiga lancip merupakan segitiga yang ketiga sudutnya adalah sudut lancip (kurang dari 900). 2. Segitiga siku-siku merupakan segitiga yang salah satu sudutnya siku-siku (900). 3. Segitiga tumpul merupakan segitiga yang salah satu sudutnya tumpul (lebih dari 900). Contoh: Dengan memperhatikan panjang sisi-sisi segitiga, kita dapat menentukan apakah suatu segitiga termasuk segitiga siku-siku, tumpul, maupun segitiga lancip. Caranya adalah segitiga berikut, misal diketahui segitiga dengan panjang sisi a, b, dan c dengan c adalah sisi terpanjang. • Jika c² = a² + b² maka segitiga tersebut merupakan segitiga siku-siku. • jika c² > a² + b² maka segitiga tersebut merupakan segitiga tumpul. • jika c² < a² + b² maka segitiga tersebut merupakan segitiga lancip. 2. Rumus Luas Segitiga a. Rumus Umum Luas Segitiga Pada umumnya semua jenis segitiga memiliki rumus luas yang sama yaitu L = ½ a x t L = luas a = alas t = tinggi Dari segitiga siku-siku di atas maka yang dimaksud dengan sisi alas adalah a, tinggi adalah b dan sisi miring adalah c. Maka, Luas segitiga = ½ a x b. Contoh soal: Hitungkah luas segitiga yang memiliki panjang alas 4 cm dan tinggi 8 cm! Penyelesaian: Dik. a = 4 cm, t = 8 cm Dit. L = …? Jawab: L = ½ a x t = ½ 4cm x 8cm = 16 cm2 3. Pembelajaran luas segitiga di SD Dalam pembelajaran geometri di sekolah dasar hendaknya siswa diajak untuk memahami konsep yang terkandung pada rumus-rumus perhitungannya. Pembelajaran konsep luas suatu bangun datar dapat disajikan berdasarkan pemahaman tentang satuan luas, perhitungan luas berdasarkan banyaknya satuan-satuan luas yang ada pada bangun, generalisasi rumus perhitungan luas secara induktif dan penyajian beberapa latihan. Pembelajaran konsep luas dapat digunakan dalam menentukan luas bangun datar seperti persegi panjang, persegi, segitiga, trapesium, belah ketupat, jajaran genjang dan layang-layang. Pembelajaran konsep luas persegi panjang merupakan bagian awal yang penting bagi siswa sebelum mereka menghitung luas bangun-bangun yang lain. Oleh karenanya konsep tentang luas suatu bangun harus tertanam secara baik melalui pembelajaran luas persegi panjang. Begitupula pada penanaman konsep luas segitiga yang tidak terlepas dari konsep luas persegi panjang. Dalam pembelajaran luas segitiga, kita dapat menyajikan secara intuitif/hampiran maupun formal. Penyajian secara intuitif lebih menekankan pada pemahaman siswa terhadap konsep luas dibandingkan perhitungan luas eksak bangun. Kedua cara ini sangat diperlukan oleh siswa sekolah dasar. Cara hampiran lebih baik untuk siswa SD yang berkenaan dengan taraf berpikirnya yang masih kongkret. Sedangkan cara formal perlu dikembangkan untuk membentuk kemampuan analisis matematika yang akan sangat berguna untuk mempelajari ilmu matematika yang lebih kompleks atau ilmu lainnya yang membutuhkan geometri dalam penyelesaiannya. Berikut ini penjabaran tentang pendekatan pembelajaran luas segitiga secara hampiran dan formal dan keduanya menyajikan pembelajaran dalam kegiatan siswa. Penghampiran luas segitiga menggunakan persegi satuan 1. Kita meminta siswa untuk melukis beberapa segitiga (sebaiknya untuk siswa SD dipilih alas yang mendatar) pada kertas berpetak, seperti ilustrasi pada gambar. 2. Setelah selesai melukis, siswa diminta menghitung luas segitiga dengan cara menghitung banyaknya persegi satuan pada gambar segitiga tersebut. Cara menghitungnya dapat dilakukan dengan manandai (dalam ilustrasi yang dibuat, tanda disajikan dalam bentuk arsiran) persegi-persegi satuan yang luasnya lebih dari separuh, apabila tepat separuh maka setiap dua separuhan, yang ditandai hanya satu saja. 3. Pada ilustrasi di atas kita mendapatkan perhitungan luas berdasarkan intuisi sebagai berikut Nama Segitiga Luas Hampiran ∆ PQR 33 ∆ KLM 56 Cara ini sangat penting diberikan pada siswa untuk pemahaman yang mendalam tentang konsep luas. Perhitungan luas segitiga secara eksak dengan peragaan formal Rumus perhitungan luas segitiga secara eksak dapat ditemukan melalui persegi panjang. Ilustrasi berikutnya dibuat dalam bentuk peragaan oleh guru dalam bentuk kegiatan belajar siswa. Langkah-langkah berikut perlu dilakukan oleh siswa untuk mengembangkan daya kreatifitas siswa melalui kegiatan memotong dan menempel (cut and glue) dari bangun yang kompleks menjadi bangun yang sederhana. Langkah-langkah yang bisa dilakukan yaitu sebagai berikut. 1. Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, terlebih dahulu siswa memahami bagian-bagian segitiga yaitu alas dan tinggi serta memahami luas persegi panjang yaitu panjang kali lebar (L= p x l). 2. Siswa mememotong bangun segitiga (segitiga sama kaki) menjadi dua bagian yang sama yaitu tepat memotong tinggi segitiga. 3. Siswa menghimpitkan potongan-potongan tadi sehingga membentuk suatu bangun persegi panjang. Dari gambar tersebut terlihat bahwa p = t dan l = ½ a 4. Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa Luas segitiga = luas persegi panjang Luas segitiga = p x l Luas segitiga = t x ½ a 5. Untuk selanjutnya istilah panjang diubah menjadi tinggi dan lebar menjadi alas, sehingga diperoleh rumus luas segitiga yaitu t x ½ a atau bisa juga ditulis L = ½ alas x tinggi Selain menggunakan pendekatan segitiga sama kaki, menentukan luas segitiga (segitiga sama sisi, siku-siku, sembarang, dll) dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, terlebih dahulu siswa memahami bagian-bagian segitiga yaitu alas dan tinggi serta memahami luas persegi panjang yaitu panjang kali lebar (L= p x l). 2. Siswa melukis bangun segitiga yang akan dihitung luasnya 3. Siswa melengkapi gambar tersebut menjadi sebuah persegi panjang, misalnya panjangnya = a dan lebarnya = t seperti gambar berikut. Jelas bahwa luas persegi panjang diatas adalah panjang x lebar = a x t 4. Kemudian potong persegi panjang tersebut dan potong bagian-bagian yang diarsir dan tidak diarsir. Bagian yang tidak diarsir merupakan segitiga yang akan dihitung luasnya, sedangkan bagian-bagian yang diarsir harus dipindahkan sehingga terbentuk sebuah segitiga dan meminta siswa untuk membandingkan luas kedua segitiga tersebut. 5. Ternyata kedua segitiga luas sama persis. Ini dapat dibuktikan melalui penghimpitan ke dua bangun yang terbentuk betul-betul berimpit semua sisinya. 6. Lakukan langkah-langkah tersebut beberapa kali dengan ukuran (bentuk) segitiga yang berlainan, misalnya 7. Dengan beberapa contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa 2 x Luas segitiga = Luas persegi panjang Luas segitiga = ½ luas persegi panjang Luas segitaga = ½ a x t 8. Untuk selanjutnya istilah panjang diubah menjadi alas dn lebar menjadi tinggi, sehingga diperoleh rumus luas segitiga yaitu L = ½ a x t   Daftar Pustaka Anonim. 2011. Mencari-Panjang-Sisi-Miring-Segitiga-Siku-Siku-Dengan-Rumus-Phytagoras. Tersedia pada http://wong168.wordpress.com/2011/05/29/mencari-panjang-sisi-miring-segitiga-siku-siku-dengan-rumus-phytagoras/. Diakses pada 26 Oktober 2012. Baskoro, Josef, dkk. 2008. Pemecahan Masalah Matematika. Jakarta Depdiknas. Japa, Gusti Ngurah, dkk. Pendidikan Matematika I. Singaraja: Undiksha. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Momor 41 Tahun 2007 23 November 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Sa`dijah, Cholis. 1998. Pendidikan Matematika II. Jakarta: Depdikbud. Subarinah, Sri. 2006. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Luas Segitiga dan Pembelajarannya 1. Luas Segitiga Segitiga merupakan bangun datar yang memiliki tiga buah sisi yang berupa garis lurus. Unsur-unsur segitiga yaitu tinggi dan alas. Tinggi segitiga sebenarnya adalah jarak antara titik puncak dan alas. Alas sendiri secara matematis tidak selalu di bawah, namun suatu sisi yang kita definisikan sebagai alas itulah yang disebut alas. Titik sudut di depan alas disebut titik puncak segitiga. Jarak antara titik puncak dan alas inilah yang kita sebut tinggi, sehingga tinggi terhadap alasnya selalu tegak lurus. Jika sebuah segitiga siku-siku hanya diketahui sisi alas dan sisi miring, kita dapat menentukan tinggi segitiga tersebut dengan menggunakan rumus dalil phytagoras. Secara umum rumus dalil phytagoras yaitu kuadrat sisi miring sama dengan penjumlahan kuadrat sisi alas dengan kuadrat sisi tegak (tinggi). Jadi untuk menentukan tinggi sebuah segitiga dapat digunakan rumus: b2 = c2 – a2 Untuk membuktikan rumus dalil phytagoras dapat diperoleh dengan menggunakan duah buah persegi yang memiliki ukuran yang berbeda. Perhitungannya : Luas persegi besar = Luas persegi kecil + 4 Luas segitiga ( b + a ) . ( b + a ) = c . c + 4 . 1/2 b.a b2 + 2 b.a + a2 = c2 + 2 b.a b2 + a2 = c2 + 2 b.a – 2 b.a b2 + a2 = c2 ↔ c2 = a2 + b2 Jika sebuah segitiga merupakan segitiga tumpul, maka untuk menentukan tinggi segitiga tersebut dapat ditarik garis lurus dari titik puncak hingga menyentuh perpanjangan sisi alas dan garis tersebut harus tegak lurus dengan alas seperti pada contoh berikut. Segitiga memiliki beberapa jenis. Jenis-jenis segitiga ditinjau berdasarkan : a. Panjang sisinya 1. Segitiga sembarang merupakan segitiga yang ketiga sisinya tidak sama panjang. 2. Segitiga samakaki merupakan segitiga yang memiliki dua buah sisi yang sama panjang. 3. Segitiga sama sisi merupakan segitiga yang ketiga sisinya sama panjang. Contoh: b. Besar Sudutnya 1. Segitiga lancip merupakan segitiga yang ketiga sudutnya adalah sudut lancip (kurang dari 900). 2. Segitiga siku-siku merupakan segitiga yang salah satu sudutnya siku-siku (900). 3. Segitiga tumpul merupakan segitiga yang salah satu sudutnya tumpul (lebih dari 900). Contoh: Dengan memperhatikan panjang sisi-sisi segitiga, kita dapat menentukan apakah suatu segitiga termasuk segitiga siku-siku, tumpul, maupun segitiga lancip. Caranya adalah segitiga berikut, misal diketahui segitiga dengan panjang sisi a, b, dan c dengan c adalah sisi terpanjang. • Jika c² = a² + b² maka segitiga tersebut merupakan segitiga siku-siku. • jika c² > a² + b² maka segitiga tersebut merupakan segitiga tumpul. • jika c² < a² + b² maka segitiga tersebut merupakan segitiga lancip. 2. Rumus Luas Segitiga a. Rumus Umum Luas Segitiga Pada umumnya semua jenis segitiga memiliki rumus luas yang sama yaitu L = ½ a x t L = luas a = alas t = tinggi Dari segitiga siku-siku di atas maka yang dimaksud dengan sisi alas adalah a, tinggi adalah b dan sisi miring adalah c. Maka, Luas segitiga = ½ a x b. Contoh soal: Hitungkah luas segitiga yang memiliki panjang alas 4 cm dan tinggi 8 cm! Penyelesaian: Dik. a = 4 cm, t = 8 cm Dit. L = …? Jawab: L = ½ a x t = ½ 4cm x 8cm = 16 cm2 3. Pembelajaran luas segitiga di SD Dalam pembelajaran geometri di sekolah dasar hendaknya siswa diajak untuk memahami konsep yang terkandung pada rumus-rumus perhitungannya. Pembelajaran konsep luas suatu bangun datar dapat disajikan berdasarkan pemahaman tentang satuan luas, perhitungan luas berdasarkan banyaknya satuan-satuan luas yang ada pada bangun, generalisasi rumus perhitungan luas secara induktif dan penyajian beberapa latihan. Pembelajaran konsep luas dapat digunakan dalam menentukan luas bangun datar seperti persegi panjang, persegi, segitiga, trapesium, belah ketupat, jajaran genjang dan layang-layang. Pembelajaran konsep luas persegi panjang merupakan bagian awal yang penting bagi siswa sebelum mereka menghitung luas bangun-bangun yang lain. Oleh karenanya konsep tentang luas suatu bangun harus tertanam secara baik melalui pembelajaran luas persegi panjang. Begitupula pada penanaman konsep luas segitiga yang tidak terlepas dari konsep luas persegi panjang. Dalam pembelajaran luas segitiga, kita dapat menyajikan secara intuitif/hampiran maupun formal. Penyajian secara intuitif lebih menekankan pada pemahaman siswa terhadap konsep luas dibandingkan perhitungan luas eksak bangun. Kedua cara ini sangat diperlukan oleh siswa sekolah dasar. Cara hampiran lebih baik untuk siswa SD yang berkenaan dengan taraf berpikirnya yang masih kongkret. Sedangkan cara formal perlu dikembangkan untuk membentuk kemampuan analisis matematika yang akan sangat berguna untuk mempelajari ilmu matematika yang lebih kompleks atau ilmu lainnya yang membutuhkan geometri dalam penyelesaiannya. Berikut ini penjabaran tentang pendekatan pembelajaran luas segitiga secara hampiran dan formal dan keduanya menyajikan pembelajaran dalam kegiatan siswa. Penghampiran luas segitiga menggunakan persegi satuan 1. Kita meminta siswa untuk melukis beberapa segitiga (sebaiknya untuk siswa SD dipilih alas yang mendatar) pada kertas berpetak, seperti ilustrasi pada gambar. 2. Setelah selesai melukis, siswa diminta menghitung luas segitiga dengan cara menghitung banyaknya persegi satuan pada gambar segitiga tersebut. Cara menghitungnya dapat dilakukan dengan manandai (dalam ilustrasi yang dibuat, tanda disajikan dalam bentuk arsiran) persegi-persegi satuan yang luasnya lebih dari separuh, apabila tepat separuh maka setiap dua separuhan, yang ditandai hanya satu saja. 3. Pada ilustrasi di atas kita mendapatkan perhitungan luas berdasarkan intuisi sebagai berikut Nama Segitiga Luas Hampiran ∆ PQR 33 ∆ KLM 56 Cara ini sangat penting diberikan pada siswa untuk pemahaman yang mendalam tentang konsep luas. Perhitungan luas segitiga secara eksak dengan peragaan formal Rumus perhitungan luas segitiga secara eksak dapat ditemukan melalui persegi panjang. Ilustrasi berikutnya dibuat dalam bentuk peragaan oleh guru dalam bentuk kegiatan belajar siswa. Langkah-langkah berikut perlu dilakukan oleh siswa untuk mengembangkan daya kreatifitas siswa melalui kegiatan memotong dan menempel (cut and glue) dari bangun yang kompleks menjadi bangun yang sederhana. Langkah-langkah yang bisa dilakukan yaitu sebagai berikut. 1. Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, terlebih dahulu siswa memahami bagian-bagian segitiga yaitu alas dan tinggi serta memahami luas persegi panjang yaitu panjang kali lebar (L= p x l). 2. Siswa mememotong bangun segitiga (segitiga sama kaki) menjadi dua bagian yang sama yaitu tepat memotong tinggi segitiga. 3. Siswa menghimpitkan potongan-potongan tadi sehingga membentuk suatu bangun persegi panjang. Dari gambar tersebut terlihat bahwa p = t dan l = ½ a 4. Dari contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa Luas segitiga = luas persegi panjang Luas segitiga = p x l Luas segitiga = t x ½ a 5. Untuk selanjutnya istilah panjang diubah menjadi tinggi dan lebar menjadi alas, sehingga diperoleh rumus luas segitiga yaitu t x ½ a atau bisa juga ditulis L = ½ alas x tinggi Selain menggunakan pendekatan segitiga sama kaki, menentukan luas segitiga (segitiga sama sisi, siku-siku, sembarang, dll) dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, terlebih dahulu siswa memahami bagian-bagian segitiga yaitu alas dan tinggi serta memahami luas persegi panjang yaitu panjang kali lebar (L= p x l). 2. Siswa melukis bangun segitiga yang akan dihitung luasnya 3. Siswa melengkapi gambar tersebut menjadi sebuah persegi panjang, misalnya panjangnya = a dan lebarnya = t seperti gambar berikut. Jelas bahwa luas persegi panjang diatas adalah panjang x lebar = a x t 4. Kemudian potong persegi panjang tersebut dan potong bagian-bagian yang diarsir dan tidak diarsir. Bagian yang tidak diarsir merupakan segitiga yang akan dihitung luasnya, sedangkan bagian-bagian yang diarsir harus dipindahkan sehingga terbentuk sebuah segitiga dan meminta siswa untuk membandingkan luas kedua segitiga tersebut. 5. Ternyata kedua segitiga luas sama persis. Ini dapat dibuktikan melalui penghimpitan ke dua bangun yang terbentuk betul-betul berimpit semua sisinya. 6. Lakukan langkah-langkah tersebut beberapa kali dengan ukuran (bentuk) segitiga yang berlainan, misalnya 7. Dengan beberapa contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa 2 x Luas segitiga = Luas persegi panjang Luas segitiga = ½ luas persegi panjang Luas segitaga = ½ a x t 8. Untuk selanjutnya istilah panjang diubah menjadi alas dn lebar menjadi tinggi, sehingga diperoleh rumus luas segitiga yaitu L = ½ a x t   Daftar Pustaka Anonim. 2011. Mencari-Panjang-Sisi-Miring-Segitiga-Siku-Siku-Dengan-Rumus-Phytagoras. Tersedia pada http://wong168.wordpress.com/2011/05/29/mencari-panjang-sisi-miring-segitiga-siku-siku-dengan-rumus-phytagoras/. Diakses pada 26 Oktober 2012. Baskoro, Josef, dkk. 2008. Pemecahan Masalah Matematika. Jakarta Depdiknas. Japa, Gusti Ngurah, dkk. Pendidikan Matematika I. Singaraja: Undiksha. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Momor 41 Tahun 2007 23 November 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Sa`dijah, Cholis. 1998. Pendidikan Matematika II. Jakarta: Depdikbud. Subarinah, Sri. 2006. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.

IBU MA BAPAK

PENGUKURAN STANDAR DAN TIDAK STANDAR

PENGUKURAN SATUAN STANDAR DAN PENGUKURAN SATUAN TIDAK STANDAR 1. Pengukuran dengan Satuan Ukuran Tidak Standar Pengukuran dengan satuan tidak standar adalah kegiatan pengukuran yang menggunakan satuan yang tidak standar (alat ukur yang belum meiliki satuan yang standar). Pengukuran dengan satuan tidak standar biasanya menggunakan benda-benda yang ada di lingkungan sekitar sebagai alat ukur. Alat ukur yang biasa digunakan adalah sebagai berikut. a. Inchi adalah lebar maksimal ibu jari tangan b. Jengkal adalah jarak paling panjang antara ujung jempol tangan dengan ujung kelingking tangan c. Feet atau kaki adalah jarak tumit sampai ujung jari kaki d. Hasta adalah ukuran sepanjang lengan bawah dari siku sampai ujung jari tengah e. Yard adalah jarak pundak sampai ujung jari tangan orang dewasa f. Depa adalah ukuran sepanjang kedua belah tangan dari ujung jari tengan tangan kanan sampai ujung jari tengah tangan kiri. Satuan ukur ini sering digunakan oleh orang-orang zaman dahulu karena ketika itu belum ada alat ukur standar seperti pada saat ini. Selain satuan panjang yang disebutkan di atas, terdapat juga ukuran satuan untuk berat yang tidak standar yang berkembang di masyarakat pada zaman dahulu. Alat ukura berat yang digunakan adalah batok kelapa yang telah dibelah menjadi dua sama besar. Satu kilogram beras sama dengan 2 kali pengisian batok kelapa secara penuh. Banyak masalah yang timbul karena pengukuran dengan satuan tidak standar ini. Hasil pengukuran yang diperoleh setiap orang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh ukuran tubuh setiap orang berbeda-beda. Orang yang memiliki ukuran jari tangan yang panjang akan memili jengkal yang lebih panjang dibandingkan orang yang jmemiliki jari tangan lebih pendek. Dalam proses pembelajaran, siswa akan belajar pengukuran dengan baik apabila mereka memiliki kesempatan untuk mengukur benda-benda yang ada di sekitarnya. Sehingga mereka dapat memahami konsep dasar tentang pengukuran beserta satuan-satuan pengukuran yang digunakan. Siswa diharapkan memiliki konsep dasar tentang pengukuran dengan menggunakan bergai macam alat ukur. Benda-benda yang dapat digunakan untuk memperkenalkan satuan tidak standar, misalnya menggunakan anggota tubuh yang disebutkan di atas (jengkal, hasta, inchi, depa, yard, kaki) sebagai satuan ukuran panjang, pensil dan isi korek api sebagai satuan panjang, potongan-potongan daerah persegi pada kertas berpetak sebagai satuan ukuran luas, dan lain sebagainya. Pengukuran dengan menggunakan satuan kaki Materi: 1. Tali dan gunting 2. Benda-benda di sekitar siswa, seperti meja, kursi, dan lain sebagainya Deskripsi: Siswa diminta untuk bekerja berpasangan. Kemudian guru meminta siswa untuk mengukur kaki temannya dari ujung jempol kaki sampai tumit kaki dengan tali, kemudian memotong tali tersebut dengan gunting sesuai ukuran kaki. Guru menjelaskan kepada siswa untuk menggunakan tali tersebut sebagai ukuran panjang untuk mengukur suatu objek, misalnya panjang dan lebar meja. Setelah semua siswa selesai melakukan kegiatan pengukuran, guru menanyakan hasil pengukuran setiap kelompok. Apakah hasil pengukuran yang didapatkan sama atau bervariasi? Guru membimbing siswa untuk melakukan diskusi tentang hasil pengukuran yang bervariasi. 2. Pengukuran dengan Satuan Ukuran Standar Pengukuran dengan satuan ukuran standar adalah kegiatan pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan satuan standar (alat ukur yang memiliki satuan standar). Pengukuran dengan satuan ukuran standar akan memberikan hasil pengukuran yang relatif sama untuk setiap kali melakukan pengukuran. Terdapat dua sistem dalam pengukuran standar, yaitu pengukuran dengan menggunakan sistem Inggris dan pengukuran dengan sistem metrik. Sistem Inggris berkembang di Negara bagian Eropa. Dalam sistem Inggris, satuan yang digunakan adalah satuan-satuan dengan benda yang ada di lingkungan sekitar, sama halnya seperti satuan tidak baku. Tetapi karena ukuran benda-benda yang dijadikan sebagai alat ukur dalam satuan Inggris bersifat tidak tetap, maka satuan dalam sistem Inggris distandarkan sebagai berikut. Ukuran panjang Ukuran berat 1 mil = 1760 yard 1 yard = 3 feet 1 feet = 12 inci 1 inci = 2,54 cm 1 ton = 1000 kg 1 ons (oz) = 0,02835 kg 1 kuintal = 100 kg 1 pon (lb) = 0,4536 kg 1 slug = 14,59 kg Sistem satuan standar ditetapkan pada tahun 1960 melalui pertemuan para ilmuwan di Sevres, Paris. Sistem satuan yang digunakan dalam dunia pendidikan dan pengetahuan dinamakan sistem metrik, yang dikelompokkan menjadi sistem metrik besar atau MKS (Meter Kilogram Second) yang disebut sistem internasional atau disingkat SI dan sistem metrik kecil atau CGS (Centimeter Gram Second). a. Untuk satuan ukuran panjang konversi dari suatu tingkat menjadi satu tingkat di bawahnya adalah dikalikan dengan 10 sedangkan untuk konversi satu tingkat di atasnya dibagi dengan angka 10. b. Untuk satuan ukuran berat konversinya mirip dengan ukuran panjang namun satuan meter diganti menjadi gram. Untuk satuan berat tidak memiliki turunan gram persegi maupun gram kubik. Contohnya : - 1 kg = 10 hg - 1 kg = 1.000 g - 1 kg = 100.000 cg - 1 kg = 1.000.000 mg - 1 g = 0,1 dag - 1 g = 0,001 kg - 1 g = 10 dg - 1 g = 1.000 mg c. Satuan waktu dalam kehidupan sehari-hari dapat dikonversi ke dalam sistem SI yaitu detik atau sekon. Contohnya sebagai berikut.  1 tahun = 3,156 x 107 detik  1 jam = 3600 detik  1 hari = 8,640 x 104 detik  1 menit = 60 detik Kegiatan-kegiatan yang melibatkan siswa pada kegiatan pengukuran yang menggunakan satuan pengukuran non standar dapat dialihkan secara perlahan dan pasti ke kegiatan pengukuran yang menggunakan pengukuran standar. Dalam mengukur panjang, di samping menggunakan pensil atau satuan kaki, siswa diajarkan menggunakan penggaris dengan satuan centimeter atau satuan lainnya. Untuk melakukan pengukuran dengan satuan ukuran standar, terlebih dahulu siswa harus diingantkan kembali tentang cara mengukur benda dengan menggunakan penggaris. Sebagai awal kegiatan, guru perlu memperkenalkan tentang skala yang ada pada penggaris, yaitu dengan cara memperlihatkan bahwa skala pada bagian atas disebut skala dalam sentimeter dan skala pada bagian bawah adalah skala dalam inchi seperti gambar di bawah ini. Langkah selanjutnya adalah dengan mengajak siswa mengukur suatu benda, misalnya pencil. Guru menuntun siswa untuk memulai pengukuran dengan cara meletakkan pangkal pensil tepat pada angka nol. Kemudian menghimpitkan ujung pensil pensil dengan angka di bawahnya. Guru mengajak siswa untuk menyatakan panjang dari pensil yang diukur tersebut. Selanjutnya guru dapat mengajak siswa untuk mengulangi kegiatan pengukuran dengan menggunakan benda yang berbeda agar siswa memahami tentang cara yang benar dalam melakukan pengukuran. Walaupun Negara Indonesia menerapkan sistem metrik, tidak ada salahnya apabila siswa diperkenalkan satuan-satuan pengukuran Sistem Inggris. Melalui kegiatan pengukuran secara praktis dengan menggunakan alat pengukuran, siswa akan memahami satu meter lebih panjang sari satu yard, satu kilogram lebih berat dari dua pon, dan sebagainya. Hal yang sangat bermanfaat adalah meminta siswa untuk mengerjakan latihan berkenaan dengan pengubahan satuan metrik ke satuan Inggris dan sebaliknya. Contoh soal 1: a. 3 km = . . . . m Jawab: 1 km = 1.000 m 3 km = 3 × 1.000 m = 3.000 m Contoh soal 2: 3 km + 2 hm = . . . . dam Jawab: 1 km = 300 dam 2 hm = 20 dam 3 km + 2 hm = 300 dam + 20 dam = 320 dam Contoh soal 3: Marbun, Abid, Ema, dan Menik satu regu dalam kegiatan Pramuka. Mereka masing-masing membawa tongkat yang panjangnya 175 cm. Berapa meter jumlah panjang tongkat mereka? Penyelesaian: Ada 4 anggota regu, yaitu Marbun, Abid, Ema, dan Menik Masing-masing membawa tongkat yang panjangnya 175 cm. Jumlah panjang tongkat = 4 × 175 cm = 700 cm = 7 meter